BELUM MEMILIKI ANAK, HUBUNGAN HAMBAR

549

HIDUPKATOLIK.COM PENGASUH yang baik, saya sudah membina kehidupan berumah tangga selama tujuh tahun. Hingga kini, kami belum dikaruniai anak. Kondisi ini membuat hubungan saya dan suami terasa hambar. Masing-masing dari kami pun mulai sibuk dengan pekerjaan. Meski demikian, saya tak ingin bercerai. Bagaimana cara menghadapi rasa bosan yang sedang saya alami saat ini? Mohon sarannya. Terima kasih.

Ariani, Bandung, Jawa Barat

Dalam Gereja Katolik, anak-anak merupakan anugerah Allah. Hak Allah saja untuk memberi atau tak memberi. Usaha kita sebagai manusia adalah memohon, dan secara normal mengusahakannya melalui hubungan seksual, yang sehat dan teratur. Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga adalah kejadian rohani sekaligus jasmani. Kita tidak bisa memisahkan keduanya.

Demikian juga yang Ibu alami dalam hidup berumah tangga dengan pasangan. Kesibukan membuat relasi dalam rumah tangga Anda berdua jadi terbengkalai dan bahkan terabaikan. Hubungan yang baik selalu didasari cinta kasih yang hangat dan tulus. Bukan mengalihkannya pada memiliki anak. Jadi memang hubungan baik tergantung pada suami-istri sendiri yang menciptakannya.

Benar, bahwa kehadiran anak dapat menyemarakkan dan menjadi alasan, untuk memotivasi diri bekerja demi masa depan mereka. Kehadiran anak bisa juga menjadi hiburan, kala terjadi masalah relasi antara suami-istri. Anak-anak bisa mempersatukan melalui keberadaan dan kesadaran berdua sebagai orangtua. Akan tetapi, persoalan pasutri bukan hanya memindahkan perhatian dari pasangan ke anak.

Pasutri yang bijaksana, justru menggunakan kesatuan dan kekompakan mereka, untuk mengasuh anak. Mereka mengasuh anak bersama, berbicara bersama, dan lain-lain. Kebersamaan yang mempersatukan, juga menjadi alasan mereka, untuk melayani orang lain dengan berbagai cara. Syarat yang harus selalu ada adalah kesatuan dan cinta kasih, yang tanpa syarat dari suami dan istri.

Ibu Ariani yang baik, masalah kesibukan bisa dijadikan alasan, tapi barangkali baik kita renungkan: untuk apa semua ini, kalau hasilnya justru merusak apa yang seharusnya paling saya syukuri, yaitu perkawinan? Banyak kali, justru pekerjaan menjadi tempat pelarian ketika hubungan suami dan istri kurang harmonis dan beku. Kepentingan utama suatu pekerjaan dibelokkan, dari kebutuhan bersama menjadi “saling menghindar bersama”.

Ajaklah suami untuk berlibur bersama. Liburan yang tanpa acara lain, selain bersama menikmati hari-hari tanpa beban pekerjaan. Kalau Ibu mempunyai hobi tertentu, ekspresikan hobi itu, dan bagikan dengan suami. Mungkin ini bisa menambah gairah hidup, dari pada mengingat-ingat kejadian kurang nyaman pada waktu lalu. Hal terpenting selama bersama adalah membagikan perasaan dan berbicara dari hati ke hati.

Ketika suami berbicara, Ibu harus mendengarkan, demikian sebaliknya. Merefleksikan hidup berdua, tanpa anak, mungkin suatu hal penting yang bisa dimulai sekarang. Sampaikan bahwa harta terbaik adalah pasangan, sehingga Anda berdua sadar saling mem-butuhkan dan memiliki. Kesadaran ini penting untuk menjamin suami-istri meng-ingat mana yang terpenting dalam hi-dupnya.

Ibu Ariani yang baik, hubungan yang baik dan mempunyai anak tidak secara otomatis terjadi, demikian sebaliknya, tidak mempunyai anak tidak otomatis membuat hubungan kurang baik. Hubungan yang baik selalu didasari cinta kasih yang hangat dan tulus. Bukan mengalihkannya pada memiliki anak. Jadi memang hubungan baik tergantung pada suami-istri sendiri yang menciptakannya.

Orang-orang yang menikah, meskipun mempunyai anak, sebenarnya sama juga suatu saat harus mengingat, bahwa tanggung jawab utama mereka adalah pada pasangan, bukan pada anak-anak melulu, khususnya jika anak-anak sudah dewasa. Anggap saja, Ibu dan bapak mengerti hal ini. Jika sangat menginginkan anak, barangkali bisa juga mengadopsinya setelah memutuskan bersama suami.

Cobalah mengusahakan bersama-sama, mulai dari diri kita sendiri dulu. Semoga kehidupan rumah tangga semakin menyenangkan dan seimbang, antara pekerjaan dan perhatian personal. Tuhan memberkati.

HIDUP NO.07 2020, 16 Februari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini