USKUP BANJARMASIN, MGR. PETRUS BODDENG TIMANG: DITERIMA UNTUK DIBAGIKAN

298
Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang (Foto: Ist.)

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 25 Juli 2021 Minggu Biasa XVII, 2Raj 4:42-44; Mzm 145:10-11, 15-16, 17-18; Ef 4:1-6; Yoh 6: 1-15

SEORANG anak mempunyai lima roti jelai dan dua ikan, demikan dilaporkan Andreas kepada Yesus (Yoh. 6:9). Penginjil Yohanes tidak menyebutkan nama anak itu atau bagaimana cara bocah itu memperoleh roti sementara orang lain tidak. Bagi penginjil itu tidak penting. Anak kecil itu ada di sana dan kepunyaannya itu diserahkannya kepada Yesus. Pastilah tanpa paksaan dari pihak Yesus. Seperti Andreas, bocah itu pun tidak tahu apa manfaat roti sesedikit itu untuk ribuan orang. Ia yakin bahwa Yesus tahu apa yang dapat diperbuat-Nya dengan pemberian yang nyaris tidak berarti itu.

Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-baginya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki ” (ay. 11). Pemberian sederhana bocah kecil itu di tangan Yesus, menjadi anugerah mewah dari Yesus sendiri. Dengan pemberian itu Dia memberikan makanan kepada banyak orang. Mereka menyantap makanan sebanyak yang mereka butuhkan dan kehendaki. Dari dua belas bakul penuh yang tersisa itu, lebih dari dua ribu tahun kemudian, umat kristiani sekarang ini, masih menerima santapan dalam setiap perayaan Ekaristi!

Pesan kunci perikop Injil hari ini (Yoh. 6:1-15), ialah untuk memenuhi kebutuhan semua orang, Yesus “membutuhkan” setiap pribadi melepaskan apa yang ada padanya. Sesedikit atau sekecil apa pun itu menurut pandangan manusia. Namun dalam tangan Yesus, itu cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang. Penggandaan roti terjadi karena bocah itu rela melepaskan roti-roti kecil yang ada padanya. Tindakannya sama pentingnya dengan kerinduan Yesus untuk memuaskan lapar orang banyak. Allah mempunyai kuasa melalui Firman-Nya untuk memenuhi kebutuhan manusia yang merindukan kebahagiaan, cinta kasih, kedamaian, rasa aman, sandang, pangan atau apa pun (2 Raja. 4:43), hanya bila manusia rela memberikan apa yang ada padanya, sekecil atau sesedikit apa pun (2 Raja 4:42).

Allah Penyelamat menyatakan kuasa-Nya dalam diri Yesus untuk memenuhi kebutuhan manusia yang berkekurangan secara ragawi maupun rohani, dengan sumbangan dan kerja sama sekecil apa pun dari pihak manusia. Allah menjamin keselamatan paripurna manusia bukan seperti yang manusia minta atau kehendaki melainkan sebanyak yang manusia butuhkan. Hidup dalam serba kekurangan dan nestapa bukanlah rencana Allah bagi manusia. Sebaliknya hidup secara melimpah ruah dengan gelimang gemerlapnya kemewahan duniawi yang egosentrik, konsumeristik dan hedonistik bukanlah rencana asali Allah bagi umat manusia. Cara hidup seperti itu adalah buah keserakahan dan ketamakan manusia yang hidup tanpa bela rasa, kesetiakawanan yang nirkepedulian terhadap sesama ciptaan di muka bumi ini. Yesus menghendaki bahwa di bumi ini orang duduk bersama sebagai saudara-saudari pada satu meja perjamuan yang dipenuhi makanan berlimpah yang Allah sediakan bagi semua. Dengan penggandaan roti Yesus menandakan awal realisasi proyek raksasa mulia itu. Didukung kuasa pencipta Allah yang ada pada-Nya, Yesus memerintahkan murid-murid-Nya, “kamu harus memberi mereka makan” (Mrk. 6:37).

Anda dan saya, sebagai pribadi, keluarga, komunitas, Gereja atau siapa pun dipercaya Tuhan untuk menggenggam dalam tangannya sedikit waktu, bakat, harta dan apa pun juga yang disebut milik. Bila yang kecil, terbatas dan sederhana itu diletakkan ke dalam tangan Yesus sebagai wujud kesediaan untuk hidup berbagi, bersesama dan bersaudara, terpenuhilah kebutuhan semua orang di muka bumi ini. “Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkan dan membagikannya” (Yoh. 6:117). Pada kesempatan lain menjelang wafat-Nya Ia mengambil roti, memecah-mecahkan dan membagi-bagikannya sebagai lambang hidup-Nya sendiri, disertai ucapan “perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk. 22:19). Setiap murid Yesus, Gereja sebagai paguyuban murid-murid-Nya diperintahkan untuk mengenangkan Yesus pada setiap hari hidupnya dengan “memecah-mecahkan” hidup sendiri dan membagikannya kepada sesama. Demikianlah Gereja menyucikan dunia ini menuju Kerajaan Allah. Yesus meminta kepada setiap murid-Nya kesediaan itu seperti diungkapkan dalam syair sebuah lagu. “Maukah kau jadi roti yang terpecah bagi-Ku? Maukah kau jadi anggur yang tercurah bagi-Ku? Maukan kau jadi saksi memberitakan Injil-Ku? Melayani, mengasihi lebih sungguh. (Kidung Syukur KAJ, N. 174).

Bila yang terbatas itu diletakkan ke dalam tangan Yesus sebagai wujud kesediaan untuk hidup berbagi, terpenuhilah kebutuhan semua orang di muka bumi ini.”

HIDUP, Edisi 30, Tahun ke-75, Minggu, 25 Juli 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini