PROFESI, PROFESIONAL, DAN PROFESIONALITAS

157
Upacara tabur bunga untuk KRI Nanggala.

HIDUPKATOLIK.COM – Negara dan bangsa Indonesia berduka atas tenggelamnya kapal selam kebanggaan kita yaitu KRI Nanggala-402 saat latihan di perairan utara Pulau Bali, Rabu 21 April 2021 subuh. Seluruh 53 awak kapal yang merupakan putra-putra terbaik negeri ini dinyatakan telah gugur sebagai patriot penjaga perairan dan kedaulatan negara Indonesia.

Kini mereka terus melanjutkan patroli abadi dan tak akan pernah kembali seperti sediakala ke keluarga masing-masing. Kita semua menundukkan kepala menyatakan rasa hormat dan berdoa bagi keselamatan mereka bersama Tuhan, serta mohon kekuatan batin bagi keluarga yang ditinggalkan.

Dari laporan pelbagai media, komandan kapal selam adalah seorang perwira menengah yang telah menyelesaikan pendidikan komando di Jerman. Ada korban lain yang hampir menyelesaikan pendidikan tingkat S2. Ada yang baru saja menikah dan istrinya sedang hamil muda. Ada yang sebentar lagi hendak lamaran membentuk keluarga baru. Ada pula video seorang anak balita yang mengunci ayahnya di kamar agar tidak berangkat tugas ke kapal selam yang kemudian mengalami kecelakaan fatal itu. Mereka semua adalah prajurit-prajurit TNI yang tangguh dan terbaik di kapal selam itu.

Semua cerita itu kini tinggal kenangan. Para prajurit itu semua tetap pergi ke dermaga dan berlayar untuk terakhir kalinya. Mengapa mereka melakukan semua itu? Karena itu adalah profesi dan panggilan jiwa, sesuatu yang tak hendak dielakkan atau pun ditunda. Apa pun yang (akan) terjadi, mereka semua tetap kompak, setia, dan “Tabah Sampai Akhir” atau “Wira Ananta Rudhiro” yaitu moto Satuan Kapal Selam Indonesia.

Profesi, Profesional, Profesionalitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi dalam jaringan, ‘profesi’ adalah kata benda yang berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu. Sedangkan ‘profesional’ adalah kata sifat yang 1) bersangkutan dengan profesi; 2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya (seorang juru masak); 3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir) (pertandingan tinju).

Selain itu adalah profesionalitas, kata benda 1) perihal profesi; keprofesian; 2) kemampuan untuk bertindak secara profesional.

Dalam pandangan awam, kata ‘profesi’ dimengerti sebagai kegiatan yang mengambil banyak waktu dan umumnya adalah waktu yang utama dari kehidupan sang pelakunya. Seseorang yang melakukan pekerjaan tertentu secara berulang-ulang, mengambil lebih dari 50% waktu kerja normalnya setiap hari (bahkan termasuk hari libur), dan melakukannya pada jam-jam utama kegiatannya.

Profesi itu umumnya dilakukan atas dasar untuk mendapatkan penghasilan yang dibutuhkannya untuk biaya hidup. Penghasilan itu bisa dalam sejumlah bentuk kompensasi yang mencukupi, melebihi, atau malah kurang dari kebutuhannya, namun itu semua adalah konsekuensi dari ‘harga’ profesinya.

Ada juga orang yang menjalankan profesinya dan (rela) menerima kompensasi dalam bentuk lain seperti aktualisasi diri. Contohnya menjadi Ketua Ikatan Alumni sebuah perguruan yang bergengsi, rela mengabdi di sana walaupun tidak dibayar uang sepeser pun. Bentuk lain adalah demi suatu cita-cita atau nilai tertentu, orang menggenapkan panggilannya menjadi rohaniwan, sebagai penjaga makam, atau abdi dalem kraton. Profesi ini tidak menghasilkan bayaran tertentu, bahkan siap hidup miskin.

Untuk mendukung profesinya itu, orang dituntut atau menuntut diri sendiri agar belajar secara terus menerus. Tujuannya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan tugas, kewajiban dan tanggungjawabnya. Aneka profesi yang baik, benar, dan bermanfaat bagi masyarakat, pelakukan terus belajar agar lebih profesional. Demikian pula pelaku profesi untuk kejahatan atau keburukan lainnya terus belajar agar lebih profesional seperti pembunuh bayaran, penipu, dan sejenisnya.

Akan halnya profesionalitas, adalah pelaku profesi yang sudah profesional, namun melengkapi dirinya dengan sikap dan perilaku tertentu seperti bekerja maksimal secara menyeluruh sampai tuntas sesuai keahlian dan tuntutan profesi, disiplin waktu, penuh semangat dan menjiwai, sesuai komitmen organisasi, dan seterusnya.

Di lingkungan Gereja, kita melihat banyak sekali umat yang profesional melayani sebagai misdinar, kor, dan lain-lain. Mereka dapat diandalkan profesionalitasnya karena tidak datang terlambat walaupun hujan dan banjir, kurang sehat, atau ada halangan keluarga. Lihatlah juga guru dan polisi yang tetap bertugas di lapangan sejak pagi, meninggalkan anak-anak yang masih kecil di rumah.

Atau seorang karyawan yang sekali pun sudah dimutasi ke bagian lain, namun tetap berjiwa besar melaksanakan pekerjaan lamanya demi tanggung jawab organisasi yang lebih besar.

Dengan pemahaman yang sederhana ini, kita jadi mengerti mengapa semua awak KRI Nanggala-402 tetap berangkat ke dermaga dan berlayar, sekali pun mau ujian S2, istrinya sedang hamil muda, atau hendak lamaran dengan sang pujaan hati. Profesi dan profesionalitas seorang pelaut profesional adalah tanggung jawab dan jati dirinya, dan itu dijalankan dengan ‘Sabar Sampai Akhir’ seperti moto.

Manusia Tetap Lemah

Walaupun seorang profesional sudah ditempa lama dalam suasana yang mendukungnya menjalankan profesi dengan segala profesionalitasnya, manusia pelakunya tetaplah manusia yang ada sisi lemahnya.

Belum lama ini ada seorang bapak yang melakukan tindakan keras terhadap perawat yang dinilai kurang profesional dalam menangani anak balitanya di sebuah rumah sakit. Meski pihak rumah sakit dan asosiasi perawat melakukan pembelaan profesi, dan kekerasan bukanlah jalan keluar yang baik, namun para pihak adalah manusia yang mempunyai batas kesabaran. Perawat dan orang tua sama-sama mengalami kelelahan dalam merawat sang anak, dan kurangnya komunikasi antar para pihak.

Masih tentang pelayanan di rumah sakit, pada kesempatan lain ada yang mengeluh kurangnya perhatian perawat setelah pasien dirawat beberapa hari. Dokter pun tidak kunjung datang dan sulit dihubungi. Namun dengan intervensi melalui pimpinan Yayasan, layanan dapat segera dipulihkan ke tingkat yang seharusnya. “Service level” minimum harus dijaga, jangan sampai kurang daripada itu.

Seorang profesional sangat memperhatikan standar kerja yang dirumuskan dalam standard operating procedures (SOP). Bahkan bekerja all out melampaui SOP (dikenal dengan beyond the call of duty).

Seorang profesional yang bertanggung jawab dan mencintai panggilan hidupnya, suka dianggap idealis karena rela hidup miskin. Tidak mencari kekayaan material atau ingin terkenal, namun merasa terpuaskan cita-cita (idealisme) hidupnya bila telah menghasilkan karya yang bermakna (terlepas dari apakah diakui masyarakat). Mereka rela bekerja dalam sunyi di balik hingar-bingar, dan jauh dari keinginan menyenangkan atasan.

Contohnya adalah profesi yang menuntut presisi tinggi dengan risiko fatal seperti menjadi prajurit atau wartawan perang. Dalam keseharian kita melihat profesi polisi, guru, tenaga kesehatan, rohaniwan, aparatur sipil negara, dan lain-lain yang bertugas di tempat-tempat yang sulit terjangkau masyarakat dengan dukungan kehidupan yang terbatas.

Semuanya tentang profesi, profesional, dan profesionalitas. Orang yang menjalankan profesinya layak disebut profesional bila terus belajar dan melengkapi dirinya dengan semangat profesionalitas, dengan atau tanpa pengawasan, dengan atau tanpa iming-iming penghasilan atau penghargaan. Itulah jati diri seorang profesional yang melekat utuh dalam dirinya, sampai kapan dan sampai di mana pun juga. Mereka tahu sendiri apa yang mesti dilakukan, bukan tipe pekerja robotik yang menunggu penugasan.

Lakukanlah segala sesuatunya dengan baik. “Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga” [Luk 6:23].

Cosmas Christanmas, Kontributor

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini