Selalu Ada Alasan untuk Bersukacita dan Bersyukur

272

HIDUPKATOLIK.COMHidup manusia adalah unik sejak awal mula. Sejak zaman penciptaan ketika Allah menciptakan langit dan bumi lalu kemudian pada hari keenam Allah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang secitra dengan Allah, cerita dari keunikan itu sudah dimulai. Hampir semua ciptaan Tuhan yang tampak di bumi ini memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing. Entah itu bentuk, warna, kegunaan,  cara hidupnya, dan banyak lagi. Semuanya terasa begitu spesial, unik dan juga indah dalam sebuah harmoni alam semesta karya Tuhan.

Topik mengenai keunikan ini pun tak pernah lepas dari diri manusia. Dari sejak dahulu kala, manusia diciptakan berbeda-beda dengan segala keunikannya masing-masing. Tidak pernah ada satu manusia pun di dunia ini yang sama persis dalam berbagai bentuk kehidupannya. Pasti selalu saja ada yang berbeda dari masing-masing orang. Tapi justru dari perbedaan itulah setiap orang dapat selalu belajar bahwa “aku” sebagai seorang pribadi memiliki sesuatu yang berbeda dengan orang-orang di sekitarku. Perbedaan itu bukanlah sebuah keburukan melainkan menjadi sebuah hal yang sangat indah untuk selalu disyukuri. Bukankah pelangi terlihat indah karena terdiri dari berbagai warna dan bukannya satu warna saja. Kiranya hal itulah yang menjadi sebuah nilai berharga dari perbedaan antar masing-masing manusia, perbedaan membuat sesuatu menjadi indah.

Sebuah kesempatan yang berharga yang boleh saya alami  dalam kehidupan ini adalah perjumpaan dengan anak-anak penyandang distabilitas di Panti Asuhan Bakti Luhur, Yogyakarta. Pengalaman berjumpa dan bertegur sapa dengan orang-orang yang mungkin bisa dikatakan tidak sesempurna manusia dalam gambaran yang normal. Mereka hadir sebagai salah satu ciptaan unik dari Tuhan yang juga menjadi bagian yang indah dari kehidupan ini. Segala bentuk keadaan ataupun kondisi mereka juga adalah perwujudan yang nyata dari kehadiran Tuhan. Bahwa Tuhan tidak hanya hadir dalam hal-hal yang terlihat sempurnya, namun Tuhan juga hadir dalam hal-hal yang di mata manusia kurang sempurna.

Perjumpaan pertama saya dengan mereka sungguh mengesankan dan tak terlupakan. Masih sangat teringat jelas senyum anak-anak maupun orang tua yang saya temui. Dalam segala kekurangan mereka, mereka tak pernah kehilangan senyum untuk membuat saya kemudian menjadi tersentuh, “Jika mereka dapat mensyukuri hidup ini mengapa saya tidak?”. Sebuah permenungan yang kemudian membuat saya juga membalas senyum mereka.

Saya kemudian mencoba untuk bertanya dan bercakap-cakap dengan mereka. Meskipun ada dari mereka yang tidak dapat berbicara, tapi dari raut muka mereka, dari gerakan mereka, dari rekahan senyum mereka, mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang dapat mereka ucapkan. Mereka telah menunjukkan kepada saya bahwa tak perlu menjadi normal untuk dapat menikmati hidup ini. Hanya butuh ketulusan dan kesederhanaan, maka akan membuat ini akan menjadi lebih indah dan bermakna.

Dalam perjumpaan itu juga, saya kemudian paham bahwa Allah pasti punya alasan untuk menciptakan mereka. Karena memang sejak awal dalam Kitab Suci dituliskan bahwa Allah menciptakan semuanya “baik adanya” (bdk. Kej 1:31). Kata “baik adanya” menjadi sebuah penekanan yang menarik. Bahwa sejak awal mula tidak ada hal buruk dimata Allah, semuanya baik. Hanya kemudian manusia yang menganggap sesuatu buruk atau tidak sempurnya.

Kadang kala, saya sampai pada keadaan di mana saya terlalu banyak “protes” dengan kehidupan ini. Entah karena monoton, membosankan, tidak bisa berbuat apa-apa, dan banyak hal lain. Bahkan kerap kali dalam doa-doa saya lebih banyak protes terhadap hal-hal yang tidak beres dalam hidup saya. Sangat jarang saya mau mengucapkan kata “Terima Kasih” atas segala kebaikan saya sudah saya terima, yang jika dibandingkan dengan hidup orang lain bisa dikatakan bahwa saya lebih beruntung.

Saya tidak pernah mencoba untuk sejenak membayangkan jika saya berada di keadaan sebagai orang yang tidak bisa apa-apa (cacat). Di saat hidup tidak mengizinkan saya berbuat sesuatu yang lebih. Kesempurnaan kadang kala memang membuat orang buta, tak pernah puas. Seolah-olah hidup yang saya miliki sekarang belum juga cukup. Padahal apa salahnya untuk bersyukur, berterima kasih atas hal-hal yang sudah saya terima yang belum tentu bisa diterima oleh orang lain di luar sana.

Para penghuni Panti Asuhan Bakti Luhur, Yogjakarta telah mengajarkan saya sesuatu yang tidak saya temukan pada orang-orang yang menganggap dirinya normal. Mereka hadir dengan gambaran anak-anak Allah yang sejati yang selalu berpasrah kepada Allah. Dalam banyak hal yang tidak mereka miliki, mereka memiliki sebuah sikap penyerahan diri yang begitu total dan begitu tulus tanpa embel-embel apa pun.

Sangat berbeda dengan sikap saya selama ini kerap kali terlalu banyak protes dalam hidup ini. Karena itulah pengalaman ini menjadi sebuah momen bagi saya untuk melihat kembali diri  saya selama ini.

Dalam perjalanan melihat diri itu, saya akhirnya sadar bahwa masih ada banyak hal yang belum saya lakukan dan kurang saya syukuri dalam hidup ini. Para penghuni Panti Asuhan Bakti Luhur telah memberikan saya sebuah pesan yang sangat menarik mengenai keunikan dari hidup ini dan pentingnya rasa syukur.***

Frater Derry Cristofer, tinggal di Seminari Tinggi Anging Mammiri, Yogjakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini