Possesio Kanonika Uskup Agung Palembang: Berjalan Bersama-sama Yesus

452
Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ (kanan) menyerahkan tongkat penggembalaan kepada Mgr. Yohanes Harus Yuwono, Uskup Agung Pelembang yang baru. (Dok Panitia)

HIDUPKATOLIK.COM – Makna simbolis estafet kepememimpinan kegembalaan terlihat jelas oleh umat ketika uskup emeritus menyerahkan tongkat kepada uskup yang baru.

Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap, Uskup Agung Medan, memperlihatkan Bulla Paus Fransiskus pada Instalasi Uskup Agung Palembang, Minggu, 10/10/2021 di Gereja Santo Joseph Palembang. (Dok Panitia)

MGR. Kornelius Sipayung, OFMCap melangkah dari mimbar menuju depan altar Gereja Santo Yoseph Pelembang, Minggu petang, 10/10/2021. Di langkah-langkahnya itu, kedua tangannya mengangkat sebuah lembaran kertas, yang tiada lain ialah Bulla Paus Fransiskus. Bulla yang merupakan surat keputusan pemilihan dan pengangkatan Mgr. Yohanes Harun Yuwono sebagai Uskup Agung Metropolitan Palembang. Usai menunjukkan Bulla tersebut, Uskup Agung Keuskupan Agung Medan itu membacakannya dalam versi terjemahan bahasa Indonesia.

“… Kami, yang oleh kehendak Kristus, merawat kawanan domba-Nya, menghendaki orang-orang yang layak untuk selalu dipilih guna memimpin Gereja. Karena itu, sekarang kami telah memandang Gereja Lokal Palembang yang tidak memiliki Uskup Agung setelah pengunduran diri Saudara kami yang terhormat, Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ. Jadi, dengan maksud menjawab kebutuhan akan kehadiran gembala baru, kami telah berpikir tentang Anda, Saudara terhormat, yang telah memimpin dengan baik Keuskupan yang dipercayakan kepada Anda sampai sekarang, dengan kebijaksanaan, kasih pastoral, dan hikmat.

Dengan demikian, setelah berpikir dengan baik dan mendengarkan pendapat dari Kongregasi untuk Penginjilan Bangsa-Bangsa, dengan kepenuhan Wewenang Apostolik Kami, setelah membebaskan Anda dari ikatan Gereja lokal Tanjungkarang, kami mengangkat Anda sebagai Uskup Agung Metropolitan Palembang, dengan semua hak dan kewajiban yang terdapat dalam jabatan baru Anda….”

Mgr. Sipayung menutup Bulla yang ditandatangani Bapa Suci, di Vatikan, 3 Juli 2021 itu. Undurnya Mgr. Sipayung dari mimbar diganti oleh Mgr. Yohanes Harun Yuwono. Ia mengajak seluruh umat untuk mengucapkan Syahadat Para Rasul, sebagai tanda kesatuan dalam iman dengannya sebagai uskup agung baru.

Pada giliran berikut, Uskup Emeritus, Mgr. Aloysius Sudarso SCJ mengambil tongkat kegembalaannya dan melangkah ke depan altar, yang disusul oleh Mgr. Yuwono. Berdiri dengan tongkat di tangan kirinya, Mgr. Aloysius menyapa Mgr. Yuwono yang berdiri di hadapannya, “Bapa Uskup Harun Yuwono, lanjutkanlah kepemimpinan penggembalaan Kristus di Keuskupan Agung Palembang ini! Jadilah gembala dengan penuh kasih! Terimalah tongkat ini!”

Selepas penyerahan tongkat kegembalaan itu, tugas presidensial perayaan liturgis selanjutnya pun beralih dari Mgr. Aloysius ke Mgr. Yuwono. Liturgi Ekaristi bergulir dengan khidmat dari tahap ke tahap hingga paripurna.

Makna Simbolis

Begitulah prosesi puncak acara Possesio Kanonika Uskup Agung Baru Keuskupan Agung Palembang (KAPal) di Gereja St. Yosef, Palembang, 10 Oktober 2021. Ditemui di sela-sela aktivitasnya sebelum perayaan, Ignatius Kardinal Suharyo menjelaskan bagian terpenting perayaan Instalasi Uskup Agung tersebut. “Ketika Bulla dibacakan, dan ketika serah terima dilakukan, otomatis Bapa Uskup Aloysius berhenti lalu secara resmi Bapa Uskup Yuwono memulai pelayanan apostoliknya,” urai Kardinal Suharyo.

Menekankan makna simbolis perayaan, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) itu mengakui bahwa persaudaraan di kalangan para uskup sangat akrab dan dekat. Persaudaraan pun tergambar pada perayaan itu. Meskipun dihelat di tengah pandemi, hadir sejumlah uskup dari pelbagai penjuru Nusantara sebagai bentuk dukungan. Uskup-uskup tersebut adalah Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung OFM Cap; Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarkom OFM; Uskup Bogor Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM; Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang; Uskup Agung Samarinda, Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF; Uskup Palangkaraya, Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, MSF; Uskup Ketapang, Mgr. Pius Riana Prabdi; Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San; Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat; Uskup Maumere, Mgr. Ewaldus Martinus Sedu; Uskup Weetebula, Mgr. Edmund Woga; Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Kanisius Mandagi, dan Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo.

Penandatangan dokumen penting peralihan kepemimpinan penggembalaan di Keuskupan Agung Palembang. Mgr. Yohanes Harun Yuwono sedang menandatangani dokumen. (Dok Panitia)

Terdorong oleh suasana tersebut, Kardinal Suharyo mengusulkan sesuatu yang lebih menawarkan makna simbolis dan persaudaraan terjadi dalam perayaan Instalasi Uskup Agung Palembang. “Di perayaan ini, saya mengusulkan agar yang memimpin itu langsung Mgr. Aloysius. Dengan simbol penyerahan tongkat kepada Mgr. Yuwono, umat akan lebih mudah memahami jika Bapa Uskup Aloysius sudah selesai masa baktinya dan menyerahkan tugas itu kepada Uskup Agung yang baru. Sesudah itu, yang melanjutkan untuk memimpin Misa perayaan ini ialah Uskup Agung yang baru. Dengan ini, makna simbolis dari estafet kegembalaan pun bisa sangat jelas dilihat oleh umat,” tuturnya, seakan hendak memberi penekanan bahwa tidak berarti dirinya menolak untuk memimpin perayaan itu.

Kiranya, demikian Kardinal, di sinilah makna Instalasi Uskup Agung yang baru semakin terang benderang. Instalasi, yang bisa dikatakan sebagai sebutan populer dari istilah possesio kanonika itu, berasal dari kata “instalare” (Latin), yang berarti menempatkan seseorang di tempat yang seharusnya. Dalam instalasi itu, Mgr. Yuwono ditempatkan sebagai uskup agung yang baru untuk KAPal. Mgr. Yuwono menerima penempatan tersebut dengan ketaatan suci dan sukacita.

Mgr. Aloysius Sudarso SCJ pada bagian awal Perayaan Ekaristi memimpin kemudian dilanjutkan Mgr. Yohanes Harun Yuwono. (Dok Panitia)

Mohon Doa

Menjadi uskup bukanlah merupakan kehendak dirinya. Demikian ungkapan Mgr. Yu, sapaan akrab Mgr. Yuwono, yang tersirat pada kata sambutannya. Mgr. Yu sangat ingat, bahwa sedari awal ia hanyalah ingin menjadi seorang imam yang taat dan setia kepada Allah dalam menemani peziarahan iman umat-Nya. Kehendak untuk menjadi seorang imam Tuhan yang taat dan setia ini jugalah yang mendorong dia mau menyediakan diri untuk menerima tugas sebagai Uskup Agung Metropolitan Palembang. Mewujudkan niat ini, Mgr. Yu pun menyadari sisi kelemahan manusiawinya.

Mgr. Yu berkisah. Ketika lahir, ia diberi nama Yohanes Yuwono oleh kedua orangtuanya. Nama “Harun” ia tambahkan sendiri ketika menerima tahbisan diakonat. “Tahun 1992, saya berkirim surat kepada ibu saya, Maria Napsiyah, yang saat ini hadir di sini. Saya memohon maaf karena menambahkan kata ‘Harun’ pada nama yang diberikan beliau kepada saya. Harun, bagi saya, adalah teladan dan peringatan,” tuturnya.

Ketua KWI/Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo menyampaikan khotbah pada Perayaan Ekaristi Instalasi Uskup Agung Keuskupan Agung Pelembang, Minggu, 10/10/2021 di Gereja Santo Jopseph, Pelembang. (Dok Panitia)

Seperti diceritakan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, Harun merupakan seorang imam Israel yang dipilih oleh Tuhan sendiri. Ia membantu tugas dan pelayanan Musa dalam menemani peziarahan bangsa Israel. Namun, di tengah panggilan kudusnya itu, ia malah bersama-sama umat Israel membuat lembu emas dan menyembahnya. Jika kini nama lengkapnya menjadi “Yohanes Harun Yuwono”, Mgr. Yu hanya ingin nama ini menjadi pengingat agar dirinya selalu menjadi imam yang rendah hati karena memiliki kelemahan manusiawi, agar dirinya tidak jatuh ke dalam dosa.

Sebagaimana Imam Harun, Mgr. Yu pun ingin menjadi imam yang membawa semua umat dengan segala sukadukanya di sanubarinya, di dalam doa-doa hariannya. Namun, dirinya mengakui sebagai manusia biasa yang mempunyai banyak kekurangan. Bahkan Harun yang istimewa itu pun bisa jatuh ke dalam dosa yang sangat berat, yang berkenaan dengan perannya sebagai imam Tuhan. Alih-alih setia menyembah Tuhan, dia bersama umatnya malah membuat lembu emas untuk disembah.

“Itulah sebabnya, nama Harun saya pakai sebagai peringatan diri yang terus-menerus agar melaksanakan kehendak Allah, sehati seperasaan dengan umat-Nya, dan jangan berdosa. Untuk itu, saya mohon didoakan,” tandasnya memohon.

Bersama-sama

Pada kesempatan possesio kanonika tersebut, Kardinal Suharyo mengajak umat KAPal untuk berefleksi bersama Gereja universal. Sebab, pada hari yang sama (10/10/2021), Paus Fransiskus memulai suatu perjalanan yang sangat panjang hingga tahun 2023, yakni sinode para uskup. Biasanya, sinode para uskup dijalankan pada saat sinode diundangkan. Belum ada dalam sejarah Gereja Katolik, sinode dipersiapkan dari Gereja lokal atau sinode keuskupan. Paus Fransiskus memulai sejarah baru itu.

Mgr. Yohanes Harun Yohono (mengangkat Hosti) memimpin Perayaan Ekaristi setelah menerima tongkat kepemimpinan penggembalaan dari Mgr. Aloysius Sudarso SCJ. (Dok Panitia)

Judul sinode para uskup tersebut ialah Sinodalitas: Persekutuan, Partsipasi, dan Misi. Di sini, apa yang hendak dikatakan oleh Paus Fransiskus sangat jelas. Salah satu ciri Gereja Katolik adalah sinodal, artinya berjalan bersama-sama. “Tentu yang diharapkan ialah bersama-sama, bersama Yesus. Sebab, jika hanya berjalan bersama-sama, kita bisa bertengkar seperti dua murid yang berjalan ke Emaus. Baru sesudah Yesus datang dan berjalan bersama-sama, mereka menjadi sahabat,” jelas Bapak Kardinal.

Menurut Kardinal, alur pemikiran Bapa Suci dalam sinode para uskup sangat mudah dibayangkan. Ketika kita berjalan bersama-sama dengan Yesus, dengan sendirinya akan tumbuh persekutuan. Jika sebagai Gereja kita bertumbuh dalam persekutuan, segenap warga Gereja akan terdorong untuk ikut berpartisipasi. Dan, ketika semua orang ikut berpartisipasi, akan berkembanglah kreativitas-kreativitas baru untuk menjalankan misi.

Mgr. Aloysius telah mengantar Gereja KAPal hingga pada sinode keuskupan II. Sinode III sedang dipersiapkan dan akan dilaksanakan oleh Mgr. Yuwono sebagai uskup agung baru. “Marilah kita berdoa secara khusus untuk KAPal. Semoga Gereja lokal ini berjalan bersama-sama, bersama dengan Yesus. Semoga perjalanan ini membuatnya tumbuh sebagai suatu persekutuan, di mana semua warganya berpartisipasi dan bersama-sama mencari serta menemukan kreativitas-kreativitas di dalam bermisi mewartakan wajah Allah yang adalah kasih,” ajak Kardinal memungkasi homilinya.

Berjalan dan Berdoa

Gereja KAPal diundang untuk berjalan bersama-sama dengan Tuhan Yesus dalam menapaki peziarahan ke depan. Kawanan diasporis di tiga wilayah provinsi (Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu) ini pun diminta berdoa bagi gembalanya yang baru, Mgr. Yuwono, yang akan memulai tugas apostoliknya.

Dua pesan tersirat tersebut kiranya menjadi sesuatu yang dominan dari prosesi Possesio Kanonika Uskup Agung Palembang. Kendati diselenggarakan dengan standar protokol kesehatan ketat dan disiarkan secara live streaming di beberapa kanal virtual, pesan ‘berjalan bersama-sama dan berdoa sebagai satu kawanan Gereja’ itu sudah dihayati sejak hari-hari sebelumnya.

Selain doa novena selama sembilan hari, pada malam menjelang hari instalasi (Sabtu, 9/10/2021) umat juga berpartisipasi dalam Ibadat Salve Agung Possesio Kanonika. Para uskup, imam, biarawan-biarawati, serta umat secara bersama-sama mengumandangkan puji-pujian serta doa permohonan di hadapan Sakramen Mahakudus. Isi doanya pun lugas, bersyukur serta memohon rahmat untuk Mgr. Aloysius yang akan menjalani masa purna baktinya dan untuk Mgr. Yuwono yang akan memulai tugas penggembalaannya.

Ibadat atau doa pada hari sebelum instalasi uskup sebenarnya bukanlah suatu keharusan. Kendati demikian, menurut Kardinal Suharyo, ini merupakan sesuatu yang sangat baik. Bentuk doanya bisa dipilih, misalnya dengan doa resmi Gereja berupa Ibadat Sore (Vesperae).

“Kemarin kan mengambil bentuk salve atau adorasi Ekaristi. Kalau tidak ada itu, sebenarnya instalasi ini juga sah-sah saja. Namun, menurut saya, salve ini sangat bagus karena memberi suasana rohani pada peristiwa pokok yang akan dilaksanakan esok harinya. Ini menjadi suatu moment bagi umat untuk berpartisipasi dalam mendoakan gembalanya,” jelas Kardinal Suharyo.

Kini, Uskup Agung Yu telah siap dengan tongkat kegembalaannya untuk berjalan bersama-sama dengan umat dan Tuhan Yesus. Berjalan bersama-sama sebagai sahabat. Berjalan bersama-sama dalam sukacita untuk mewartakan bahwa Allah adalah kasih, Deus caritas est.

Para uskup yang hadir berfoto bersama setelah berkat penutup. (Dok Panitia)

Elis Handoko dari Palembang

HIDUP, Edisi No. 43, Tahun ke-75, Minggu, 24 Oktober 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini