2020: Brutal dan Bertobat…?

250
Ita Sembiring, Pekerja Seni/Kontributor

HIDUPKATOLIK.COM – Mimpi buruk  panjang…

Masa depan kelam tak berujung…

Asa hilang….

Paling menakutkan dalam catatan hidup..

……….

………. Brutal…!

Ini renteten ucapan bertebaran begitu saja dari sekelompok anak muda yang selama ini kehidupan  mereka begitu dinamis, penuh kesibukan seakan tak pernah henti. Sekarang semua harus menahan diri. DIAM!  Atau istilah populernya #stayathome

Tuhan murka…

Kerajaan Allah sudah dekat…

Mari mendekatkan diri…

Ini akhir zaman…

…….

……. Bertobatlah…!

Nah.., kalau ini serentetan petuah yang kerap terdengar dari para orangtua atau sebutlah senior kalau enggan memakai istilah tua. Sebab banyak juga yang ngeri dengan penuaan (makanya cream anti aging selalu dicari).

Tua muda, miskin kaya, tanpa kecuali semua menghadapi satu musuh kecil menakutkan karena punya daya mematikan. Dunia tidak lagi dikendalikan pemimpin semata, tapi diambilalih satu benda kecil tak kasat mata. Kehidupan seakan mati suri. Sunyi. Hiruk pikuk menjauh.

Tja…! Semua menghadapi situasi sama. Perbedaannya satu: cara menyikapi. Saya bukan  berniat membahas sikap perorangan terhadap situasi terkini. Begitupun yang saya dengar dan tulisakan di atas juga tidak serta merta mewakili secara general tiap kelompok umur. Minimal itu yang terdenger dari ruang lingkup pergaulan keseharian saya.

Sebagian menganggap tahun 2020 ini  brutal. Bahkan seorang teman yang sempat terjangkit virus korona di awal wabah merebak, dalam percakapan intim antarsahabat, mengatakan dia benci tahun 2020. Kebahagiaan seakan terenggut dan hampir ‘terpisah’ dari anak semata wayang di saat  masih sangat ingin mendampingi putrinya beranjak remaja. Dan, Tuhan mengabulkan permintaanya, dia menang melawan virus dan menyimpan kembali surat wasiat yang sempat dituliskan. Saat itu dia memang merasa telah  di ujung peristirahatan abadi.

Begitulah, ada yang panik, juga ada yang dengan sangat bijaksana menyikapi  tenang dan berucap, mendekatkan dirilah pada Tuhan, saatnya segera tiba.

Hmmm…., teman lain menyambut perkataan ini.  “Saya selalu mendekatkan diri pada Tuhan. Novena tak pernah putus, berpantang dan puasa pada bulannya, pelayanan tak kenal waktu dan selalu berserah pada Tuhan. Tapi jujur  belum mau bertemu sekarang. Masih mau bertemu anak anak saya yang sedang menuntut ilmu di negeri orang. Saya ingin menikmati hasil bersama.”

Pertanyaan sama dari tiap orang adalah, kapan pandemi ini berakhir? Sampai vaksin ditemukan? Lantas setelah vaksin itu bertemu kita, berakhirkah masalah di dunia ini? Apakah masalah kita virus korona semata? Masih banyak berkeliaran ‘virus’ lain.

Lalu? Apakah kita menganggap tahun ini adalah brutal? Atau tahun pertobatan? Mendekatkan diri pada Tuhan? (catatan kecil: untuk bertobat dan mendekat pada Tuhan tak perlu ada tahun khusus kan?).

Lantas? Kita harus apa?

Jangan tanya saya…, sebab saya pun  tengah  menjalani hidup bagai berjalan di lorong gelap, namun  yakin di ujung lorong  pasti ada cahaya terang. Dan, pastikan tetap berjalan agar bertemu cahaya itu.

Tetap berpengharapan adalah cara manis mengusir gerimis hati yang terus mengalirkan tangis. Tetap suka cita dan bertahan sebab yakin apa yang telah dimulai Tuhan pasti akan diselesaikan-Nya.

Wah.., membaca ini… kira-kira saya ada di kelompok manakah? Orang muda? Senior? Atau senior yang sok junior? Tidak masalah.. yang penting bisa berdamai dengan kebrutalan 2020 sambil memperbaiki diri (malu mau bilang bertobat).

Permisiiii .. ini hanya segores ungkapan hati..

tidak bermaksud menggurui..

sebab saya pun masih menata diri

(salam cinta: Ita Sembiring/Pekerja Seni-Kontributor)

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini