Staf Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama, Pastor Markus Solo Kewuta, SVD: Kita Butuh Terowongan dan Jembatan, Bukan Tembok Pemisah (3)

392
Wapres KH Ma'ruf Amin (tengah) saat meninjau terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta (Foto: Humas KAJ)

HIDUPKATOLIK.COM – TEROWONGAN yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta telah rampung. Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin sudah melewatinya saat berkunjung ke Katedral baru-baru ini. Terowongan yang disebut sebagai Terowongan Silaturahmi ini kian mengukuhkan dialog yang kian mendalam antarumat beragama di Tanah Air. Terkait dengan hal ini, hidupkatolik.com mewawancarai Pastor Markus Solo Kewuta SVD, Staf Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama, Desk Islam di Asia dan Pasifik, dan Wakil Presiden Yayasan Nostra Aetate di Takhta Suci Vatikan. Sebagian wawancara ini telah dimuat di Majalah HIDUP, Edisi No. 43, Tahun ke-75, Minggu, 24 Oktober 2021. Kami akan menurunkan wawancara ini dalam tiga seri secara bersambung.  Berikut seri ketiga/terakhir:

 

Pastor Markus Solo Kewuta SVD (kanan) dan Imam Muhammad Hassan Abdulghaffar asal Mesir, mantan Imam Masjid Raya Roma. (Foto: Arsip Pribadi)

Di tingkat lokal (daerah), menurut pengamatan Pastor, ‘jembatan-jembatan’ apa saja yang perlu diperkuat atau dibangun? Khusus di kalangan anak-anak dan orang muda, apa yang perlu dilakukan?

Anak-anak muda janganlah takut terhadap satu dengan yang lain hanya karena berbeda agama. Generasi-generasi sebelum kita sudah menunjukan berbagai cara yang bagus untuk hidup bersama secara rukun dan damai, dan bekerja sama untuk kemerdekaan bangsa dan membangunnya sehingga diterima saat ini dalam kondisi yang indah. Zaman kemajuan komunikasi ini memudahkan kita untuk saling berkomunikasi dan saling mengenal. “Dikenal maka disayang” bukan saja sebuah prinsip romantis untuk kaum muda dalam mencari jodoh. Prinsip ini juga sangat manjur dan cocok di dalam konteks relasi antar agama. Saling mengenal adalah jalan menuju saling memahami dan dengan itu pula saling mengasihi. Orang saling membenci biasanya karena tidak saling mengenal dan memahami secara baik.

Jangan pula menggunakan medsos untuk memprovokasi sensitivitas agama atau menyebar hoax yang pada akhirnya hanya memecahbelahkan persatuan antarumat beragama. Sebaliknya gunakan medos untuk menciptakan pertemanan dan persahabatan lintas agama dan lintas etnik. Juga untuk berdiskusi dengan kaum muda dari agama lain untuk bekerja sama demi menginspirasi banyak kaum muda lainnya yang masih terperangkap oleh sentimen-sentiman tradisional dan fundamental, dan belum bisa keluar dari bayangan yang memenjarakan mereka ini.

Apa himbauan Pastor sehubungan dengan upaya terus membangun jembatan silaturahmi antarumat beragama?

Saya teringat buku dari penulis, diplomat dan penerima hadiah nobel berkebangsaan Yugoslavia  Ivo Andric (1892-1975) berjudul “ The Bridge on the Drina”. Di sana Beliau mengisahkan percakapannya dengan seorang Muslim yang mengatakan “Jembatan adalah karya Tuhan dengan meletakan sayap-sayap malaikatNya agar manusia bisa menyeberang ke tempat yang lebih pasti”.

Kisah yang sama dikutip oleh Paus Fransiskus ketika bercakap-cakap dengan para wartawan di dalam pesawat setelah kunjungannya ke Maroko bulan Maret 2019 lalu. Berbasis pada pernyataan di atas Beliau mengatakan, “Barang siapa membangun tembok, dia sendiri akan terkurung di dalam tembok itu. Barang siapa membangun jembatan, membuka jalan untuk sebuah perjalanan panjang”.

Terowong Jakarta adalah sebuah jalan yang membuka sebuah sejarah petualangan baru dan panjang antara umat Islam dan umat Katolik (Kristiani) di Indonesia, asalkan tetap digunakan. Kita bersukur bahwa di tengah situasi dunia yang semakin sering dihantui oleh kekuatan kegelapan, umat Katolik dan Islam, sekalipun tidak selamat dari kesulitan dan krisis relasi, berkehendak baik untuk memerangi kekuatan jahat itu, dan sebaliknya bersatu padu dan bekerjasama untuk kebaikan bersama. Ini adalah sebuah pesan kuat, bukan saja untuk bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, malainkan juga untuk dunia.

Mari terus membangun terowongan dan jembatan, dan bukan ghetto atau tembok pemisah. Kita  butuh terowong dan jembatan, bukan tembok pemisah.(Tamat)

F. Hasiholan Siagian

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini