Kristologi Antariksa, Sekelumit Refleksi Teologi

861

HIDUPKATOLIK.COM – PADA Hari Minggu terakhir dalam tahun gerejawi alias Tahun Liturgi, Gereja merayakan Kristus Raja Semesta Alam. Pernah kepada seorang warga Keuskupan Bogor ditanyakan oleh anak muda: “Bagaimana caranya makhluk aliens itu bisa kenal siapa Raja semesta alam?” Pertanyaan ini kemudian diteruskan kepada saya, dan bersama ini saya mengemukakannya sebagai bahan renungan kita.

Planet bumi ibarat sebutir debu kecil-kecilan yang melayang-layang dalam seberkas sinar matahari dalam universum yang tak terbatas dan terus meluas. Menurut pendapat kebanyakan ilmuwan dewasa ini cakrawala akan tetap meluas, dan tidak menciut lagi, sebagaimana mayoritas dari mereka masih pikirkan sekitar 30 tahun yang lalu.

Alam semesta yang luasnya tak terhingga  ini dengan jumlah galaksi yang tak terbilang dianggap terjadi karena “big bang”, ledakan (gas) purba, 13,7 miliar tahun yang lalu. Untuk menyadari lamanya waktu sebelum akhirnya  manusia muncul di panggung dunia, baiklah kita memandang “kalender tahunan” yang disusun oleh George Coyne, mantan direktur Observatorium Astronomi Vatikan dan anggota Serikat Jesus (SJ). Kalau terjadinya ledakan gas purba ditempatkan pada 1 Januari, maka manusia muncul di bumi ini pada 31 Desember jam 24 kurang dua menit! Kalender ini adalah sebagai berikut:

1 Januari                                     Big bang (ledakan purba)

7 Februari                                   Terjadinya galaksi

14 Agustus                                 Terjadinya bumi

4 September                               Gejala kehidupan pertama muncul di bumi

25 Desember                              Dinosaurus muncul di bumi

30 Desember                              Punahnya dinosaurus

31 Desember, jam 19:00            Leluhur pertama manusia (“Primat”)

Jam 23:58              Manusia pertama

Jam 23:59.30         Era pertanian

Jam 23:59.47         Piramide yang pertama

Jam 23:59.58         Kelahiran Yesus

Jam 23:59.59         Kelahiran Galileo Galilei

Jam 24                   Hari ini

Jika alam semesta terjadi sebagai akibat ledakan purba, dari mana atau mengapa ledakan itu? Pertanyaan ini – katanya —  tidak ilmiah, maka tidak dipikirkan oleh para astronom.

Butir debu yang bernama “Planet Bumi” tidak ada arti sama sekali dalam keseluruhan jagat raya. Namun yang memang mengherankan ialah keistimewaan yang — sejauh kita ketahui — hanya dimiliki planet-mini ini: ada atmosfer, ada air, ada kehidupan nabati, hewani dan insani.

Dan, di antara para insan ada yang beriman, ada yang tidak. Iman kita ini diteruskan turun temurun oleh umat Israel (untuk Kitab Perjanjian Lama) dan para Rasul serta anggota Gereja Purba (untuk Kitab Perjanjian Baru). Pada waktu jadinya Alkitab,  orang tidak tahu-menahu tentang bentuk “bola” bumi ini, tentang gerak bumi  mengelilingi matahari dan tentang tak terbatasnya cakrawala. Orang menganggap bumi sebagai datar dan terapung di atas air. Mataharilah yang dianggap bergerak: “…..Sang surya menempuh jalan peredarannya…….. Dari ujung langit yang satu ia beredar ke ujung yang lain…..” (Mzm 19). Ucapan ini bukan hanya bahasa puitis tetapi di zaman itu diartikan juga secara harfiah. Pandangan yang geosentris ini tetap menjadi pendapat umum sampai abad XVI ketika berkat karya dua ahli ilmu bintang yaitu Nicolaus Kopernikus dan Galileo Galilei. Baru sejak itu orang mulai menyadari heliosentrisme: bumi mengitari matahari

Tentang alam semesta kita mengimani bahwa tidak terjadi “begitu saja” atau kebetulan, tetapi diciptakan. Namun bagaimana alam semesta terjadi, itu bukan soal iman melainkan soal ilmu pengetahuan. Tentang cara alam semesta terjadi (=kosmogoni) dan cara gejala kehidupan berkembang di bumi ini, ilmu pengetahuan mengemukakan teori big bang dan teori evolusi. Kedua teori ini  merupakan keterangan ilmiah  paling baik yang kita miliki saat ini. Keterangan ini tidak diketahui pada zaman digubahnya kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian. Waktu itu, sekitar tahun 1000 sebelum Masehi, ilmu pengetahuan belum mencapai tingkat perkembangan yang sekarang dicapainya.

Dalam pada itu pentinglah diingat bahwa Kitab Suci  bukanlah buku ilmu pengetahuan (entah ilmu alam entah ilmu sejarah) melainkan buku iman (yang tentunya memuat juga unsur-unsur historis, secara khususnya peristiwa yang penting bagi sejarah keselamatan. Akan tetapi sambil menyatakan bahwa alam raya diciptakan Tuhan (= warta iman) Alkitab serentak mengungkapkan juga  bagaimana penciptaan itu terjadi.  “Bagaimana”-nya itu bukanlah warta iman melainkan pandangan “ilmiah” ala taraf perkembangan ilmu di zaman itu.

Adanya Allah yang bukan hanya pencipta tetapi juga pengasih dan penyayang itu tak mungkin menjadi pokok bahasan ilmu pengetahuan. Adanya Allah yang demikian boleh kita imani. Begitu pula menjadi pokok iman bahwa di butir yang melayang-layang di angkasa dan yang disebut “bumi”, penghuni insaninya pada awal mula melakukan kesalahan yang fatal. Mereka sendiri tidak mampu keluar dari keadaan “dosa asal” itu tanpa campur tangan sang Pencipta sendiri yang Sabda-Nya menjelma menjadi manusia untuk “menebus” dosa itu dan sekaligus untuk menyelesaikan proses penciptaan. Yang disebut terakhir ini dinamakan hari kiamat, hari kedatangan kembali Tuhan Yesus dengan semarak dan mulia, bukan secara hina dina seperti pada kedatangan-Nya yang pertama di kandang Betlehem.

Pada Hari Terakhir itu segala yang jahat dan buruk akan dihancurkan, sedangkan segala yang baik dijadikan lebih baik lagi, sehingga akan muncul  “langit yang baru dan bumi yang baru” (bahasa kiasan!). Kapan Hari itu akan tiba, “tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri” demikianlah sabda Tuhan Yesus (Mat 25:13). Yang memang kita ketahui yaitu kita bisa “mempercepat kedatangan hari Tuhan” (II Ptr 3:12) dengan sekarang sudah mulai hidup seperti dikehendaki oleh Sang Pencipta /Pembebas/Pembaharu hidup kita. Seandainya sekarang ini setiap orang tidak berbuat dosa lagi melainkan hanya melakukan apa yang tepat dan benar di bidang religius, moral dan sosial, ekonomi dan ekologi, maka Hari-H itu telah tiba.

Sekian mengenai planet Bumi. Planet-planet lain, keadaannya bagaimana? Keadaannya yang fisik akan diteliti oleh ilmu pengetahuan. Jikalau ada makhluk berbudi di planet lain, keadaan spiritual mereka bukanlah urusan ilmu pengetahuan melainkan urusan iman. Kalau ada penghuni di planet lain, belum tentu bahwa mereka pun telah jatuh dalam dosa. Kalau tidak mengenal dosa asal, mereka juga tidak membutuhkan seorang Penebus yang wafat dan bangkit demi menyelamatkan mereka dari dosa. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa Kristus tidak akan datang kepada mereka. Sebagai bagian dari karya penciptaan, planet-planet lain tidak berbeda dengan Bumi. Yan lain pun berada  “dalam proses”. Mengingat peranan sentral Kristus dalam proses penciptaan, kita percaya bahwa Ia juga akan mendatangi mereka untuk  menyelesaikan apa yang telah dimulai oleh-Nya. Juga jika karya penebusan tidak perlu karena tidak ada dosa, karya penyelesaian toh akan terjadi karena penciptaan merupakan sebuah proses yan berlangsung terus sampai pada hari kiamat.

Jadi, kita mengimani bahwa bukan hanya planet bumilah yang diciptakan Allah melainkan segala sesuatu, termasuk semua “benda langit”, seluruh cakrawala yang berbintang-bintang itu. Segala-galanya merupakan hasil penciptaan (Firman) Allah  “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia (yaitu Firman) dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan” (Yoh 1:3). “Di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surge dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan  oleh Dia dan untuk Dia” (Kol. 1:16). Kutipan dari surat Kolose ini merupakan sebuah kidung yang bagian pertamanya (ayat 15-17) menyangkut karya penciptaan, sedangkan bagian kedua (ayat 18-20) mengenai karya penebusan. Seandainya ada makhluk berbudi di planet lain dan seandainya mereka itu tidak pernah jatuh dalam dosa, maka hanya bagian pertama saja yang berlaku bagi mereka itu.

“Nasib Para Alines”

Menjawab pertanyaan orang muda yang menjadi titik tolak artikel ini: “nasib” para aliens itu (kalau mereka ada) tidak kita ketahui Namun boleh kita serahkan dengan tenang hati kepada Tuhan yang selain pencipta, juga pengasih dan penyayang,  Kita sendiri tidak mengetahui apakah mereka mengenal Kristus Raja Semesta Alam, sebab wahyu Allah kepada kita hanya menyangkut satu planet “bumi” saja, yang dalam keseluruhan alam semesta tidak ada arti, tetapi bernilai begitu tinggi di mata Sang Pencipta sehingga Ia sudi memperhatikan kita dengan cara yang tak terbayangkan, seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (Ikor. 2:9; Bdk.  Rom 8:28).

Bahwa Kristus itu bukan hanya Raja langit dan bumi tetapi juga Raja  antariksa, Raja Semesta Alam – itu boleh kita percaya karena dianugerahi iman akan Allah Pencipta Yang Maharahim, sumber segala sesuatu. Iman kita ini penuh misteri. Di bumi ini misteri iman yang kita maklumkan ialah wafat Kristus; misteri yang kita muliakan ialah kebangkitan-Nya; misteri yang kita nantikan dengan rindu ialah kedatangan-Nya; dan misteri yang kita renungkan dalam artikel ini ialah  Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam.

Kalau “belum nyata bagaimana keadaan kita  (sendiri) kelak” (1 Yoh 3:2), apalagi belum nyata bagaimana keadaan para penghuni planet-planet lain (kalau di sana memang ada penghuni). Namun misteri ini pun patut dimasukkan ke dalam khazanah iman kita.

Bahwa Kristus itu bukan hanya Raja langit dan bumi tetapi juga Raja  antariksa, Raja Semesta Alam….”

 

Pastor Nico Syukur Dister, OFM
Guru Besar STFT “Fajar Timur”, Jayapura

HIDUP, Edisi No. 44, Tahun ke-75, Minggu, 31 Oktober 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini