NAPAK TILAS JEJAK FRANCESCO

345
Basilika Santo Fransiskus Assisi (Foto: Dokpri Fidensius Gunawan)

HIDUPKATOLIK.COM – KETEMU rombongan pendemo, memang bikin kesal. Apalagi kalau sedang wisata. Hari itu ternyata ada demo di Roma, sehingga praktis melumpuhkan transportasi bus kota. Rencana  melanjutkan keliling menikmati Kota Abadi, menjadi batal. Terpaksa dibuatlah acara pengganti. Awalnya saya pilih melihat Menara Pisa, salah satu ikon Italia. Tapi suster Valen yang menamani kami di Roma saat itu,  bilang tidak bagus, membosankan karena hanya bisa foto-foto, tanpa dapat menemukan pengalaman lain. Suster mengusulkan mengunjungi Assisi, kota asal Santo Fransiskus Assisi dan Santa Clara. Kami langsung setuju. Lalu dari Stasiun Termini Roma, kami naik kereta. Perjalanan menuju Kota Assisi butuh waktu sekitar 2.5 jam.

Bikit Assisi di Kota Assisi, Italia.(Foto: Dokpri Fidensius Gunawan)

Assisi masuk wilayah Umbria dan tidak besar. Banyak destinasi menarik di kota ini, dan dapat dijelajah dengan jalan kaki dalam satu hari. Letaknya di perbukitan. Dari stasiun menuju pusat kota, jalanan menanjak, dan kami tempuh jalan kaki sekitar 45 menit. Pemandangan sekeliling yang terbuka, membuat tak terasa lelah. Setiba di kota, kita dapat menemukan kehidupan modern seperti café, hotel, toko roti, toko suvenir, tapi hampir semua bangunan adalah bangunan abad pertengahan. Dominan dengan dinding pasangan bata ekspos dan pintu berpelengkung. Selayaknya warisan abad pertengahan, jalan-jalan di kota berupa susunan batu. Mobil, untung sangat jarang, harus berjalan pelan karena banyak turis berseliweran.

Tujuan pertama kami tentunya Basilika Santo Fransiskus. Letaknya di puncak bukit sehingga kita dapat melihat pemandangan sekitar dengan mudah. Basilika yang besar ini terdiri dari dua bagian. Bagian bawah dibangun pada tahun 1228 – 1230, segera setelah Fransiskus, memperoleh gelar Santo. Bagian bawah basilika selain sebagai tempat Misa juga tempat Santo Fransiskus dimakamkan. Sedangkan bagian atas dibangun pada 1239-1253. Basilika memiliki plaza sangat luas pada bagian bawah dan  taman yang luas pada bagian atas. Setelah puas melihat-lihat basilika dan tentunya juga berdoa dalam gereja, kami mulai menyusuri jejak-jejak santo pendiri Ordo Fransiskan ini.

Sewaktu kuliah, saya pernah membaca riwayat hidup Santo Fransiskus Assisi. Jadi saya sangat antusias dalam menapak jejak kehidupan beliau. Mulai dari rumah masa kecil Giovanni Bernardone kemudian dikenal dengan nama Fransesco. Dia lahir pada 5 Juli 1182. Ayahnya seorang pedagang kain nan kaya raya. Sehingga Francesco mendapat  pendidikan yang bagus. Ia lancar berbahasa Latin dan banyak membaca buku. Namun ia tidak suka dengan gaya hidup dan kekayaan ayahnya.

Saat remaja, ia pernah memberikan segala apa yang ada padanya kepada seorang pengemis. Akibatnya ia mendapat amarah ayahnya. Menjelang dewasa, ia sering menyendiri mohon pencerahan dari Tuhan. Ia pernah berziarah ke Roma, mengemis dan hasilnya diberikan kepada orang-orang miskin.  Suatu saat ketika berdoa, ia mendengar suara yang meminta ia memperbaiki satu gereja, ia yakin itu adalah gereja Santo Damianus, dekat Assisi, yang memang sudah rusak parah. Ia menjual kudanya, mengambil dan menjual gulungan kain dari toko ayahnya. Semua uang yang terkumpul diberikan kepada pastor untuk biaya perbaikan gereja. Kami sempat mengunjungi gereja tua ini, tidak besar namun ketika berada di dalam gereja, terasa sangat meneduhkan hati.

Tindakan Francesso mencuri kain di toko, membuat ayahnya marah besar dan Francesco dikurung selama beberapa waktu di satu kamar gelap di rumah. Kamar kecil ini, sekarang terang karena ada lampu dan juga patung Francesco sedang berlutut. Melalui teralis jendela kamar, kami bisa mengintip kondisi kamar dari jalan setapak samping rumah.

Ruang Kurungan Santo Fransiskus Assisi (Foto: Dokpri Fidensius Gunawan)

Walau ditentang ayahnya, Francesco tidak menyerah dan kemudian memilih melepas semua hak waris dan hidup miskin. Ia memakai jubah kasar, dan telanjang kaki. Dia berkeliling jalan kaki, menolong orang-orang miskin, dan mewartakan Injil.

Tidak hanya itu, ia juga dikenal sebagai sahabat alam. Ia sangat menghargai alam sebagai anugrah Tuhan. Ia menyapa tumbuhan, dan bercakap-cakap dengan binatang. Burung-burung dinasihati untuk memuliakan Allah. Kelinci dinasihati untuk bertindak hati-hati agar tidak masuk perangkap. Bahkan ada kisah ia menjinakkan seekor serigala buas yang mengganggu kehidupan penduduk Kota Gubbio dan membuat perdamaian antara serigala dan penduduk, sehingga selama dua tahun, sebelum meninggal, serigala hidup damai bersama penduduk kota.

Salib Damianus (Foto: Dokpri Fidensius Gunawan)

Ada hal istimewa lain pada diri Fransesco. Pada September 1224 saat sedang bermeditasi di Gunung Alverna, Utara Assisi, Francesco menerima stigmata. Tak banyak orang yang tahu, karena ia berusaha menutup stigmata yang diterimanya. Tanda luka Yesus ini terus ada sampai ia meninggal pada 3 Oktober 1226.

Pilihan hidup Francesco ini menarik hati banyak pengikut sehingga pada tahun 1209 berdiri OFM (Ordo Fratrum Minorum) di sebuah gereja kecil, Portiuncula. Sekarang kita bisa temukan bagian dari gereja kecil ini di dalam Basilika Kepausan Santa Maria Para Malaikat, Assisi. Kami sempat mengunjungi gereja ini. Unik, karena ada gereja dalam gereja. Sayang ada larangan mengambil foto dalam basilika ini.

Para Fransiskan di depan Portiuncula (Foto: Dok. Romo Albertus Purnomo, OFM)

Tidak hanya para pria yang tertarik dengan karya Francesco,  seorang gadis remaja bernama Clara, kelahiran 1193, walau keturunan bangsawan, juga terpikat. Clara mengikuti jejak Francesco, mengabdikan hidup melayani orang-orang miskin, lalu membentuk Ordo Santa Clara pada 1212. Clara berusia 60 tahun saat meninggal. Makam Santa Klara kini berada di Basilika Santa Chiara, Assisi.  Gereja ini cukup besar. Tampak depan  berwarna pink dengan 3 lengkungan struktur di sisi kiri, menjadi ciri khas. Di dalam basilika ini, tergantung salib tua berbentuk khas. Salib ini berasal dari Gereja Damianus, sehingga kita mengenalnya sebagai salib Damianus. Selain makam, di dalam basilika juga terdapat museum yang menyimpan benda-benda peninggalan Santa Clara.

Basilikia Santa Clara (Foto: Dokpri Fidensius Gunawan)

Menapaki jejak seorang santo, yang hidup di abad ke-13, hampir 800 tahun lalu, membuat saya terharu biru. Pilihan hidup Santo Fransiskus Assisi yang sedemikian rupa dalam melayani orang-orang miskin dan tersisih, membuat saya menyadari bahwa semua pelayanan yang selama ini telah saya lakukan, menjadi tak berarti apa-apa.

Fidensius Gunawan, Kontributor, Alumni KPKS Tangerang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini