HIDUPKATOLIK.COM – MENGENAKAN aksesoris, semisal cincin, bagi banyak orang sesuatu yang lumrah. Berbeda dengan Uskup Terpilih Keuskupan Padang, Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX. Sebagai uskup, salah satu lambang yang akan dia pakai, adalah cincin. “Padahal saya enggak suka aksesoris yang melekat di badan. Saya hanya pakai arloji. Itu pun karena butuh saja,” ujarnya jelang tahbisan episkopalnya, Kamis, 7 Oktober 2021 di Gereja Santa Teresia, Padang, Sumatera Barat. Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo akan bertindak sebagai penahbis utama atas permintaan Mgr. Ruby, sapaan Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX.
Mgr. Ruby buka kartu. Ia pernah mendiskusikan ‘kegalauannya’ ini kepada penata busana yang biasa membantu kebutuhan uskup tertahbis. “Dia bilang, harus dibiasakan meskipun mulanya tidak enak. Nanti umat cium apa kalo jumpa Uskup?” ujar Mgr. Ruby menirukan ucapan sang penata busana tersebut. Mendengar ‘nasihat’ itu, dalam hati, Mgr. Ruby manggut-manggut sambil tersenyum.
Ia lalu teringat sebuah pengalaman bersama pendahulunya alm. Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFMCap. Saat itu, ia masih frater diakon. “Sesudah pesta gereja, kami diundang makan. Bapak Uskup Situmorang makan dengan tangan. Saya perhatiin cara makannya. Saya lihat, tangan Bapa Uskup penuh dengan nasi dan lauk yang lengket pada cincinnya. Lalu saya berbisik agar Bapa Uskup melepas cincinnya dulu. Tapi Beliau menikmati saja, tak melepasnya, bahkan menjilat nasi dan lauk yang nempel pada cincinnya itu,” ujar Mgr. Ruby mengenang.
Nah, terkait dengan cincin yang akan dikenakannya nanti setelah diberkati pada Vesper Agung, Rabu, 6/10/2021, Mgr. Ruby punya cerita lagi.
Konon, katanya, Nunsius karena simpati padanya lalu telepon sesudah pengumuman, bahwa Mgr. Ruby dapat cincin, mitra, dan tongkat hadiah dari Kongregasi Para Klerus di Vatikan. “Tapi, Nunsius mau beri juga cincin pastoralnya yang dia dapat dari Paus Fransiskus. Jadi saya punya dua. Karena itu pula, saya minta Nunsius yang tahbiskan saya,” ujar Mgr. Ruby terkekeh.
Biasanya cincin uskup berwarna kuning keemasan dengan lambang St. Petrus dan Paulus, lambang Konsili Vat II. “Tapi, saya lebih suka yang perak itu dengan cap logo Paus Fransiskus di belakangnya, karena warna peraknya. Itu nanti yang saya pakai,” ujar kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 15 November 1968 itu.
Di kalangan umat Katolik, mencium cincin atau tangan Uskup adalah sesuatu yang jamak. Bagaimana dengan Mgr. Ruby nantinya?
“Sudah pasti saya paling risih dengan perlakuan demikian. Tapi aneh, dulu kalau jumpa seorang bruder di Biara Xaverian di Padang atau seorang teman pengajar Kitab Suci yang dulu guru saya sewaktu novis, mereka suka cium tangan saya loh,” kenangnya geli. Itu jauh sebelum dapat panggilan ke Kedutaan Vatikan.
Masih soal cium tangan ini, Mgr. Ruby mengungkap sebuah kisah yang seolah ada tanda-tanda yang saat itu belum ia mengerti. “Ini yang paling aneh. Satu saat, saya jalan kaki dekat Skolastikat Xaverian di Cempaka Putih Raya. Tiba-tiba seorang pengangkut sampah cium tangan saya. Sampai saya kaget karena dia pernah saya bantu beli obat. Itu kejadian seminggu sebelum dipanggil Nunsius,” tuturnya.
Nah, kembali ke cincin pemberian Paus Fransiskus. Mgr. Ruby tentu ingin mencobanya. “Begitu masuk jari manisku, susah keluar. Lalu, Nunsius menyuruh saya menjilat sedikit, maksudnya diberi air liur supaya bisa lepas dan memang bisa lepas. Di situ saya teringat pengalaman saat Mgr. Situmorang menjilat makanan yang nempel pada cincinnya saat kami makan pada pesta gereja dulu itu,” ujar Mgr. Ruby sambil terbahak. “Kocak juga Nunsius kita,” timpal Mgr. Ruby yang juga seorang kartunis.
FHS