HIDUPKATOLIK.COM– PERTUMBUHAN benih-benih panggilan di Indonesia dapat dikatakan masih baik hingga saat ini. Panggilan untuk menjadi imam, bruder, dan suster masih disambut oleh orang-orang muda Katolik. Terlebih panggilan untuk diutus ke tanah misi di luar Indonesia.
Di Indonesia sendiri sudah banyak pilihan tarekat yang berfokus untuk bermisi, misalnya saja SVD (Societas Verbi Divini) yang berdiri pada 8 September 1875 oleh St. Arnoldus Janssen yang memiliki karya di lebih dari 84 negara di seluruh dunia.
Ada pula Bruder FIC atau Congregatio Fratres Immaculatae Conceptionis Beatae Mariae Virginis, yang didirikan oleh Pastor Ludovicus Rutten pada 21 November 1840. Pelayanan mereka tersebar di lima negara. Untuk kongregasi suster, ada FMM (Franciscan Missionaries of Mary) yang berdiri pada 6 Januari 1877 oleh Beata Marie de la Passion dan memiliki karya misi di 74 negara.
Masuknya Kongregasi ke Indonesia
SVD mulai masuk ke Indonesia pada tanggal 13 Januari 1913. Pada usia yang sudah mencapai 107 tahun di Indonesia, SVD kini sudah memiliki empat provinsialat, yaitu Provinsi Jawa berkedudukan di Surabaya, Provinsi Ende di Ende, Provinsi Ruteng di Ruteng dan Provinsi Timor di Nenuk. Saat ini, SVD mempunyai sekitar 24 komunitas dan sudah memiliki anggota komunitas sebanyak 1.741 orang (per Oktober 2020) yang tersebar di Indonesia dan luar negeri.
Untuk Bruder FIC, usianya lebih muda dari SVD. FIC mulai berkarya di Indonesia pada 20 September 1920. Belum lama ini, mereka merayakan 100 tahun FIC Indonesia. Saat ini, FIC memiliki 25 komunitas, termasuk dua komunitas di Timor Leste dengan jumlah anggota terbanyak dari lima negara tempat mereka berkarya, yakni 139 orang. Untuk FMM, usianya sedikit lebih muda dari SVD dan FIC. Mereka masuk ke Indonesia pada tahun 1933. Saat ini, FMM Indonesia memiliki anggota sebanyak 91 orang dan tersebar di 10 komunitas.
Mengutus Misionaris ke Tanah Misi
Sebagai serikat misi, ketiga kongregasi ini memiliki tujuan yang sama, yakni mewartakan iman Kristiani kepada orang-orang yang belum mengenai Kristus. Ketika seseorang memilih kongregasi ini, mereka sudah tahu bahwa suatu saat mereka akan bermisi ke luar Indonesia. Kesempatan bermisi ini umumnya datang dari tawaran kongregasi. Namun, ada pula yang datang dari kerinduan para misionaris untuk mengalami sukacita bermisi di tempat yang menantang bagi mereka.
Di SVD, tawaran menjadi misionaris sudah disampaikan kepada para anggota sejak di formasi dasar. Provinsi yang membutuhkan misionaris menyampaikan kriteria bidang-bidang yang mereka perlukan dan informasi tersebut diteruskan kepada imam dan bruder muda, sehingga mereka dapat menyesuaikan bakat dan minat yang cocok dengan diri mereka. Untuk FIC, setiap tahun para bruder memiliki kesempatan untuk menyampaikan langsung keinginan mereka bermisi dalam wawancara dengan pimpinan, baik pimpinan setempat, provinsial atau pun pimpinan umum. Selain itu, pernah pula dibuka kesempatan untuk menjadi misionaris dengan mengajukan lamaran bagi para bruder yang berminat dengan tawaran yang ada.
Di FMM, menjelang kaul kekal para suster melakukan komunikasi atau dialog dengan pimpinan provinsial Indonesia dan umum di Roma. Mereka akan ditanya ke negara mana mereka ingin diutus, sehingga mereka memiliki kesempatan menyampaikan minat mereka. Sedangkan untuk suster-suster yang sudah lama berkaul kekal (misalnya 10-20 tahun) dan memiliki kerinduan bermisi diluar negaranya, mereka dapat mengajukan permohonan kepada pimpinan.
Pengutusan para misionaris ketiga kongregasi mulai dilakukan di tahun 1970-an dan 1980-an. FIC mengirimkan misionaris pertama mereka pada 20 Januari 1979. Ghana, Afrika menjadi tujuan tanah misi perdananya. Hal serupa juga dilakukan FMM, yang mengutus seorang suster ke Ghana pada tahun 1982. Berbeda dengan SVD, tanah misi perdana mereka adalah Belanda. Misionaris SVD mulai bekerja di tanah misi tahun 1985.
Hingga saat ini, misionaris FIC di luar Indonesia sebanyak 11 bruder yang tersebar di Chile, Malawi, Belanda dan Timor Leste. Untuk FMM, misionarisnya berjumlah 9 suster yang berkarya di Meksiko, Prancis, Polandia, Jepang, Srilanka, Singapura, dan Myanmar. Jumlah terbanyak misionaris dari ketiga kongregasi ini adalah SVD, yakni 418 imam dan bruder yang tersebar di sekitar 40 negara misi SVD. Kebanyakan misionaris Indonesia berkarya di Amerika Selatan dan Afrika.
Diperhitungkan dalam Puncak Tertinggi
Untuk kongregasi SVD dan FIC, perkembangan panggilan imam dan bruder tergolong tinggi bila dibandingan dengan negara-negara lain. Benih panggilan SVD di Indonesia masih didominasi dari wilayah Timur, khususnya Flores, Lembata. Sedangkan untuk FIC dari wilayah Jawa. Jumlah yang banyak ini, membuat SVD dan FIC Indonesia memiliki peran penting dalam lingkup besar kongregasi mereka.
Perwakilan SVD Indonesia sudah mulai masuk di anggota dewan sejak tahun 1980. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah anggota SVD asal Indonesia sehingga perlu ada perwakilannya. Di tingkat tertinggi, jumlah formasi terdiri dari tujuh orang, yakni seorang Superior Jenderal dan enam anggota Dewan Jenderal. Nama-nama imam yang sudah menjabat sebagai anggota Dewan Jenderal antara lain P. Anton Pain Ratu SVD (1980-1981), P. Yohanes Perason, SVD (1988-1994), P. Leo Kleden, SVD (2000-2006) dan P. Paulus Budi Kleden, SVD (2012-2018). Kemudian, pada pemilihan tahun 2018, P. Paulus Budi Kleden, SVD terpilih sebagai Superior Jenderal untuk masa jabatan hingga tahun 2024.
Untuk FIC, perwakilannya sudah masuk dalam anggota Dewan Umum mulai tahun 1994. Berbeda dengan SVD, formasi kepemimpinan FIC terdiri dari empat orang yakni seorang Pemimpin Umum dan tiga anggota Dewan Umum. Mereka yang pernah menjabat sebagai anggota dewan antara lain Br. Frans Sugi,FIC (1994 – 2000), Br. Guido, FIC (2000 – 2018) dan Br. Kris Sukarman, FIC (2000 – 2007). Sedangkan sebagai Pemimpin Umum adalah Br. Martinus T. Handoko, FIC (2006-2018). Saat ini Bruder Theodorus Suwaryanto FIC duduk sebagai Wakil Pemimpin Umum FIC berkedudukan di Belanda.
Melalui pengalaman ketiga kongregasi ini, dapat dikatakan bahwa Gereja Katolik Indonesia tengah mencapai kemandirian, terutama dalam tenaga pastoral atau pelayan. Ke depan, ketika benih-benih panggilan itu terus terjaga dan semangat bermisi terus berkobar, akan semakin bertambah misionaris asal Indonesia yang memenuhi tanah-tanah misi di luar negeri, sehingga Indonesia dapat mengulang sejarah Eropa mengirimkan para misionarisnya. Kemudian, hal ini akan berdampak pula pada semakin banyaknya anggota dewan atau pimpinan ordo asal Indonesia dari tiap kongregasi.
Angela Januarti, Kontributor, aktivis orang muda dan Koperasi Kredit (CU)