Menginspirasi dalam Diam

178

HIDUPKATOLIK.COM – Dia adalah pribadi yang sudah selesai dengan dirinya, ketika para imam lain masih fokus pada urusan dunia.

SUATU ketika di hari Jumat tahun 2013, ketika Fr. Nicensius Mety, CMM dalam perjalanan ke Komunitas Susteran Tarekat Maria Mediatrix (TMM), Wayare, Ambon. Hujan deras mengguyur Kota Ambon dan sekitarnya. Jarak antara Kota Ambon dan Wayare 14 kilometer. Fr. Nicensius sempat berpikir berulang-ulang untuk menghidupkan mesin sepeda motornya.

“Jauh, hujan, dingin, dengan jalanan licin. Belum lagi hampir terlambat untuk mengajar para suster novis TMM Wayare,” pikir Fr. Nicensius. Dalam hatinya ia ingin membatalkan perjalanan itu. Setelah menimbang-nimbang sejenak, Fr. Nicensius akhirnya memutuskan melanjutkan perjalanan. Mengenakan jas hujan dan sepeda motornya lantas menuju Wayare.

Jadwal mengajar pagi itu Pukul 08.00 WIT pagi. Fr. Nicensius terus mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Tetapi kali ini, dia menyerah. Hujan deras, banjir, dan licin membuatnyanya terpaksa berhenti. “Saya sempat berpikir coba tadi tidak datang, pasti tidak sebasah dan sedingin ini.”

Ketika keluar dari Kota Paso, dekat Wayare, dari jauh Fr. Nicensius melihat sosok yang tak asing. Sudah pasti itu adalah Pastor Cornelis Johannes Böhm, MSC yang juga setiap hari Jumat memimpin Misa di Susteran Wayare. “Saya kaget Pastor Böhm dengan sepeda motor tuanya, dibalut mantel hujan biru, menerobos hujan pulang dari Wayare. Umurnya jauh lebih tua dari saya, tapi semangatnya tak pernah uzur,” cerita Fr. Nicensius.

Lanjutnya, “Saya malu pada diri sendiri yang kadang takut menghadapi tantangan. Pastor Böhm melayani dengan semangat juang yang tinggi.” Perjumpaan di tengah hujan itu menampar Fr. Nicensius untuk “bangun dari tidur” memberi diri lebih sebagai pengikut Kristus.

Displin dan Tuntas

Hal yang sama disampaikan Ketua Sekolah Tinggi Pastoral Agama Katolik (STPAK) St. Yohanes Penginjil Ambon, Pastor Andy Sainyakit. Menurutnya, Pastor Böhm memiliki moto hidup age quod agis (lakukanlah apa yang dilakukan, dan lakukanlah itu dengan sepenuh hati). Keyakinan ini selalu disampaikan berulang-ulang kepada para dosen, frater di Seminari Tinggi St. Fransiskus Xaverius Poka, formator, dan mahasiswa/i STPAK. Bahkan Pastor Böhm sendiri menjadi contoh bagaimana menyatakan semboyan itu dalam seluruh doing dan beingnya.

            Sebagai contoh, kata Pastor Andy, dia melakukan semua itu dengan sempurna. Seperti menyiapkan bahan ajar, tugas memberi materi pembinaan, dan sebagainya. Hasilnya pun memuaskan banyak orang karena dikerjakan dengan sepenuh hati.  “Satu hal yang paling tidak disukai Pastor Bohm adalah menunda-nunda pekerjaan. Prinsipnya, kerjakanlah sebaik mungkin apa yang sudah direncanakan hari ini dan buatlah itu hingga tuntas. Menunda-nunda pekerjaan adalah tanda kemalasan,” ujar Pastor Andy.

Satu lagi, kata Pastor Andy, Pastor Böhm dikenal sebagai pribadi yang memiliki disiplin tinggi. Jadwal-jadwal pribadinya tertata dan jelas. Misal, Pukul 07.00 WIT sudah pasti di meja makan, Pukul 07.30 sudah dalam perjalanan ke kampus. Pukul 08.00 di dalam kelas untuk berdoa pagi. “Pastor Böhm tanpa jemu-jemu dan selalu konsisten menjalani tugas-tugasnya. Dia menggunakan setiap waktu untuk membaca, menulis, dan menonton berita. Dia tak pernah ketinggalan berita-berita aktual,” sebut Pastor Andy.

Frater Nicensius Mety, CMM
Pastor Andi Sainyakit

Berkaca dari kepribadian Pastor Böhm, ada beberapa keutamaan hidup yang dirangkum Pastor Andy. Pertama, Pastor Böhm fokus pada pekerjaan misi. Dia sudah selesai dengan dirinya, ketika para imam masih fokus pada urusan dunia. Ia fokus mewartakan Gereja karena itulah dia menghabiskan 55 tahun berkarya di Keuskupan Amboina.

Kedua, Pastor Böhm dikenal di kalangan umat Keuskupan Amboina sebagai man of Eucharist, man of prayer, dan man of the Bible. Baginya kekudusan hidup seorang imam ada pada Ekaristi, firman, dan doa-doa pribadi. “Pastor Böhm tak pernah lalai dalam doa pagi, Misa, dan meditasi, kecuali berhalangan sakit,” kata Pastor Andy.

Ketiga, Pastor Böhm adalah pribadi pemikir dan penulis. Dia tidak memiliki gelar akademik apapun, namun kaya dalam pengetahuan. Banyak tulisan tangan yang dihasilkan lewat buku dan buah-buah pemikirannya bisa digunakan hingga sekarang.

Keempat, Pastor Böhm seorang yang man of humility. Pastor Andy melukiskan pribadinya sebagai orang yang suka bertanya dan meminta pendapat bahkan nasihat dari para pastor muda. Sikap mendengarkan orang lain membuatnya makin bijaksana. Dia memiliki perhatian yang kuat kepada orang lain. Dia juga adalah pribadi yang rela berbagi. “Dia selalu memberi dari keutamaan cinta kasih. Wajar saja dia selalu dekat dengan orang miskin dan terpinggirkan. Dia bahkan menghafal nama-nama umat yang hidupnya susah dan membantu mereka,” sebut Pastor Andy.

Pribadi yang Setia

Sementara itu, Vero Lefteuw, alumni mahasiswa STPAK menyebutkan Pastor Böhm adalah sosok ayah yang baik yang selalu memperhatikan kehidupan para mahasiswanya. Dalam perkuliahan Pastor Böhm dikenal sebagai dosen yang disiplin dan selalu memperhatikan sedetail mungkin tugas dan pekerjaan mahasiswanya. Dia rajin memeriksa tugas-tugas dan setia menuntun mahasiswanya. “Mahasiswa yang kurang dibantu dengan diberi motivasi dan dukungan kepada mereka,” cerita guru Agama Katolik SDN Serayu, Yogyakarta ini.

Pastor Kees Bertens, MSC
Vero Lefteuw

Vero menambahkan, Pastor Böhm tak pernah ingin satu mahasiswanya tertinggal dalam pelajaran. Pendekatannya yang humanis membuat ia begitu dicintai dan diterima mahasiswanya. Dia mengajar mahasiswanya bagaimana menulis kosa kata bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengajar membaca not angka yang benar, dan banyak lagi. “Kadang-kadang ia harus berperan sebagai ayah, kadang-kadang juga menjadi pemimpin yang bijaksana. Dia mampu menempatkan diri di tengah-tengah mahasiswanya tanpa menjaga jarak,” ujar Vero.

Sedangkan Pastor Cornelius Adrianus Maria Bertens, MSC melihat Pastor Böhm sebagai orang yang baik. Dia tidak pernah menolak tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bahkan tugas itu dalam kaca mata manusia berat dan membosankan. Hal ini sudah menjadi kebiasaannya sejak Pastor Böhm menjadi frater. Dia orang yang diam dan penuh kasih dalam sikap, tapi tegas dan prinsip teristimewa hal-hal yang berkaitan dengan aturan Gereja atau aturan hidup berasrama.

Pastor Böhm adalah orang yang pandai dalam menempatkan diri dan bisa membawa diri di tengah umat. Meskipun tidak memiliki gelar akademik atau semacamnya, tetapi teman-teman angkatan mengenalnya sebagai orang yang memahami banyak hal. “Ia pandai pada pelajaran Bahasa Latin, Logika, Etika, Filsafat, dan pelajaran lainnya dikuasainya, apalagi soal Liturgi, Sejarah Gereja dan Katekese,” cerita Pastor Bertens.

Pastor Bertens ingat keduanya baru bertemu satu dengan lain ketika sama-sama masuk Novisiat MSC di Belanda tahun 1954. Pendidikan selanjutnya, hingga setahun sesudah ditahbiskan menjadi imam, dijalankan bersama. “Kami ditahbiskan pada tanggal 4 September 1960 sesudah itu studi dilanjutkan lagi satu tahun,” tambah Pastor Bertens. Menariknya dari tujuh orang yang ditahbiskan ketika itu, empat di antaranya bernama Kees, termasuk Pastor Böhm dan Pastor Bertens.

“Saat masih frater, misal dalam diskusi, saya ingat Pastor Böhm orangnya penuh kehangatan. Setelah semua lelah dan tidak sampai pada suatu pokok persoalan, biasanya dia yang tampil berbicara. Solusinya selalu dengan pendekatan humanisme yang pada intinya tidak jauh dari aturan Gereja,” papar Pastor Bertens.

Pastor Bertens melanjutkan mereka memang jarang bertemu, tapi selalu mengontak dan bertanya kabar. Keduanya hanya sebatas mengucapkan selamat hari jadi saat Ulang Tahun Imamat. “Saya pernah menjenguk Pastor Böhm tahun 2004 saat dirawat di RS Vinsensius a Paulo, Surabaya, unit Intensive Care. Kami bercerita panjang lebar dan saling menguatkan dalam panggilan kala itu,” tutur Pastor Bertens.

Ada lagi pengalaman menarik. Pastor Böhm pernah menjadi guru di Seminari Menengah MSC di Tilburg, Belanda. Ia selalu menyempatkan diri berkunjung ke rumah Pastor Bertens di Tilburg. Di sana dia bercerita banyak hal dengan ayah yang memiliki toko tembakau, sigar, atau sigaret. “Dia tidak saja mencintai sahabat seperjalanannya, tetapi juga terlibat dalam kehidupan keluarga saya. Wajarlah bila saya sedih atas kepergian sahabat saya. Pastor Böhm selalu menginspirasi dalam diam hingga tutup mata tidur panjanganya dalam pelukan Yesus,” tutur Pastor Bertens.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP, No.38, Tahun ke-75, Minggu, 19 September 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini