Kebijakan Peribadatan Masa New Normal di Provinsi Gerejawi Semarang

1237
Mgr Robertus Rubiyatmoko (Uskup Agung KAS-kiri atas), Mgr. Vincentius Sutikno Wicaksono (Uskup Surabaya, kanan atas), Mgr. Ch. Tri Harsono (Uskup Purwokerto-kiri bawah) dan Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan O.Carm (Uskup Malang-kanan bawah)/Dok. HIDUP

HIDUPKATOLIK.COM-SELURUH umat Katolik Indonesia dilayani dalam suatu organisasi pelayanan gerejawi. Saat ini ada 10 provinsi gerejawi yang masing-masing dipimpin oleh seorang Uskup Agung yang tersebar dalam enam regio.

Khusus Provinsi Gerejani Semarang (Keuskupan Agung Semarang) merupakan
metropolit provinsi gerejawi dalam kesatuan dengan tiga keuskupan sufragan terdekatnya,
yaitu Keuskupan Malang, Keuskupan Surabaya, dan Keuskupan Purwokerto.

Menurut Kitab Hukum Kanonik kanon 431, beberapa keuskupan yang berdekatan harus
membentuk satu provinsi gerejawi di bawah pimpinan seorang Uskup Agung. Tujuannya adalah membina hubungan baik antar uskup dan membina kerjasama mereka di bidang pastoral.

Keuskupan Malang, Surabaya, dan Purwokerto adalah keuskupan sufragan dari Keuskupan Agung Semarang (KAS). Menurut kanon 436, Uskup Agung memiliki wewenang untuk mengawasi pelaksanaan iman dan tata tertib gerejawi di keuskupan-keuskupan sufragan, dan melaporkannya kepada Paus bila terjadi penyelewengan. Bila uskup sufragan itu membandel, dengan izin Takhta Apostolik, Uskup Agung bisa mengadakan kunjungan kanonik ke sana.

Masih menurut kanon 436, apabila di suatu keuskupan sufragan terjadi sede vacante (takhta lowong), dan dalam 8 hari Dewan Penasihat keuskupan tidak memilih seorang Administrator Diosesan, maka hak mengangkatnya diambil alih oleh Uskup Agung. Dengan seizin uskup setempat, seorang Uskup Agung boleh merayakan upacara-upacara suci di semua gereja yang ada di wilayah provinsinya. Itulah wewenang dan tugas Uskup Agung. Di luar itu, Uskup Agung tidak mempunyai kuasa kepemimpinan di keuskupan-keuskupan sufragan.

Oleh karena itu, sebagai uskup sufragan, tidak mempunyai peran dan kedudukan apa-apa di keuskupan agung. Sebaliknya, sejauh tidak terjadi penyelewengan iman atau tata tertib Gerejawi, praktis tidak ada hubungan langsung antara uskup agung dan uskup sufragan.

Dalam konteks ini wajarlah setiap kebijakan di keuskupan berbeda-beda. Saat ini kita bisa melihat kebijakan yang berbeda itu dalam situasi new normalSetiap keuskupan di bawah otoritas uskup masing-masing memiliki kebijakan yang berbeda-beda sesuai pertimbangan situasi dan kondisi riil umatnya. Sejauh mana kebijakan new normal di Provinsi Gerejawi Semarang?

Semarang: Memperpanjang Status Darurat

Di KAS, Mgr. Robertus Rubiyatmoko mengatakan pihaknya masih memperpanjang pembatasan Misa bagi umatnya. Hal tersebut disampaikan Koordinator Gugus Tugas Penanganan Dampak Covid-19 KAS Romo Yohanes Rasul Edy Purwanto dalam Surat Edaran Uskup Agung Semarang Nomor 0451/A/X/20-24, tertanggal 25 Mei 2020.

Dalam surat edaran tersebut, Mgr. Rubim sapaanya, menjelaskan bahwa pihaknya akan memperpanjang pembatasan Misa bagi umat Katolik sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 yang masih rentan penyebarannya di Kota Semarang dan sekitarnya. “Pembatasan ini mulai berlaku 1 Juni 2020 sampai waktu yang belum ditentukan,” tulis Mgr. Rubi.

Maka itu, lanjutnya, pihaknya akan menggelar peribadatan dengan via online dari live streaming platform YouTube. Pihaknya menerangkan, jika saat ini belum ada persiapan untuk melakukan upaya new normal. “Gereja mendukung pemerintah dalam upaya memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19. Bila ada kebijakan baru dari pemerintah, kami mendukung sesuai kebutuhan umat,” jelasnya

Surabaya: Zona Merah, Masih Misa Online

Tak berbeda jauh dengan Keuskupan Surabaya. Uskup Surabaya Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono masih memberlakukan Misa melalui live streaming atau Misa online. Hal ini disampaikan langsung oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya Romo Eko Budi Susilo, Rabu, 10/6/2020.

“Untuk sementara, Keuskupan Surabaya masih memberlakukan Misa live streaming. Keuskupan sedang mempersiapkan segala sesuatu terkait kebijakan new normal ini. Dalam waktu dekat, ada keputusan baru akan diumumkan,” ungkap Romo Eko.

Kebijakan ini diambil Mgr. Sutikno, karena setiap daerah di Jawa Timur memiliki keadaan yang berbeda-beda. Setidaknya ada 44 paroki dengan umat lebih dari 160 ribu jiwa. Maka itu perlu analisa yang matang dalam membuat keputusan.

Apalagi saat ini, Jawa Timur masih menduduki peringkat kedua setelah DKI Jakarta dengan jumlah kasus per-Rabu, 10 Juni 2020 sekitar 6.533 atau sekitar 19,8 persen. “Setiap daerah penyebaran kasus berbeda. Kalau di Surabaya masih zona merah dan penularannya tinggi. Maka itu untuk sementara aktivitas peribadatan masih lewat daring,” jelas Romo Eko.

Purwokerto: Memperhatikan Protokol Kesehatan

Penerapan new normal atau kenormalan baru di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, secara bertahap telah diberlakukan. Hal ini disampaikan langsung Bupati Banyumas Achmad Husein, Senin, 8/6/2020.

Salah satu wujud new normal ini adalah sejumah tempat ibadah telah dibuka mulai Minggu kemarin untuk agama Islam sementara gereja baru akan dibuka pada Minggu, 14 Juni 2020.

Menanggapi situasi ini, Keuskupan Purwokerto telah mengizinkan aktivitas peribadatan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Paroki St. Yosep Purwokerto, misal, pada Rabu, 10/6/2020, telah melaksanakan Misa harian.

Hal ini diiyakan Wakil Ketua Tim Gugus Covid-19 Paroki St Yosep, Tri Budiyanto. Menurut Budiyanto segala perizinan sudah didapatkan untuk peribadatan ini baik dari pemerintah maupun dari pihak Keuskupan Purwokerto.

Malang: Pintu Gereja Siap Dibuka

Tak berbeda jauh dengan Keuskupan Purwokerto. Sejak Pemerintah Kota Malang mengumumkan masa transisi menuju new normal sejak 31 Mei 2020, Gereja Keuskupan Malang memperbolehkan seluruh paroki di wilayahnya menyelenggarakan Misa dengan syarat mematuhi protokol kesehatan sesuai SE Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2020.

Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Uskup Malang Romo Alphonsus Tjatur Raharso, Rabu, 10/6/2020. Menurutnya, protokol kesehatan diserahkan kepada para pastor dan dewan pastoral paroki. “Romo paroki masih harus berbicara dengan dewannya mulai kapan gerejanya dibuka. Tentu dengan mematuhi semua persyaratan yang ada di SE Menteri,” ujar Romo Tjatur.

Yusti H. Wuarmanuk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini