HIDUPKTOLIK.COM – AKU mencoba membenamkan diri di dalam Sengsara Yesus. Aku membayangkan Yesus menerima mahkota duri, pasti kulit kepala dan keningnya sangat sakit dan pedih tertusuk duri-duri tajam. Kulit di kakiku yang terkelupas sedikit saja, terasa perih sekali saat mandi. Aku pastikan Yesus jauh lebih menderita. Belum lagi beberapa cemeti mendarat berulang-ulang di punggungnya, pasti menoreh luka nan berdarah serta sakit tak terkira. Dalam kondisi babak belur berdarah-darah, Yesus yang sudah lemah dipaksa berjalan kaki sambil memanggul salib berat mendaki menuju bukit Golgota. Dia terjerembab sampai tiga kali namun tetap semangat bangkit lagi guna menuntaskan perutusan Bapa-Nya. Di bukit, Dia masih harus menahan sakit luar biasa, ketika paku sebesar jempol menghujam kedua tapak tangan dan kaki, membuatnya menyatu dengan kayu salib. Dia ditinggikan pada kayu salib. Selama di salib ketika paru-paru membutuhkan udara, Dia harus meluruskan badannya dan lagi-lagi ini siksaan luar biasa. Tepat pada jam kerahiman pukul 15.00 Yesus menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa.
Aku baru mengenal devosi Kerahiman Ilahi, dan salah satu praktik devosi adalah berdoa menenggelamkan diri di dalam Sengsara Yesus, pada Jam Kerahiman yakni pukul 3 petang, sambil menyembah dan memuliakan Kerahiman-Nya. Bila memungkinkan lakukan Jalan Salib atau ke gereja/kapel untuk menyembah Hati-Nya yang maharahim dalam Sakramen Maha Kudus (lihat BHSF #1572).
Selain berdoa pada Jam Kerahiman masih ada empat hal lain yang perlu dijalani terkait devosi ini, sesuai pesan Yesus kepada St Faustina: mengikuti Misa pada hari Minggu Pertama setelah Paskah, sebagai Pesta Kerahiman Ilahi; menghormati gambar Yesus yang Maharahim; tekun berdoa Koronka kepada Kerahiman Ilahi, doa ini istimewa karena Yesus sendiri yang mendiktekannya (lihat BHSF #476); serta menyebarluaskan devosi ini.
Berbicara mengenai devosi ini, mau tidak mau kita memang harus berkenalan dengan Santa Faustina, Rasul Kerahiman Ilahi. Faustina Kowalska lahir pada 25 Agustus 1905 di desa Glogowiec, Polandia. Ia memperoleh nama baptis Helena. Orang tuanya petani miskin namun saleh. Sehingga tak heran Faustina pun sejak kecil sudah menunjukkan kesalehannya. Usia tujuh tahun ia menyakini panggilan hidup membiara, namun ditentang orang tua. Saat remaja, ketika berada dalam pesta dansa, Faustina melihat Yesus dalam keadaan penuh luka berkata: “Berapa lama Aku harus bersabar menunggumu dan berapa lama engkau akan terus mencobai Aku?” (BHSF #9). Terdorong cintanya kepada Yesus, ia mengikuti perintah-Nya, pergi ke Warsawa dan masuk biara suster Kongregasi Bunda Allah Kerahiman pada Juli 1924. Di biara, ia dikenal sebagai Sr. Maria Faustina. Beberapa kali ia berpindah rumah kongregasi, antara lain Krakow, Plock, dan Vilnius, dengan tugas-tugas yang nampak sepele, sebagai juru masak, tukang kebun, dan penjaga pintu.
Sr. Faustina sangat rajin berdoa, ia biasa berdoa selama berjam-jam di hadapan Sakramen Mahakudus. Selain percakapan, ia beberapa kali juga mengalami penampakan Yesus, tak heran ia dijuluki mistikus Katolik yang sangat bernilai. Salah satu perjumpaan terjadi pada sore 22 Februari 1931. Ia melihat Yesus berpakaian jubah putih, dengan tangan kanan terangkat memberi berkat dan tangan kiri menyentuh jubah pada dada-Nya. Dari balik jubah terpancar sinar merah yang melambangkan darah yang memberi kehidupan kepada jiwa-jiwa dan sinar putih pucat yang melambangkan air yang menguduskan jiwa-jiwa. Lalu Yesus berpesan: “Lukislah sebuah gambar tepat seperti yang engkau lihat ini, dengan tulisan di bawahnya, Yesus Engkau Andalanku!” (BHSF #47). “Aku menghendaki agar gambar itu diberkati secara meriah pada hari Minggu pertama sesudah Paskah; Hari Minggu itu harus menjadi Pesta Kerahiman” (BHSF #49). Beberapa tahun kemudian, berkat bantuan seniman lukis bernama Eugenius Kazimirowski, gambar ini terwujud.
Mungkin Anda bertanya-tanya, apa itu BHSF yang diikuti dengan angka-angka? BHSF adalah Buku Harian Santa Faustina dengan penomoran yang diberikan oleh redaksi untuk membantu pembaca. Buku setebal hampir 1100 halaman ini merupakan buku harian Sr Faustina, yang ditulis atas perintah Yesus. Ia pernah membakar habis buku harian yang sedang ditulisnya, akibat pergumulan batin dan keraguan. Namun berkat dorongan pastor Michael Sopocko, bapak pengakuan utusan Yesus, ia menulis kembali buku hariannya. Buku ini ditulis selama empat tahun menjelang akhir hidup. Mengingat Sr. Faustina hanya berpendidikan dasar terbatas, dapat dimaklumi tulisan dan bahasa dalam buku ini sangat sederhana. Namun siapapun yang membaca buku ini akan menemukan kandungan teologis mendalam. Suatu kontras sehingga para ahli pun mengakui adanya pengaruh rahmat Ilahi.
Faustina meninggal pada 5 Oktober 1938 karena sakit. Fisiknya memang lemah, apalagi ia sering menjalani puasa berat sebagai silih untuk jiwa-jiwa yang didoakannya. Masa hidupnya singkat, tapi ia berhasil menunaikan misinya. Melalui BHSF, dunia diingatkan kembali akan kebenaran kasih maharahim Allah kepada setiap manusia, seperti yang telah diwahyukan dalam Kitab Suci tapi mungkin telah dilupakan. Ia menyampaikan pesan Yesus, agar kita selalu memohonkan kerahiman Ilahi bagi seluruh dunia, dengan menjalani lima praktek devosi kepada Kerahiman Ilahi. Ia pun memberi teladan dengan selalu mengandalkan Allah dan melakukan belas kasih kepada sesama.
Tuhan Yesus telah memilih perempuan sederhana, berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah, ringkih sering sakit-sakitan. Setelah menjadi suster, tugas-tugasnya pun hanya tugas sepele. Dengan segala keterbatasannya, Faustina berhasil dan Gereja mengakuinya sebagai orang suci.
Semoga apapun kondisi kita saat ini, tak perlu ragu untuk menjalani hidup dekat dengan Allah yang Maharahim. Andalkan Tuhan dalam setiap langkah kita dan setiap hari berbuatlah paling tidak satu tindak nyata berbelas kasih kepada sesama. Serta berdevosilah kepada Kerahiman Ilahi. Itulah yang Yesus minta dari kita.
Fidensius Gunawan, kontributor, alumni KPKS Tangerang