Apakah Tuhan Hadir di Dunia Maya

459
Ilustrasi

HIDUPKATOLIK.COM – Judul ini saya ambil dari buku karangan jurnalis garda depan, Thomas L. Friedman,”Thank You For Being Late” yang terbit tahun 2016. Pertanyaan ini muncul dari peserta ketika Friedman meluncurkan buku terkenalnya, “The Lexus and the Olive Tree,” tahun 1999 di Portland Theater Oregon Amerika. Tahun 1999 dunia maya belum gegap gempita. Pun pengguna dunia maya masih terbatas pada orang-orang tertentu. Akses masuk ke dunia maya relatif masih mahal karena jaringan internet tahun 1999 hitungan biaya penggunaan per detik. Akses internet sebagian besar melalui personal komputer. Sementara pengguna laptop masih masuk dalam golongan super minoritas. Telepon genggam belum menjadi telepon pintar, jadi belum bisa mengakses internet.

Ketika akses ke dunia maya masih terbatas dan relatif mahal, gugatan terhadap keberadaan Tuhan di dunia maya sudah mulai diperbincangkan orang. Pun ketika pada tahun 2016 dunia maya yang kemudian lebih populer disebut dunia digital menjadi gegap gempita, pertanyaan tentang keberadaan Tuhan di ruang digital kembali dibahas oleh Friedman melalui buku karyanya yang lain. Perbincangan Tuhan di dunia digital semakin riuh-rendah.

Sampai akhirnya pada akhir Pebruari 2020, dunia diterjang pandemi korona. Sejak Maret 2020, semua ranah kehidupan menjadi berubah total. Digital menjadi perkakas utama ketika gerak manusia dibatasi. Pun ritual keagamaan yang seumur-umur belum pernah berhenti, mulai Maret 2020 berpindah ke digital. Perayaan Ekaristi nan kudus beralih melalui jaringan digital. Jika sebelum pandemi masuk ke rumah Tuhan selalu dengan peringatan, “Mohon dimatikan perkakas telekomunikasi Anda.” Hari ini selama pandemi berbalik, “Silahkan menyalakan perkakas teknologi komunikasi Anda untuk menyambut perayaan Ekaristi.”

Apakah dengan begitu Tuhan lantas hadir dalam dunia maya ketika perayaan ritual agama berpindah pada ruang-ruang digital? Ulasan Friedman dengan mengutip rabi Yahudi, Rabi Tzvi Marx menarik untuk dicermati menjawab pertanyaan ini. “Tergantung apa pandangan Anda mengenai Tuhan. Jika pandangan Anda Tuhan itu sang MahaKuasa dan keberadaan-Nya terasa melalui campur tangan ilahi, yaitu menghajar kejahatan dan mengganjar kebaikan, maka pasti Tuhan tidak hadir di dunia maya yang penuh pornografi, judi, sumpah serapak ujaran kebencian serta aneka kejahatan dunia maya. Konon kata-kata tiga huruf paling populer di jejaring www adalah sex dan MP3. Bukan God.”

Ungkapan Rabi Mark dalam era pandemi ini cocok untuk diselaraskan dengan berbagai acara keagamaan yang beralih ke digital. Terutama dengan perkakas untuk mengakses acara keagamaan, baik itu melalui  laptop, personal komputer, telepon pintar atau perkakas elekronik lainnya. Sebelum Misa, perkakas elektronik ini bisa berselancar di dunia maya untuk membuka atau membaca situs apa saja. Termasuk juga melalui perkakas elektronik itu, seseorang baru saja selesai mengunggah ujaran kebencian ataupun meluncurkan berbagai foto (video) pornografi. Perkakas ini kemudian berpindah untuk mengakses jaringan Misa virtual.

Bandingkan dengan kejadian nyata. Altar di Gereja merupakan tempat paling suci dan paling bersih dibanding sudut-sudut ruang lainnya. Bahkan hanya pastur atau petugas tata tertib yang memiliki keabsahan untuk berada di altar Gereja. Sebelum Misa, altar terjaga kesucian dan kebersihannya. Sehingga ketika terjadi perayaan Ekaristi, kekudusannya tetap terjaga. Hal ini tidak bisa terjadi pada dunia maya.

Bagaimana kesucian perkakas elektronik untuk mengakses acara-acara ritual keagamaan? Sehingga dalam dunia virtual Tuhan benar-benar hadir dan memberi keteduhan bagi umat-Nya? Bagi saya pribadi, laptop, personal komputer ataupun telepon pintar tetaplah sebuah perkakas. Ia bersifat netral. Tergantung pada pribadi manusia pemakai perkakas ini. Melalui dunia virtual terbuka peluang lebar untuk mengabarkan kabar gembira seluas mungkin tanpa bersekat. Pun dunia virtual memberi ruang tanpa batas kepada individu untuk mengakses informasi-informasi tentang kemanusiaan, kebaikan dan solidaritas. Pun lewat virtual pula setiap individu dapat memproduksi kebaikan-kebaikan yang bisa dibagi ke khalayak seluas-luasnya.

Tuhan ada dan hadir dalam dunia maya. Bahkan kehadirannya terasa personal dan intim. Dan – meminjam perutusan dalam ritual penutup Ekaristi – kita diutus di dunia virtual melalui pilihan moral kita serta segala unduhan maupun unggahan  kita.

A.M. Lilik Agung

Trainer Bisnis

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini