Moderator GDI, Romo Johan Ferdinand Wijshijer: Pesan Maria, Persiapkan Umat Beriman Hadapi Pandemi Maut

528
Romo Johan Ferdinand Wijshijer

HIDUPKATOLIK.COM – Penampakan Maria adalah salah satu tanda keprihatinan Ilahi yang menjawab pengharapan kaum beriman di dalam tragedi.

Banyak orang tidak mengerti atau sedikit memperhatikan bahwa ada pandemi besar usai Penampakan Maria di Fatima antara 13 Mei sampai 13 Oktober tahun 1917. Pandemi influenza (Flu Spanyol) menewaskan sebanyak 50 juta jiwa antara Februari 1918 sampai April 1920. Menarik sekali bahwa Gerakan Doa Imakulata (GDI) hadir tepat pada perayaan 100 tahun Penampakan Maria Fatima di tahun 2017. Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo merestui kehadiran GDI dan berkenan melakukan Konsekrasi Kota Jakarta/ Indonesia. Pada tanggal 13 Oktober 2017 pula, Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Romo Samuel Pangestu meresmikan Monumen Maria Imakulata di Gereja Katarina, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) – Paroki Lubang Buaya, Jakarta.

Tak lama kemudian akhir tahun 2019, pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia. Kehadiran GDI tepat pada waktunya sungguh mengulang kembali Penampakan Fatima mula-mula seabad silam. Panggilan Devosi Pemulihan Hati Maria Tak Bernoda tiap Sabtu Pertama di TMII penting menjadi perhatian umat karena tiga hal pokok ini. Pertama, Allah selalu hadir dalam tragedi kemanusiaan! Situasi utama saat penampakan Maria di Fatima tahun 1917 adalah dunia yang sedang dilanda tragedi perang besar. Perang Dunia I perwujudannya sangat mengerikan karena kehancuran makhluk hidup dan kota-kota akibat mesin perang modern yang diuji coba pertama kalinya. Orang pada masa perang itu penuh duka melihat kematian dalam jumlah besar dan berharap Allah campur tangan dalam tragedi kemanusiaan itu. Penampakan Maria adalah salah satu tanda keprihatinan Ilahi yang menjawab pengharapan kaum beriman di dalam tragedi kala itu, maka saat inipun Allah tetap hadir dan pengharapan iman kita tidak boleh melemah.

Kedua, Bunda Maria saat itu mengingatkan umat manusia akan perang yang lebih besar jika pesannya diabaikan. Maria sudah meramalkan dunia akan mengabaikan pesannya, sehingga Perang Dunia II akan terjadi, namun Hati Kudus Yesus dan Maria tetap akan menang. Saat Bunda Maria menetapkan hancurnya komunisme di Rusia, belum ada negara komunis. Rusia adalah kekaisaran bercorak Katolik Ortodoks. Penampakan Maria terakhir di Fatima terjadi 13 Oktober 1917, pemberontakan komunis Rusia (Revolusi Bolshevik) baru terjadi 17 November 1917. Revolusi ini menumbangkan Tsar Rusia dan memaksakan sistem komunisme Uni Soviet selama 80 tahun. Bubarnya komunisme harus terkait satu pribadi: St. Yohanes Paulus II, Paus yang sangat perhatian pada pesan Penampakan Maria Fatima serta mendorong umat melakukan Devosi Sabtu Pertama. Kehadiran Allah menjadi nyata dalam pribadi yang melaksanakan kehendak-Nya. Mereka yang bertekun dalam gerakan doa imakulata: prosesi, rosario, adorasi, Ekaristi, dan Sakramen Tobat telah mewujudkan cita-cita Ilahi, yakni kehancuran komunisme, mesin propaganda anti Allah.

Ketiga, Maria menerima putusan Ilahi yang menggunakan pandemi Flu menghantar Jacinta (6 tahun) dan Francisco (8 tahun) menjadi pendoa surgawi. Dua dari tiga anak gembala saksi Penampakan Fatima tewas karena pandemi maut. Tampak di sini, segala jenis kematian adalah netral sebagai jalan biasa untuk kembali ke dalam Kediaman Kekal, Rumah Surgawi. Lucia terus melaksanakan pesan Maria, menjadi Suster Karmelit, membujuk Paus Yohanes Paulus II menegaskan pesan Maria Fatima kepada umat, wafat dalam damai di usia lanjut (97 tahun). Bunda Maria tidak pernah menjanjikan hidup ragawi yang abadi, tetapi ia menjanjikan segala rahmat yang diperlukan dalam sakratul maut bagi jiwa beriman yang melaksanakan Devosi Pemulihan Sabtu Pertama. Dunia bukanlah cita-cita batin umat beriman, dunia adalah ladang perjuangan mencapai Kehidupan Kekal. Devosi Sabtu Pertama senantiasa mengundang kita dengan tegar beriman menghadapi tragedi kehidupan, pandemi saat ini hanya salah satunya. Jangan takut apalagi cengeng dalam kesulitan hidup duniawi.

Makna Monumen Maria Imakulata

Monumen Maria Fatima di Gereja St. Catharina, TMII.

Pagar: Rosario dengan 5 tiang. Pesan Bunda Maria untuk lakukan Devosi Pemulihan Hati Maria Tak Bernoda setiap Sabtu Pertama lima kali berturut-turut. Rosario sebagai pagar juga anjuran untuk berdoa Rosario setiap hari.

Tiga undakan tangga melambangkan tahapan kekudusan dan Tritunggal Mahakudus. Tiang penyangga Rosario ada pada undakan pertama untuk menunjukkan undangan bagi seluruh umat untuk memulai langkah kekudusan.

Rumah beton dengan 4 jendela, pesan Bunda Maria harus tersampaikan ke seluruh dunia di semua penjuru mata angin.

Atap kerucut piramidal menetapkan tujuan pada Allah. Rahmat-Nya tercurah di segala arah.

Bunda Maria dalam pondok beton melambangkan undangan umat bagi Bunda Maria Imakulata untuk hadir dalam rumah tangga masing-masing. Padahal dalam penampakan tahun 1917, Bunda Maria ada di awan, namun Gerakan Doa Imakulata (GDI) mengabadikannya dalam sebuah rumah karena mau menempatkan Devosi sebagai gerakan menguduskan keluarga.

Mahkota pada Bunda Maria Imakulata adalah lambang penyerahan kota, konsekrasi kota Jakarta /negara Indonesia pada Hati Maria Tak Bernoda. Mahkota ditahtakan oleh ordinaris wilayah (Uskup/Vikjen) saat Konsekrasi pertama dan saat re Konsekrasi tiap tahun

Warna putih secara keseluruhan bangunan (kecuali atap) melambangkan: awan tempat Maria menampakan diri di Fatima. Melambangkan juga cita-cita kesucian dan rumah surgawi.

HIDUP, Edisi No. 32, Tahun ke-75, Minggu, 8 Agustus 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini