Kesaksian Arswendo

428

HIDUPKATOLIK.com – Dalam Kitab Suci, Barabas
digambarkan sepintas sebagai perampok dan pembunuh. Hukuman mati disalib sudah menanti.
Namun pada karya terakhirnya sebelum meninggal, Arswendo Atmowiloto secara kreatif membalikkannya sebagai tokoh pejuang kemerdekaan Yahudi, anti penjajahan Romawi–pejajajah yang secara historis di masa itu adalah penjajah besar dan bengis.

Julukannya Kalajengking Tampan. Sosoknya gagah dan berwajah tampan, dianggap pemimpin kelompok fanatik anti penjajah Romawi, dengan ciri khas satu jari tangan kiri terpotong. Daya sengatnya mematikan, ibarat memiliki racun kalajengking paling tinggi dari segala jenis kalajengking di padang gurun.

Dengan sejarah hidupnya yang kelam— ditempatkan sebagai perampok dan pembunuh (kenyataannya yang dibunuh adalah serdadu Romawi), Pilatus—Gubernur tanah jajahan Yahudi—yakin, itulah jalan terbaik membebaskan Yesus dari Nasareth–pesakitan yang dari segi hukum pemerintahan baginya tidak bersalah. Perhitungan Pilatus keliru, tuntutan massa menuntut Yesus yang disalibkan, bukan Barabas.

Pembalikan sosok Barabas tidak hanya sampai di sana. Arswendo menciptakannya lebih ekstrem: setelah dibebaskan dengan nilai tukar Yesus dari
Nasareth, selanjutnya menjadi seorang penginjil (pembawa berita gembira tentang kebangkitan Yesus Kristus—Yesus yang Terurapi). Tidak begitu
saja bisa dibandingkan, kegiatan dan kesaksiannya ibarat Paulus. Artinya apa? Barabas bertobat dari menjadi pemimpin pemberontak terhadap penjajah menjadi penginjil.

Kekerasan dan kekejaman mendominasi isi novel Barabas: Diuji dari Segala Segi ini. Kisah-kisah dibaginya dalam paragraf. Keluar dari pakem yang
lazim. Bukan Arswendo kalau tidak keluar dari kelaziman. Ia membagi kisahnya—nyaris sebagai tema-tema kecil-bab-bab yang terdiri atas beberapa paragraf pendek-pendek; gaya penulisan
yang langka dan membuat novel ini lantas bukan sesuatu yang harus dibaca dengan kening berkerut. Novel ini terasa ringan dan segar, menawan.

Kekerasan dan kekejaman rupanya diciptakan sebagai ujian dari segala segi bagi Barabas. Perlu diapresiasi kejelian Arswendo dalam melukiskan demografi lokasi kejadian tiga hari menjelang
penyaliban. Apakah nama-nama lokasi itu fiktif atau berdasar keativitas bagi Arswendo tidak menjadi soal—sebab pada akhirnya harus dikembalikan pada kenyataan novel Barabas bukan novel sejarah—melainkan benar-benar sebagai
personifikasi kesaksian Arswendo, yang di masa-masa sesudah dilepas dari penjara ingin menjadi penginjil. Perlu juga diapresiasi kejelian—apakah dia konfirmasi dari pustaka atau ahli bahasa Ibrani beberapa arkeologi kata atau nama yang kurang dikenal publik.

Kalimat penutup bab tentang Barnabas Dihukum, barangkali kesimpulan ekstasis dari Arswendo. “Aku Barabas ditolak di Yahudi, tapi tetap bisa menerima karunia terbesar dalam kehidupan….Aku tahu jawabannya kini. Aku akan berada di luar tanah leluhur untuk mempercepat tersebarnya karunia bagi seluruh manusia. Aku akan menjadi saksinya”.

Judul : Barabas: Diuji dari Segala Segi
Pengarang : Arswendo Atmowiloto
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, 2019
Tebal : 266 halaman

St. Sularto

HIDUP NO.09 2020, 1 Maret 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini