HIDUPKATOLIK.COM – “Aku minta … kamu menyambut Komuni Kudus sebagai laku silih pada setiap Sabtu Pertama.”
BUNDA Maria kembali membuka tanganna seperti yang dilakukan dua bulan sebelumnya. Tangan itu terbuka di hadapan tiga anak penggembala di Fatima, Jacinta Marto (6), Lucia dos Santos (9), dan Francisco Marto (8) pada 13 Juli 1917. Ini adalah penampakan ketiga bagi mereka. Pada penampakan kedua, 13 Juni 1917, Bunda Maria untuk pertama kalinya berjanji bahwa kepada siapapun yang berdevosi kepada Hatinya yang Tak Bernoda (Imakulata) akan diberi rahmat untuk mencapai keselamatan dan jiwanya akan dikasih Allah seperti bunga yang ia sendiri tempatkan langsung dihadapan Takhta Allah. Penampakan ketiga ini pun mengundang kembali untuk menghormati Hati Maria Tak Bernoda.
Dalam buku “The True Story of Fatima: A Complete Account of The Fatima Apparitions” karya Pastor John de Marchi, IMC dituliskan bahwa segera setelah tangan Sang Bunda terbuka, cahaya yang dipantulkan seolah menembus ke dalam bumi. Tampaklah seketika seperti lautan api dengan setan dan jiwa dalam rupa manusia tenggelam di dalamnya. Mereka bak bara hitam atau perunggu transaparan yang mengambang di api dan terombang-ambing oleh nyala api yang keluar dari dalam diri mereka bersama dengan asap besar. Mereka terhempas ke segala arah seperti tanpa bobot atau keseimbangan, merana dalam ratapan dan tangis kesakitan. Pemandangan itu mengguncangkan ketiganya.
Wajah mereka begitu pucat pasi sambil menatap Sang Bunda Kristus untuk meminta bantuannya. Dengan lembut Bunda Maria menjelaskan, “Engkau telah melihat Neraka, di mana jiwa-jiwa orang berdosa yang malang pergi. Untuk menyelamatkan mereka, Allah ingin mengembangkan di seluruh dunia devosi kepada Hatiku yang Tak Bernoda. Jika apa yang kukatakan ini dilaksanakan, banyak jiwa akan diselamatkan dan akan ada kedamaian di dunia. Aku minta … kamu menyambut Komuni Kudus sebagai laku silih pada setiap Sabtu Pertama.”
Penegasan Kembali
Permintaan untuk melaksanakan Sabtu Pertama ini diulang kembali kepada Lucia. Bunda Maria menepati janjinya di Fatima bahwa ia akan datang untuk meminta Komuni kudus sebagai laku silih pada Sabtu Pertama. Lucia adalah satu-satunya saksi penampakan Bunda Maria di Fatima yang hidup hampir satu abad. Sepanjang hidupnya ia setia mengabdikan diri sebagai utusan dari Hati Maria Tak Bernoda kepada dunia dalam panggilannya menjadi seorang biarawati Karmelit.
Delapan tahun setelah penampakan Fatima, Lucia akhirnya menerima pesan untuk melaksanakan praktik Devosi kepada Hati Maria Tak Bernoda dengan sangat konkrit. Pesan itu diberikan oleh Bunda Maria bersama dengan Kanak-kanak Yesus di Pontevedra, Spanyol pada 10 Desember 1925. Saat itu, Lucia yang berusia 18 tahun merupakan postulan susteran Dorothean. Dalam catatanya, ia melukiskan Perawan Tersuci menampakkan dirinya dengan di sisinya tampak Kanak-Kanak Yesus yang ditinggikan di atas awan yang terang.
Perawan Tersuci memegang pundaknya kemudian menunjukkan sebuah hati yang dikelilingi oleh duri yang ia pegang di tangan lainnya. Pada saat yang sama, Kanak-Kanak Yesus berkata: “Berbelaskasihlah pada Hati Ibu Tersucimu yang tertutup dengan duri, di mana mereka yang tidak tahu berterima kasih mencucukan duri setiap saat, dan tak ada seorangpun yang melakukan upaya untuk memulihkannya.” Kemudian Bunda Maria berkata, “Lihatlah putriku, Hatiku dikelilingi duri….setidaknya cobalah menghiburku dan mengumumkan dalam namaku bahwa aku berjanji untuk membantu di saat menghadapi kematian, dengan segala rahmat yang diperlukan untuk keselamatan. Semua orang pada hari Sabtu Pertama selama lima bulan berturut-turut harus mengaku dosa, menerima Komuni Kudus, mendoakan lima peristiwa Rosario, dan menemaniku selama 15 menit sambil merenungkan 15 misteri Rosario dengan niat untuk melakukan silih.” Dalam devosi pemulihan ini tindakan belas kasih, penghiburan, dan silih menjadi sikap batin. Keinginan untuk menghibur Tuhan pun menjadi fokus di mana kita diajak untuk menghibur Hati Kudus Yesus dan Maria. Melalui Hati Bunda Maria Tak Bernoda kita mampu memahami samudra belas kasih Hati Kudus Yesus yang begitu mengasihi umat manusia. Sekaligus belajar untuk mampu mengatakan “ya” pada setiap kehendak Allah. Sebab kedalaman hati seseorang adalah tempat dimana ia memutuskan untuk mengikuti atau menentang Tuhan dan Hati Maria adalah teladan pemberian diri sempurna kepada Allah (Luk 2:19 dan Luk 2:51).
Alasan Lima Kali
Permintaan mengikuti Sabtu Pertama selama lima kali berturut-turut pun menjadi sebuah pertanyaan tersendiri. Mengapa harus lima? Mengapa tidak tujuh, sembilan, atau lima belas? Agar mendapat penjelasan yang lebih mendalam tentang hal tersebut, bapa pengakuan Lucia, Pastor Jose Bernardo Goncalves, SJ meminta dalam suratnya untuk menjelaskan alasan lima kali devosi Sabtu Pertama. Usai menyelesaikan jam suci di depan Sakramen Mahakudus di biara di Tuy pada suatu Kamis malam, Lucia membalas pesan itu.
Dalam visiun tertanggal 29 Mei 1930 itu, Tuhan Yesus sendiri memberi jawab. “Putriku, alasan untuk lima Sabtu Pertama sangatlah sederhana. Ada lima jenis pelanggaran dan penistaan yang dilakukan melawan Hati Maria yang Tak Bernoda, yakni, pertama, menyangkal bahwa Maria Dikandung Tanpa Noda. Kedua, menyangkal bahwa Maria Tetap Perawan. Ketiga, menyangkal bahwa Maria adalah Bunda Allah sekaligus menolak menerima Maria sebagai Bunda segenap umat manusia. Keempat, apabila berperan menanamkan dalam hati anak-anak rasa acuh tak acuh, penghinaan, kebencian terhadap Hati Tak Bernoda Maria. Kelima, pencemaran gambar-gambar kudusnya
Tuhan kita melanjutkan, “Inilah mengapa Putriku, alasan mengapa Hati Tak Bernoda Maria mengilhami-Ku untuk meminta tindakan silih kecil ini…pertimbangan itu untuk menggerakan rahmat-Ku untuk mengampuni jiwa-jiwa yang mengalami kemalangan karena menyinggungnya. Sedangkan untukmu, mohonkanlah selalu pengampunan bagi jiwa-jiwa malang ini lewat doa dan pengorbananmu agar menggerakan belas kasih-Ku bagi jiwa-jiwa malang ini.”
Tuhan Yesus menyatakan pula bahwa Devosi Sabtu Pertama dapat dipindahkan ke hari Minggu apabila ada alasan berat. Pengakuan Dosa pun dapat dilakukan pada hari Minggu. Yang terutama adalah meniatkan hati untuk memulihkan Hati Maria Tak Bernoda.
Cara Meditasi
Dalam buku tersebut juga dijelaskan bagaimana Suster Lucia menjalankan meditasinya setiap Sabtu Pertama. Aspek utama devosi ini adalah menemani Bunda Maria selama 15 menit sambil merenungkan 15 misteri Rosario. Tidak perlu merenungkan semua 15 misteri tetapi pilih satu atau dua misteri. Berikut cara Suster Lucia menjalaninya yang ia beberkan dalam surat kepada Pastor Martins.
Ia memulai dengan Peristiwa Gembira misterinya yang pertama, Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel. Di sini ia membayangkan dirinya melihat dan mendengar malaikat menyapa Bunda Maria, ‘Salam Maria, penuh rahmat.’ Kemudian ia meminta Bunda Maria untuk menanamkan ke dalam jiwanya kerendahan hati yang mendalam. Hal ini dilakukan agar dimampukan meneladani kerendahan hati Bunda Maria di mana ia mengakui dan menyatakan dirinya sebagai hamba Tuhan. Dari situ, ia berkomitmen untuk meniru Bunda Maria dalam kerendahan hati sekaligus menilik dalam batin apa kesombongan dan keangkuhan yang paling sering membuatnya tidak menyenangkan hati Tuhan. Berangkat dari pemeriksaan batin itu, ia pun mengungkapkan komitmen mengenai cara yang harus dilakukan untuk menghindarinya. “Begitulah saya membuat meditasi pada bulan kedua dengan merenungkan peristiwa gembira kedua dan seterusnya. Lalu melanjutkan dengan peristiwa yang lain hingga kembali lagi kepada peristiwa gembira,” tulis Suster Lucia.
Suster Lucia telah memberi kita contoh tanggapan yang murah hati dan penuh kasih terhadap permohonan Bunda Maria dari Fatima agar kita mencoba menghibur hatinya. Ketika kita mempertimbangkan dengan saksama beserta rahmat yang akan diberikan kepada mereka yang memenuhi persyaratan sederhana Bunda Maria, kita pasti akan memutuskan untuk dengan sungguh-sungguh mempraktikkan Devosi Lima Sabtu Pertama secara teratur sepanjang hidup kita. Seperti St. Yohanes Paulus II yang memberikan diri dalam tuntunan Hati Maria Tak Bernoda, kita saksikan hidupnya senantiasa dipenuhi rahmat pengudusan dalam menjalankan peziarahan di dunia hingga akhirnya bersatu dengan Kristus dalam kebahagiaan kekal.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP, Edisi 32, Tahun ke-75, Minggu, 8 Agustus 2021