Rahmat Devosi Sabtu Pertama

740
Perarakan Gerakan Doa Imakulata masa pandemi. (Foto: Bambang Ekosroyo)

HIDUPKATOLIK.COM – Telah banyak devosan yang mencecap manisnya buah Devosi Pemulihan Sabtu Pertama.

GAUNG panggilan untuk menghormati dan menghibur Hati Maria Tak Bernoda telah sampai pada hati umat Katolik di Indonesia. Seperti ketiga anak gembala di desa Fatima yang menyaksikan penampakan Bunda Kristus yang ingin senantiasa menghibur Allah dan Bunda-Nya, demikianlah kerinduan para devosan Hati Maria Tak Bernoda yang tergabung dalam Gerakan Doa Imakulata (GDI). Penampakan Maria Fatima menjadi titik sentral Devosi Hati Maria Tak Bernoda sebab Bunda Maria sendiri yang meminta untuk diadakan pemulihan (Red.silih) bagi hatinya yang terluka melalui Devosi Pemulihan Sabtu Pertama.

Awal Mula

Moderator GDI, Romo Johan Ferdinand Wijshijer yang akrab disapa Romo Fe mengisahkan, cikal bakal hadirnya GDI di Indonesia berawal dari salah seorang umat Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Sansan Hakim. Dalam pertemuan zoom dengan para devosan GDI pada Rabu, 28/7/2021, Sansan dari Brunei Darussalam menceritakan kisahnya.

Agatha Gabriela Felisitas
Sansan Hakim

Pada mulanya ia mengaku bukanlah seorang yang punya komitmen dalam berdoa Rosario atau memiliki kedekatan khusus dengan Bunda Maria. Namun suatu hari di sekitar bulan Juni atau Juli di tahun 2017, ia diajak oleh salah seorang berkebangsaan Filipina yang ia kenal dari pekerjaan. Kenalannya itu mengajaknya untuk mengikuti Devosi Sabtu Pertama. “Saya jujur tidak tahu apa itu Sabtu Pertama tapi saya mau temenin dia,” ujarnya. Ia menggambarkan tempat doanya itu begitu sederhana dan agak sulit untuk dicari. Dalam hatinya terbersit rasa was-was dan takut jika bukan seperti kelompok doa yang ia bayangkan. Kerisauan hatinya itupun luntur saat melihat seorang imam menggenakan jubah masuk untuk memimpin Misa.

Ermina Suminarni
Julianto Halim
Emilia S. Widowati

Sesudah itu, kenalannya menanyakan apakah ia tahu di mana tempat untuk menaruh Monumen Bunda Maria. Pikirannya berkecamuk mengingat ia begitu jarang pulang ke Jakarta. Ia juga tidak begitu kenal dengan para imam, hanya satu imam saja yang ia kenal pada waktu itu, Romo Thomas Aquino M. Rochadi Widagdo yang bertugas di Paroki Cilangkap Gereja ‘Anak Domba’ St. Yohanes Maria Vianney, KAJ. Batinnya ikut bimbang haruskah ia membantu. “Di situ saya berpikir tugas saya adalah membantu orang yang minta tolong. Kerjaan saya bukan mikir apakah ini benar atau tidak. Nanti pastor yang akan melakukan diskresi tentang undangan ini,” tuturnya. Sebelum kembali ke Brunei, ia pun membawa temannya itu ke Cilangkap walaupun belum sempat bertemu dengan Romo Rochadi di sana. Beberapa waktu setelah itu, ketika ia kembali ke Jakarta, berita gembira terdengar bahwa monumen itu akan dibangun di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Untuk itu, pembangunan monumen ini melibatkan langsung Paroki Lubang Buaya yang membawahi Gereja Kalvari dan Gereja Santa Catharina TMIII.

Maria Ignatia Villiana
Stevanus O.S.Langitan

Ketua GDI, Anastasia Promosiana menambahkan alasan mengapa TMII dipilih menjadi tempat monumen itu dibangun. Ia menjelaskan bahwa GDI mempunyai misi untuk menyucikan tempat di mana monumen itu berada. Maka dengan monumen ditempatkan di TMII sebagai miniatur Indonesia artinya ingin menyucikan Indonesia, khususnya Jakarta. “Tiap kami melakukan devosi, kami selalu mendoakan Indonesia dan bahkan setiap ulang tahun GDI kami selalu menyucikan tidak hanya Indonesia tetapi juga Jakarta,” imbuhnya.

Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo melakukan koronisasi Bunda Maria. Pemakain mahkota pda Bunda Maria Fatima. (Foto: GDI/Felicitas)

Monumen ini sendiri dibangun oleh seorang insinyur bernama Gabriel Agustinus Herlambang. Ia adalah kakak dari seorang devosan GDI, Agatha Gabriela Felisitas. Felly, sapaan akrabnya,menuturkan pembangunan monumen tersebut diminta selesai dalam waktu yang singkat, yakni 10 hari. Ukuran, untaian Rosario, dan warna haruslah sama persis seperti yang diberikan oleh Grupo Da Imaculata. “Bahannya memang tidak persis sama karena ada perbedaan bahan dengan kita dan luar negeri,” jelasnya. Monumen Maria Fatima itupun diresmikan bersamaan dengan peresmian GDI pada tanggal 13 Oktober 2017. Tahun 2017 menjadi sangat istimewa sebab menjadi Peringatan 100 Tahun Penampakan Bunda Maria di Fatima.

Say Yes!

Di balik kesanggupan membangun monumen dalam waktu yang singkat itu, dinyatakan Felly sebagai sebuah tindakan iman dan syukur. Sedari kecil kelahiran 16 Agustus ini sudah diperkenalkan dengan Doa Rosario oleh orangtuanya. “Kami satu keluarga, berdelapan itu tidak asing dengan Rosario. Karena itu, kalau berhubungan dengan Bunda Maria kami selalu grecep (gerak cepat) alias pasti oke saja,” ungkapnya.

Muliaty Sukirman
Ermina Suminarni

Lewat pembuatan monumen itulah Felly semakin mengenal GDI. Dari situ, umat Paroki Lubang Buaya Gereja Kalvari ini setia mengikuti perjalanan doa bersama GDI dan memperoleh banyak berkat. Ia pun turut membaktikan diri menjadi pengurus di GDI sebagai bendahara serta pendekor dan perangkai bunga perarakan, monumen, dan altar pada setiap acara GDI dari tahun 2017 hingga sekarang. “Jujur, saya tidak bisa jauh dari Yesus dan Bunda Maria,” katanya sambil tersenyum.

Pengalaman mengatakan “ya” dalam pelayanan juga dialami oleh Ketua GDI sendiri. Nana, sapaan akrabnya, menungkapkan ketika Romo Fe menawarkan siapa yang berani menjadi ketua, ia langsung memberanikan diri untuk menyatakan ya padahal belum tahu GDI itu apa. “Saya tidak tahu mengapa berani mengatakan ya. Namun saya pernah mendapat pencerahan jika untuk Bunda Maria katakan Yes! semuanya nanti akan diikuti dengan keutamaan-keutamaan yang dibutuhkan,” ungkap umat Paroki Lubang Buaya ini. Dalam perkembangannya, kelahiran 25 April 1959 ini bisa memetik kebiasaan hidup doa. Salah satunya mengikuti pesan Bunda Maria untuk berdoa Rosario setiap hari. Agar kian semangat, ia juga mengajak umat lingkungannya untuk berdoa Rosario. Hal baik inipun diikuti oleh lingkungan yang lain. Dari kesetiaan berdoa rosario dan setia mengikuti Devosi Sabtu Pertama bersama GDI, Nana memetik buah roh berupa kesetiaan dan kerendahan hati yang harus ia kembangkan terus. “Jadi, seperti Fiat Bunda Maria, secara pribadi menuntun saya untuk rendah hati. Dari situ berkembang rasa syukur dan kesetiaan,” akunya.

Emilia S. Widowati pun mengamini untuk mengatakan “Ya” untuk hal yang berkaitan dengan Bunda Maria. Keterlibatannya dengan GDI juga “tak disengaja”. Saat itu pengurus GDI sedang rapat di warung kopinya dan ia ikut berdiskusi. Ketika ditawari bergabung, ia langsung mengiyakan. Hal ini juga didasari pada pengalaman melihat ibunya yang dahulu adalah seorang Muslim kemudian memeluk iman Katolik saat menikah. Setiap subuh, Emilia pasti melihat ibunya rajin mendaraskan Doa Rosario. Dari situ Emilia terpanggil untuk serius berdevosi kepada Bunda Maria, terutama agar rajin berdoa Rosario seperti sang ibu. Lewat setia berdevosi dengan GDI sejak 2017, ia juga terpanggil untuk melaksanakan silih dosa bagi umat manusia dan dirinya sendiri. Untuknya pribadi, laku silih adalah salah satu ungkapan cinta kasih kepada sesama sembari bersama Bunda Maria ikut menyucikan dunia, Indonesia, dan khususnya Jakarta.

Sansan pun menegaskan di masa pandemi ini kita semakin bisa melihat tujuan pesan Bunda Maria untuk terus berdoa dan melakukan silih bagi orang lain. Kita diajak oleh Bunda Maria untuk membawa orang berdoa bersama sehingga ketika Tuhan datang dan menanyakan dimana saya bisa menemukan iman di bumi? kita bisa menjawabnya. “Apakah ajakan ini akan didiamkan saja? atau kita mau seperti Bunda Maria untuk mengatakan ‘Ya’?,” tanyanya berapi-api.

Daya Tarik

Jawaban “Ya” untuk berdevosi Sabtu Pertama itu juga ditanggapi oleh umat Paroki Menteng Gereja St. Theresia, KAJ. Bergabung dengan GDI sejak September 2019, Julianto Halim merasakan devosi ini memiliki daya tarik tersendiri dan sangat menyentuh hati.Undangan berdevosi bersama GDI ini ia terima dari salah seorang devosan di Paroki Lubang Buaya. Sebagai anggota Legio Maria Gereja Theresia Presidium Bunda Kesalamatan Orang Sakit (BKOS), ia mengerti benar apa arti sebuah devosi. Dengan luwes kelahiran 23 Juli 1962 ini menjelaskan bahwa “devotio” berarti kebaktian, pengorbanan, kesalehan, dan cinta bakti. Devosi Doa Imakulata ini juga terdorong dalam sikap iman melalui kesetiaan mengikuti rangkaian doa dan ingin menyatakan sikap hormat kepada Hati Maria Tak Bernoda. Jadi dalam devosi mengalir pengalaman religius dan ini merangkum seluruh kehidupan manusia. Baginya, “Kegiatan GDI tidak hanya melibatkan akal dan pemikiran, tetapi juga mencakup seluruh pribadi saya dari segi emosional dan afeksi.” Ia juga mengakui dikuatkan oleh Roh Kudus dalam mengatasi rintangan lewat devosi ini. Selain itu, bersyukur karena bisa mengalami mukjizat melalui Doa Rosario sekaligus melanjutkan doa almarhum sang ibu.

Daya tarik devosi ini juga menjambangi hati Ermina Suminarni. Ia sendiri begitu terpikat dengan adanya tawaran pengakuan dosa. Bagi Ermina, pengakuan dosa mengingatkan kepada kebiasaannya dari kecil yang wajib menerima Sakramen Tobat sebelum merayakan Ekaristi. Sementara ketika kelahiran Gudung Kidul, 7 Juli 1959 ini pindah ke Jakarta, pengakuan dosa hanya disiapkan pada Hari Raya Besar seperti Natal dan Paskah. Kerinduan yang membuncah itulah yang menghantarnya mengikuti Devosi Sabtu Pertama. “Jadi waktu GDI infokan akan ada pengakuan dosa dan pasti selalu ada, hati saya kian mantap bergabung. Pengakuan dosa ini agar saya menjadi pribadi yang lebih baiklah kedepannya,” ungkapnya.

Ermina juga mengaku hatinya dipenuhi dengan sukacita tak terkatakan usai mengikuti rangkaian Devosi Sabtu Pertama. Bulan November 2018 menjadi awal ia ikut serta. Melalui perarakan, doa, dan lagu mampu membawanya dalam kekhusyukan, menyatukan hati dengan Kristus melalui Hati Maria Tak Bernoda. Sambil tersenyum ia berujar, “Meskipun rangkaian doa cukup panjang dari pukul 07.00 WIB tapi batin saya puas. Saya jalan jauh kedepan gerbang masuk TMII saja rasanya dekat.”

Doa Senakel

Biasanya GDI mengawali dalam rangkaian Devosi Sabtu Pertama dengan Doa Senakel. Nana menjelaskan, usai perarakan para devosan memasuki gereja dan melakukan Doa Senakel diawali Doa Rosario. Doa ini dilakukan dihadapan Sakramen Mahakudus. Ada satu pendarasan khusus sesuai pesan Bunda Maria, “Ya Sakramen Mahakudus, Ya Sakramen Ilahi, segala ucapan puji dan syukur kami adalah milik-Mu.” Dalam Doa Senakel juga mendoakan Paus, Uskup, para imam, serta biarawan/ti. Pada Senakel ini juga diberi waktu 15 menit untuk melakukan meditasi. Disitu devosan diajak merenungkan pesan-pesan Bunda Maria. Selama doa berlangsung, dibuka juga kesempatan untuk mengaku dosa. Setelah itu dilanjutkan Misa dan Adorasi. “Ya secara liturgi jika saya baca kalender liturgi disebut sebagai Sabtu Imam. Jadi Sabtu Pertama juga direnungkan sebagai Sabtu Imam,” imbuhnya.

Kekhasan Doa Senakel ini jualah yang menarik bagi Stevanus Oktavianus Steven Langitan. Sebagai anggota dewan paroki bagian liturgi, ia ikut terjun membantu Nana dan Romo Fe untuk mempersiapkan peresmian GDI hingga sampai sekarang aktif terlibat. Doa Senakel dan Doa Fatima sendiri dirasakan Steven mampu membawanya lebih dekat kepada Bunda Maria. Ia mengakui pula dahulu dirinya jarang sekali berdoa rosario, tetapi setelah ikut GDI ia jadi rajin. Ditambah Steven sering melihat istrinya yang adalah anggota Legio Maria rajin berdoa rosario. Dalam hati ia bertekad ingin memiliki semangat yang sama seperti sang istri. Dari ketekunan berdoa itu, Steven belajar untuk menerima kekurangan orang dan berusaha untuk merendahkan hati. “Biasanya saya termasuk orang yang tempramen terutama pada keluarga, tapi kok pelan-pelan saya bisa menahan emosi dan amarah. Devosi ini membantu mengolah kekurangan yang saya miliki,” sebutnya.

Maria Ignatia Villiana mengiyakan juga Doa Senakel menjadi ciri khas GDI. Kelahiran 20 November 1958 ini bersyukur bisa mendoakan para imam melalui doa tersebut. Sebelum bergabung di GDI, Villy, akrab disapa, sudah suka dengan Rosario. Dengan ikut GDI, api semangatnya makin berkobar. Apalagi saat prosesi perarakan bersama, ini menjadi pengalaman iman tersendiri untuknya. Disamping itu, menyiapkan konsumsi bersama dengan rekannya Emilia bagi para devosan, ikut menambah sukacitanya karena bisa melayani sesama. Tercatat, saat perarakan biasa umat yang hadir mencapai 200 orang sedangkan saat perayaan besar bisa tembus 1000 orang.

Berbeda dengan keduanya, Muliaty Sukirman sudah rutin berdoa Senakel di Jalan Pos. Ia bergabung dengan GDI setahun setelah diresmikan pada 2018. Diakui Muli, GDI memiliki banyak kekhasan selain ada perarakan dan pengakuan dosa, tetapi di akhir acara ada pembagian skapulir bagi mereka yang telah lima kali berturut-turut mengikuti Devosi Sabtu Pertama. Dalam hati ia bertanya mengapa harus berjanji lima kali ikut? Ia pun menemukan jawabannya agar selain memulihkan Hati Maria Tak Bernoda juga mejadi ajakan menyucikan diri serta orang lain bersama-sama dalam doa dan silih. Momen saat dipanggil kedepan setelah mengikuti lima kali Sabtu Pertama menjadi momen yang mengingatkannya saat dibaptis, menerima Sakramen Penguatan. Momen untuk dipanggil, diberkati, dan dikuatkan. Umat Paroki Bidaracina ini dengan mantap berkata, “Devosi ini mengajak kita untuk memulihkan diri sebelum memulihkan orang lain agar bisa saling menjaga.”

Dalam masa pandemi ini pun GDI tetap melakukan Devosi Sabtu Pertama yang dilakukan secara daring. Banyak suar-suar kerinduan dari para devosan agar tetap terus dilaksanakan. Para pengurus juga terpanggil untuk tetap teguh mengamalkan Pesan Bunda Maria. “Inilah panggilan kami para devosan untuk tetap melaksanakan pesan ini apalagi dalam situasi pandemi,” ungkap Nana. Selain Romo Fe sebagai moderator, GDI juga memiliki pembimbing rohani, yakni: Romo Rochadi Widagdo, Romo Bonifasius Lumintang, dan Romo Damian Doraman, OFMCap. Devosi Pemulihan Sabtu Pertama ini dapat diikuti di Youtube Komsos Kalvari.

Felicia Permata Hanggu/Karina Chrisyantia

HIDUP, Edisi No.32, Tahun ke-75, Minggu, 8 Agustus 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini