HIDUPKATOLIK.COM – Saya ingin bertanya, apakah mempunyai rasa takut itu dosa? Karena bedasarkan Injil Yohanes (1 Yoh. 4:17-18) “Sebab ketakutan mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.”
Marie Zita, Surabaya
Mengatakan rasa takut adalah dosa secara langsung tidaklah tepat karena sebagai orang Kristiani, rasa takut dapat ditelusuri dari pemahaman iman kita pula. Pertama, kita dapat menemukan pemahaman tersebut dalam Kitab Suci. Beberapa Kitab dalam Perjanjian Lama, mulai Kitab Kejadian menggambarkan relasi rasa takut dengan Allah. Paling tidak, kisah jatuhnya manusia pertama, Adam dan Hawa, ke dalam dosa memberikan pemahaman makna akan rasa takut. Di sana, rasa takut yang terjadi pada Adam dan Hawa bukan penyebab dosa, tetapi rasa takut itu adalah akibat dari dosa. Makanya, Kitab Kejadian menggambarkan bahwa mereka takut dan bersembunyi dari Allah karena mereka telanjang (bdk. Kej 3:10).
Dalam kitab lain, rasa takut bukan karena akibat dosa tetapi malahan bentuk ketundukan manusia kepada Allah. Gambaran ini terlihat dalam Kitab-kitab Kebijaksanaan. Sebagai contoh, Kitab Mazmur mengatakan bahwa “Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan” (Mzm. 111:10). Demikian pula dalam Kitab Amsal yang juga senada mengungkapkan rasa takut dihubungkan dengan Tuhan dengan menyerukan: “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan” (Ams. 1:7). Oleh sebab itu, rasa takut tidak langsung dapat disebut sebagai dosa.
Bagaimana dengan Perjanjian Baru? Dalam Perjanjian Baru, terutama Injil, rasa takut juga tidak berbeda dengan apa yang dimengerti oleh Perjanjian Lama walaupun Perjanjian Baru menghubungkannya dengan Kristus, bahkan Injil pun mencatat Tuhan Yesus ketakutan ketika harus menghadapi ajal-Nya (Luk.22:44). Sebagai contoh, para murid Yesus menjadi takut ketika ada ombak besar di perahu yang ditumpangi oleh mereka dan Tuhan Yesus. Mereka pun takut ketika Yesus tidak lagi bersama-sama dengan mereka. Dan para murid juga mengalami ketakutan ketika Tuhan menampakkan diri. Maka, rasa takut tidak serta merta bisa disebut sebagai dosa.
Lalu, “Apa sebenarnya itu rasa takut?” Jikalau perikop yang dikutip dari Surat Yohanes yang dipertanyakan itu menyebut kata “takut”, bisa jadi berhubungan dengan dosa, tetapi rasa takut tidak selalu adalah dosa karena rasa takut bisa berarti macam-macam sebagaimana diungkapkan pula dalam Kitab Suci sebagai bentuk ketundukan pada Tuhan.
Namun, rasa takut pun bisa menjadi dosa ketika seorang dipenuhi dengan gejolak yang tak bisa tenang dalam batinnya seperti Santo Tomas Akuinas katakan bahwa “takut adalah dosa ketika rasa takutnya berlebihan” (ST II-II, q. 125, a. 3). Artinya, rasa takut dalam hati seorang bisa menjadi dosa jikalau seorang mengalami ketakutan yang terus menerus dan membiarkan rasa takut itu menguasai dirinya, apalagi menolak pertolongan Allah. Sebagai contoh, jika ada orang sedang punya masalah dengan pekerjaannya dan dia ketakutan terus menerus dan tidak peduli pada sesama dan Tuhan dalam menyelesaikan masalahnya. Orang ini berdosa.
Selain itu, ada pemahaman penting pula berkaitan dengan dosa dan rasa takut, yang juga terungkap dalam perikop Surat Yohanes tersebut, yaitu pertobatan. Artinya, jika seorang yang berdosa tetapi dia takut pada Allah maka pertobatannya itu belum sempurna karena penyesalan yang dilakukan bukan buah dari kasih kepada Allah. Sebaliknya, pertobatan sejati selalu adalah ungkapan batin manusia yang mengasihi Allah dan bersedia untuk menerima pengakuan dosa dengan sukacita.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rasa takut tidak selalu adalah dosa. Ia bisa menjadi dosa ketika rasa takut tersebut selalu membayangi dan menguasai diri manusia sehingga orang tersebut terbelenggu dengan rasa takutnya.
HIDUP NO.01, 03 Januari 2021
Romo Yohanes Benny Suwito
(Dosen Teologi Institut Teologi Yohanes Maria Vianney, Surabaya)
Silakan kirim pertanyaan Anda ke: [email protected] atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.