HIDUPKATOLIK.COM-DALAM segala keterbatasan, apa yang masih bisa dilakukan, usahakanlah. Demikian diharapkan Bruder Johny Kilok, MTB, dalam acara Rabu Ceria, Rabu, 18/11/2020.
Rabu Ceria merupakan sebuah program yang sering dilakukan sebuah kelompok belajar yang digagas oleh Br. Johny dan Ibu Elisabeth Maturbongs selaku Ketua Lingkungan St. Elisabeth Paroki Sang Penebus, Kampung Baru, Merauke, Papua.
Bevak pintar, demikian nama tempat belajar ini berada ditengah-tengah pemukiman penduduk Orang Asli Papua (OAP). Beratapkan terpal kusam dan bocor bertebaran dihampir sebagian atapnya dan ketika hujan turun air menetes dan membasahi tubuh anak-anak yang sedang tekun dan antusias belajar didalamnya. Sesekali mereka harus memindahkan kursi-kursi dan meja-meja kecil karena terkena tetesan air hujan beralaskan terpal mereka tekun duduk dan belajar.
“Pemandangan ini sudah biasa, dan tetaplah harus diterima dan disyukuri karena di masa pandemi ketika anak-anak sekolah kebanyakan masih belajar di rumah masing-masing, anak-anak bevak pintar masih bisa berkumpul dan belajar bersama teman-temannya, mereka belajar tak mengenal tempat, belajar tak mengenal cuaca, belajar tak boleh menyerah dengan keadaan,” imbuh Br. John.
Bevak pintar berdiri karena bermula dari keprihatinan Br. John dan pengurus lingkungan yang melihat anak-anak yang ketinggalan dalam hal pendidikan. Cukup banyak usia sekolah dan kadang belum belajar dengan baik dan benar.
Atas desakan ini, Br. John mendirikan taman baca. Dalam proses perjalanan sepakat bahwa setiap Rabu sore akan adakan Rabu Ceria. Dalam kegiatan ini, ada acara membaca, menulis, berhitung, dan bermain, serta bercerita tentang Kitab Suci.
Kelompok ini, cukup mendapat banyak bantuan dari para donatur. Ada yang membeli alat tulis, meja belajar, whiteboard dan membeli snack untuk diberikan setiap selesai belajar.
Br. John hanya ingin anak-anak Papua yang tidak bisa sekolah, bisa membaca dan menulis dan berhitung. Sebagai seorang religius menindak lanjuti Ensiklik Fratelli Tutti bahwa kita semua adalah saudara dan sahabat. “Saya mencoba memberdayakan anak-anak sambil itu berusaha memulihkan martabat manusia,” sebutnya.
Br. John menjelaskan, dalam perjalanan waktu serasa ada keajaiban dari Tuhan. Anak-anak yang dulunya susah belajar dan sulit menulis, dalam perjalanan waktu akhirnya bisa juga.
“Sampai hari ini, mereka cepat sekali menangkap sebuah tulisan atau menyebut satu kalimat yang cukup panjang. Mereka juga menulis dengan baik termasuk berhitung perkalian dan sebagainya. Meski masih menggunakan metode kuno yaitu berhitung dengan sapu lidi,” sebutnya.
Sementara untuk proses belajar, dibagi perkelompok usia. Br. John mendampingi kelas 1-3 dan kelas 4-6. Sedangkan Usia Paud didampingi Sr. Fatima, ALMA dan OMK. Ada sekitar 70 anak Papua dan beberapa pendatang ikut serta belajar di tempat itu.
Br. John memiliki cita-cita kelak ingin anak-anak ini bisa mendapatkan pendidikan sampai ke Perguruan Tinggi. “Saya akan terus berupaya mendapatkan donatur untuk anak-anak agar mereka bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya,” harap Br. John.
Yovita Helen
ReplyReply allForward |