Literasi Iman Katolik Zaman Now

1605
Orang Muda Katolik pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia di Makassar, Sulawesi Selatan, 27 Mei 2019 (Foto: HIDUP/FHS)

HIDUPKATOLIK.COM – LITERASI dalam KBBI diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca; kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan kecakapan hidup. Kata literasi sering kali digabung dengan bentuk kata lain untuk menunjukkan kemampuan dalam bidang tertentu. Lalu  dalam bidang iman, perlukah literasi iman Katolik yang mumpuni? Mengapa kemampuan itu diperlukan dan sebaiknya senantiasa diupayakan? Baik juga jika ini kita bahas dalam konteks zaman now dengan membuat komparasi dengan zaman lampau, paling tidak masa sebelum ada internet.

Iman tumbuh dari pendengaran, itu kita tahu dari Perjanjian Baru, di masa itu pemberitaan Injil masih melalui lisan dan literasi belum berkembang. Di masa lalu kita bisa mendapat pengetahuan iman hanya dari gereja yang kebanyakan kita terima sekali seminggu. Jika mau bertambah maka kita harus rajin menanti dan mengikuti seminar awam yang langka di gereja. Media pembelajaran lain hanyalah buku-buku rohani yang berjejer di toko rohani paroki yang itu-itu saja dan jumlah terbatas. Radio dan kaset mungkin bisa juga menjadi tempat mendapatkan informasi dengan jangkauan tidak luas. Namun di masa kini di mana kemampuan baca tulis sudah baik dan sarana pendukung  seperti internet mudah diakses maka pengetahuan bisa bertambah secara audio visual. Karena itu maka literasi iman semestinya makin baik ?

Pada beberapa kesempatan dialog dengan sahabat yang kini sudah tidak berada di dalam kesatuan dengan Gereja Katolik terungkap masalah kasat mata yang tidak disadari atau tidak dipeduli. Seorang pemuda dengan nama yang khas Katolik sekali karena menggunakan nama orang kudus sampai dua nama itu berkisah bahwa ia sudah tidak di Gereja Katolik lagi karena mengikuti Gereja kekasihnya. Bahwa ternyata migrasi itu juga  dilandaskan karena suasana ibadat dan penghayatan di Gereja barunya yang lebih ”hidup-hidup” dan menggugah hati dibandingkan di Gereja Katolik. Orangtuanya pun tidak keberatan karena orangtuanya pun kini mengikuti dia.

Kisah lain dari seorang mahasiswa yang pindah ke Gereja lain dengan  jujur mengakui bahwa ia tidak banyak tahu tentang iman dan karena orangtuanya tidak banyak mewarisi tentang hal itu karena pengetahuan iman yang terbatas juga. Lalu karena mengikuti kelompok teman kampus  yang aktif dalam Gereja lain maka kini dia pun terlibat di sana, meninggalkan Gereja Katolik. Adapula kisah lain seorang pemudi meninggalkan Gereja Katolik karena orangtuanya yang duluan pindah Gereja karena mengikuti ajakan temannya.

Tentu kita sudah banyak sekali mendengar cerita pindah keyakinan atau Gereja bagi saudara-saudara kita yang dulu ada di Gereja Katolik. Alasan klasik seperti ikut agama pasangan, karena Gereja lain lebih menarik dari berbagai aspek, atau karena mendapat pencerahan dan kesaksian iman di tempat lain, adalah hal yang lumrah dijumpai. Namun walaupun kerap, alasan itu perlu menjadi introspeksi mendalam bagi kita orang Katolik termasuk para klerus untuk antisipasi hal-hal tersebut.

Literasi Iman

Kekhasan iman Katolik itu sangat jelas adanya. Kekhasan itu bisa karena berlimpah dan mendalam khasanahnya serta dianggap tidak sederhana oleh banyak orang. Karena ”materi pembelajaran” iman Katolik tidak sedikit maka diperlukan niat, waktu dan konsistensi untuk mempelajari dan menghayatinya. Menghidupi keseluruhan iman dengan mencari dan menemukannya. Dengan memiliki pengetahuan iman yang benar dan lengkap maka kita bagaikan cadas yang perkasa dalam kesetiaan pada gereja dan yang berbuah baik.

Literasi iman yang perlu dicermati adalah keinginan untuk menambah pengetahuan tentang iman Katolik. Seberapa tinggikah keinginan itu dimiliki orang Katolik? Misalnya, seberapa seringkah kita menyisihkan uang jajan kita untuk periodik membeli buku tentang iman misalnya? Ataupun seberapa maukah kita luangkan waktu untuk mengikuti seminar rohani dan kegiatan Gereja? Atau jangan-jangan kita lebih mengalokasikan dana untuk hal yang jasmani melulu seperti membeli makanan setelah Misa? Mungkinkah waktu kita lebih banyak untuk kerja dan kegiatan yang menyenangkan diri dibandingkan belajar tentang iman? Apakah urusan iman hanya sekali seminggu dengan durasi sejam itu?

Ada yang beralasan tidak memiliki buku Katolik karena bukunya tidak menarik. Bahkan sahabat  saya yang dulu bukan Katolik, pernah berkata jujur bahwa buku-buku Katolik itu tidak menarik minat baca dan terlalu berat bagi awam. Saya jadi berpikir, tidak sepenuhnya salah apa yang dia katakan karena memang buku Katolik kebanyakan ditulis oleh para rohaniawan dengan bahasa filsafat yang dalam dan kurang membumi dalam keseharian. Maka perlu dipertimbangkan bagi para penulis dan editor untuk membahasakan ajaran dan iman Gereja dengan bahasa sederhana dalam buku mereka.  Layaknya bahwa ”bahasa dari altar dibawa ke bahasa di pasar”. Tampilan buku yang menarik dan cara bertutur dengan bahasa yang familiar bagi orang awam tanpa mengurangi esensi pengajaran perlu semakin diperbanyak.  Kalangan awam juga tentu sangat baik jika mau berpartisipasi dalam menulis dengan contoh kongkrit yang dialami sebagai awam terkait ajaran iman.

”Kampanye”

”Kampaye literasi iman” juga harus digemakan tak jemu jemu dari mimbar oleh semua yang terlibat di Gereja agar keluarga Katolik akrab dengan pencarian pengetahuan iman. Sekolah minggu yang lebih tertata baik serta melibatkan semua anak anak Katolik harus konstan dipikirkan dan dilaksanakan. Sambil kita harapkan dan doakan agar orang Katolik membuka hati dalam tanggung jawab pribadi dan keluarganya atas pengetahuan dan pengajaran iman Katolik yang benar.  Pondasi utama adalah dalam keluarga, sebagai orangtua yang baik dan bertanggung jawab, adalah aspek pengajaran iman yang memadai bagi anak anaknya. Karena di dalam keluarga kita belajar iman yang mendasar dan melihat teladan iman dari orangtua.  Kita tidak bisa memberi dari apa yang tidak kita punyai karena itu modal pengetahuan iman harus juga jadi prioritas pasangan yang akan berumah tangga.

Saat ini dengan internet yang masif ditambah dengan Covid-19 membawa hal yang baik dalam hal literasi iman. Kita punya banyak waktu di rumah dan tiap waktu kita bisa mengakses pengajaran iman melalui gadget kita. Internet yang membuat kita mendunia bisa mengakses pengajaran iman Katolik dari Paus dan dari segenap penjuru dunia. Pengajaran itu bisa kita unduh dan simpan dalam bentuk e-book, word, pdf, video rekaman dan bentuk lainnya.

Sumber Melimpah

Betapa kita tidak bersyukur bahwa kita bisa mengakses homili yang menarik dan membesarkan hati dari uskup yang setiap Misa online dipimpinnya menarik viewer yang sangat tinggi dari lintas keuskupan di dalam dan luar negeri. Kita menimba begitu banyak katekese dari para imam yang bersedia menjadi youtuber dengan memberikan pengetahuan iman Katolik yang benar dengan cara yang lugas.  Belum terhitung pula, kita bisa belajar dari kanal luar negeri. Selain itu kini tak terhitung acara webinar live dengan aplikasi daring yang membahas iman dan moral Katolik yang diselenggarakan berbagai paroki dan keuskupan.

Begitu banyak kanal youtube, website, podcast dan medsos Katolik yang berbobot, yang dengan setia memberitakan dan membagikan pengajaran iman dan berita seputar gereja. Semuanya bisa digapai secepat kita mengeklik tautannya di gawai kita. Semestinya dengan begitu banyak sarana literasi itu maka pengetahuan Iiman Katolik bagi umat Katolik zaman now tidak harus dalam ukuran skala yang rendah melainkan sebaliknya. Semestinya tidak banyak lagi orangtua yang tidak memberikan pengetahuan iman Katolik yang seadanya sehingga memudahkan anaknya berpindah keyakinan. Seharusnya orang Katolik tidak mudah meragukan imannya untuk mencari hidayah di tempat lain. Rasa bangga disertai syukur yang besar akan iman kita harusnya makin bertambah di masa kini. Semestinya semangat hidup menggereja dan berbela rasa kongkret bagi sesama makin meningkat dan konstan.

Jika tidak makin tinggi literasi iman di zaman ini maka semestinya faktor yang paling perlu ditilik adalah dari diri kita sendiri umat Katolik. Apakah kita terbuka untuk menanggapi ajakan Roh Kudus untuk mecari iman dan kebenarannya dengan rinci dan benar?  Apakah kita sungguh bertanggung jawab atas anak dan keluarga kita dalam memilihara imannya. Apakah kita mau memanfaatkan perkembangan zaman dan segala fasilitas yang kita miliki untuk konsiten belajar iman Katolik kita? Meminjam istilah ”nikmat apalagi yang kamu dustai” dengan segala kemudahan zaman ini, jika masih kita suam-suam kuku untuk beriman yang benar. Mari datang dan lihatlah ke dalam diri kita masing-masing dengan jujur hati, bagaimana pengetahuan iman kita sebagai orang Katolik sekarang ?

”Jika tidak makin tinggi literasi iman di zaman ini maka semestinya faktor yang paling perlu ditilik adalah dari diri kita sendiri umat Katolik.”

Yan Edwin Bunde, Dokter, tinggal Bandung, Jawa Barat

HIDUP, Edisi No. 23, Tahun ke-75, Minggu, 6 Juni 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini