Tidak Berarti ‘Semau Gue’

261
Mgr. Blasius Pujaraharja, Uskup Emeritus Ketapang

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu Biasa XXXIII Ams 31:10-13, 19-20. 30-31; Mzm 128: 1-2, 3, 4-5; Tes 5:1-6; Mat 25:14-30 (Mat 25:14-15;19 -21)

DALAM mewartakan Injil, Kabar Gembira tentang Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah, Tuhan Yesus kerap mempergunakan perumpamaan agar kita sedikit bisa memahami suatu misteri yang cakupannya mengatasi pikiran dan budi kita. Disampaikan dengan perumpamaan dan kalau kita terima dengan hati yang terbuka; berkat rahmat Allah; kirannya kita bisa sedikit memahami maksud dari firman itu. Dalam pewartaaan-Nya, Yesus telah beberapa kali mengajarakan tentang Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah dengan beraneka ragam perumpamaan.

Dalam Injil hari ini, Yesus menuturkan tentang “Kerajaan Surga itu seperti seorang yang
mau berpergian ke luar negeri, lalu menitipkan, mempercayakan hartanya yang berwujud talenta kepada hamba-hambanya (Mat. 25:14-30).” Talenta adalah suatu kata yang kerap kita dengar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa talenta adalah pembawaan seseorang sejak lahir; bakat: Allah telah menganurgerahkan–; memberi kekuatan dan petunjuk. Jadi, talenta menengarai bakat, pembawaan yang dianugerahkan oleh Tuhan sejak lahir. Rencana Allah, seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik ialah Allah yang sempurna dan penuh bahagia, berencana membagikan kebaikan-Nya dengan menciptakan manusia agar manusia ikut ambil bagian dalam kebahagiaan-Nya (Kpd Kat G.K. no.1). Sejak lahir masing-masing manusia dianugerahi talenta yang akan dan harus
berkembang, serta dipergunakan sesuai Kehendak Allah, yaitu menyelamatkan manusia dan ikut ambil bagian dalam kebahagiaan-Nya.

Ada beraneka ragam talenta yang dibagikan kepada manusia dan berbagai ukuran sesuai
kehendak-Nya. Sungguh mengagumkan kalau kita merenungkan bakat yang dimiliki setiap orang, sebagai cerminan adanya talenta khusus dan betapa indahnya dipandang dan dirasakan. Keberagaman talenta ini sebetulnya hanya merupakan sekelumit daya cipta yang ada pada Allah, yang sekilas nampak dalam ciptaan alam semesta yang sangat
indah, dengan perhitungan yang sangat cermat dan harmonis. Talenta ini diberikan kepada kita masingmasing sebagai anugerah, namun tidak berarti bisa kita pergunakan “semau gue.” Jadi, dapat dikatakan bahwa bukan hanya anugerah, tetapi juga titipan. Intinya talenta harus dikembalikan. Pengelolaan, pengembangan, dan tanggung jawab penggunaan talenta itulah yang ikut menentukan keikutsertaan seseorang turut dalam kebahagiaan tuannya (Mat. 25:21).

Sejauh mana kita telah bertanggung jawab dan setia mengelola dan mengembangkan
talenta serta mempergunakan sesuai kehendak Allah, yaitu untuk memuliakan Allah dan untuk keselamatan bagi sesama kita. Itulah jalan keselamatan, jalan kekudusan. Kita itu masingmasing diciptakan secara khusus. Maka, jalan kekudusan kita masing-masing harus otentik sesuai dengan diri kita, keberadaan, waktu, zaman, lingkungan, situasi, dan talenta kita. Kita tidak bisa menjadi fotokopi dari orang kudus lain. Namun, kita bisa mendapat inspirasi dari orang kudus lain. Untuk mencapai kesucian, kita tidak harus membuat yang aneh-aneh atau luar biasa. Cukup mengembangkan talenta dan otentisitas diri seoptimal mungkin dengan kasih yang besar untuk memuliakan Allah dan menyelamatkan banyak orang pada zaman now ini, yaitu era milenial dalam hidup sehari-hari.

Kita bersyukur bahwa belum lama ini, tepatnya tanggal 10 Oktober 2020, Gereja mengangkat seorang pemuda bernama Carlo Acutis, lahir pada tanggal 3 Mei 1991 dan meninggal pada tanggal 12 Oktober 2006 yang saat itu berumur 15 tahun. Ia digelari beato. Ia disebut juga Orang Suci Milenial. Inilah contoh konkret orang suci zaman now, era milenial. Dia seperti anak muda zaman sekarang, senang bermain game, suka teknologi informasi, berbakat membuat program komputer, membangun situs website, dan sebagainya. Selain itu, dia dekat dengan Yesus dalam Ekaristi, devosi Maria, berbelas kasih kepada yang miskin, dan menderita sakit dengan pasrah. Hal yang saya rasa sangat istimewa adalah ia mempergunakan talentanya seoptimal mungkin untuk kemuliaan
Allah dan menolong sesamanya. Ia membangun situs web untuk berbagi informasi tentang
mukjizat Ekaristi dan penampakan Bunda Maria di seluruh dunia. Inilah contoh konkret untuk menjadi kudus pada zaman sekarang, yaitu dengan mengembangkan talentanya seoptimal mungkin untuk memuliakan Allah, melayani dan menyelamatkan banyak orang

Mgr. Blasius Pujaraharja, Uskup Emeritus Ketapang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini