Ketua Badan Pembina Caritas Indonesia, Mgr. Aloysius Maryadi Sutrisnaatmaka, MSF: Bekal di Masa Mendatang

202
Mgr Aloysius Maryadi Sutrisnaatmaka, MSF

HIDUPKATOLIK.COM– Caritas Indonesia (KARINA) pada menggelar Learning Event dan Pertemuan Tahunan Jaringan Nasional KARINA, 26-30 Oktober 2021 di Palu, Sulawesi Tengah. Ketua Badan Pembina Caritas Indonesia,  Mgr. Aloysius Maryadi Sutrisnaatmaka, MSF turut hadir. Berikut ini tanggapan Mgr. Sutrisnaatmaka terkait dengan Learning Event ini dan kegiatan KARINA ke depan:

Romo Clemens Joy Derry (paling kanan) mendampingi Mgr. Rolly Untu, MSC; Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ; dan Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, MSF mengunjungi salah satu area likuifaksi di Petobo, Palu Selatan.(HIDUP/Karian Chrisyantia).

“Kali pertama ini saya berkunjung ke Palu sekaligus menghadiri Learning Event dan Pertemuan Jaringan Nasional Caritas Indonesia. Saya melihat langsung dampak bencana alam yang terjadi di tahun 2018. Kami sempat melihat daerah Petobo, ada tanah yang menggunung setelah terjadi likuifaksi.

Saya sampai terheran-heran saat melihatnya. Tanah menggunung itu berhenti persis di sebelah rumah sakit. Jadi bisa dikatakan ketika tanah amblas terjadi, rumah sakit tersebut selamat. Itulah kejadian yang kita tidak bisa membayangkan, bahkan dimengerti dengan baik. Bikin merinding.

Kemudian ketika saya berkunjung ke Desa Ape Maliko. Caritas Indonesia (KARINA) bersama Caritas PSE Manado mempunyai sebuah program pembangunan rumah hunian bagi masyarakat di sana. Beberapa rumah sudah selesai dibangun dan ditempati. Namun ternyata di aera lebih pelosok, mungkin tidak hanya saya, semua peserta juga melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa masih ada orang-orang yang tinggal di tenda-tenda. Kondisinya sangat tidak layak dan sudah 3 tahun mereka hidup seperti itu. Saya itu sampai mengelus dada.

Pengalaman KARINA bersama Caritas PSE Manado mencermati musibah yang terjadi khususnya di Palu patut dikaji, dipelajari untuk menjadi bahan pembelajaran. Kenapa? Untuk bisa merespons dengan tepat dan sebaik-baiknya perlu pembelajaran, khususnya tahun ini, kami belajar dan mendengarkan sharing pengalaman para imam dan relawan dari Caritas PSE Manado.

Learning Event dan Pertemuan Jaringan Nasional Caritas Indonesia ini diharapkan menjadi bekal untuk yang akan datang. Mekanisme apa yang diperlukan ketika terjadi bencana. Misalkan prosedur membuat program rumah hunian bagi penyintas. Ketika saya datang ke Islamabad (setelah becana banjir besar), yang ditekankan Caritas International (CI) adalah pertemuan yang frequent untuk setiap kali menjawab serta merespons situasi yang berkembang cepat.

Caritas menjadi jantung Gereja untuk menunjukan karya-karya nyatanya. Karena itu, kian banyak umat terlibat, kian bisa berbuat banyak dalam merespons macam-macam musibah tadi. Tahun 2007 saya sudah di KARINA. Sejak itu saya mulai mendengar mengenai respons tanggap bencana dan sebagainya.

Bagi saya, kegiatan tanggap bencana tidak mudah dan harus belajar banyak. Hambatan yang muncul adalah keengganan beberapa pihak yang belum mau menyumbangkan tenanga untuk membantu. Bahkan masih ada yang berpikiran keuskupannya aman-aman saja jadi tidak perlu persiapan tanggap darurat. Ini yang saya rasa harus didobrak. KARINA harus menghimbau caritas-caritas di keuskupan agar bergerak bersama, bersolidaritas dalam menyelesaikan persoalan kemanusiaan, ikut ambil bagian dalam karya Gereja, karya cinta kasih ini.

Saya berharap betul setiap keuskupan ambil bagian dalam pembelajaran seperti ini. Mayoritas di keuskupan sudah ada, caritas dan PSE, hanya memang keaktifannya sedikit berbeda-beda. Kemanusiaan tidak pandang agama atau apapun, jika memang diperlukan maka harus diusahakan.”

Karina Chrisyantia dari Palu, Sulawesi Tengah

HIDUP, Edisi 46, Tahun ke-75, Minggu, 14 November 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini