HIDUPKATOLIK.COM SERATUS tahun sudah berlalu semenjak kelahiran Santo Paus Yohanes Paulus II (YP II). Meski dia sudah tidak bersama kita sejak 2005, warisannya tetap kuat. Dia mungkin merupakan tokoh terbesar za-man ini. Ketika bertemu dengannya secara pribadi, saat dia berziarah pertama kalinya ke Polandia, sesudah men-jadi Paus. Dia ramah dan penuh rasa ingin tahu. Dia ingin mengetahui siapa saya, wanita Polandia 18 tahun.
Kami mengingatnya sebagai Paus rakyat, terbuka, dan hangat. Tentu saja, kami juga mengenang kesucian, kontribusinya pada doktrin Kristen, dan pencapaiannya di dunia internasional. Selama 26 tahun kepausannya, tindakannya mengirim pe-san ke seluruh dunia.
Lahir di sebuah keluarga militer di ko-ta kecil dengan nama Karol Wojtyła, hi-dupnya dilatarbelakangi peristiwa ter-buruk abad ke-20: Perang Dunia II dan kediktatoran Soviet. Mungkin inilah sebabnya, ia menjadi pendukung besar kebebasan dan gerakan tanpa kekerasan. Di Polandia, gerakan besar tersebut dina-mai “solidaritas” dan dipicu oleh kun-jungan pertamanya sebagai Paus.
Pada 1979, ia pergi ke Polandia, di mana dia didukung dengan penuh semangat jutaan orang, yang saat itu hidup dibawah bayang-bayang rezim Soviet. Dengan tegas, ia mohon untuk “pembaruan tanah ini”, yaitu mendapatkan kembali kebebasan Polandia, yang di-renggut sejak Perang Dunia II. Suaranya selaras de-ngan banyak orang Polandia, yang kemudian se-gera bersatu dalam demonstrasi damai melawan ke-diktatoran. Se-puluh tahun kemudian, kediktatoran run-tuh di Polandia dan negara-negara lain di Eropa Te-ngah dan Timur.
Warisannya jauh lebih luas daripada politik. Se-ka-rang, kita mulai menghargainya secara penuh. Dia me-rupakan seorang Paus dialog. Gerakannya sa-ngat melekat dengan baik: mengunjungi Sinagoga Agung Kota Roma, mencium Al-Quran, melintasi am-bang masjid di Damaskus dan memprakarsai Hari Per-damaian Dunia di Assisi. Ketika di Indonesia (1989) dia menyatakan: “Keragaman agama dalam persatuan Indonesia tidak perlu ditakuti”. Dia tidak menahan diri untuk bertemu dengan banyak politisi, termasuk dari negara nondemokratis, percaya kebencian dapat diatasi dengan dialog. Dialog bukan cuma solusi dengan sen-dirinya tetapi merupakan sarana berinteraksi dengan manusia.
Banyak pidatonya yang berkaitan dengan perlin-dung–an orang miskin dan perlunya solidaritas sosial. Dia menyerukan pengurangan ketidaksetaraan, antara negara kaya dan miskin dan di dalam bangsa itu sen-diri. Dia menggarisbawahi, kemiskinan diperburuk oleh ”degradasi manusia dan lingkungan yang dipicu dan dipercepat oleh penggunaan sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab”. Dengan mengritik kon-sumerisme berlebihan yang mengarah pada bencana eko-logis, tanpa lelah dia mengingatkan, “Kri–sis ekologi adalah masalah moral”.
Dia merupakan figur anti perang yang tegas, senantiasa mengingatkan akan pem-ba-ngunan Peradaban Kasih global di atas nilai-nilai perdamaian, solidaritas, keadilan, dan kebebasan. Saat ini kita bisa melihat kebijaksanaan pemikirannya dengan lebih jernih dari sebelumnya. Memenangkan pe-rang dan memimpin dalam perlombaan senjata tidak membuat negara lebih aman dari penyakit ini. Hanya kerja sama dan soli-daritas antara negara-negara yang dapat menunda pandemi.
Polandia sedang berusaha menunjukkan solidaritas seperti itu. Dalam beberapa tahun terakhir, kami me-nyelenggarakan bantuan di Indonesia berupa pen-ce-gahan kegagalan pertumbuhan di Flores dan peralatan medis di Lombok. Kami menyediakan puluhan bea-siswa S2 untuk anak muda Indonesia. Tentunya, ma-sih banyak yang bisa dilakukan, terutama dalam meng-hadapi pandemi dan krisis ekonomi saat ini. Polandia bersama dengan Uni Eropa, akan bekerja sama dengan Indonesia dalam semangat pengajaran YP II tentang solidaritas.
Mengingat pertemuan dengan YP II, menyadari be-tapa beruntungnya saya. Tidak hanya untuk bertemu secara langsung, tetapi untuk memiliki kehidupan yang layak dan kesempatan memenuhi cita-cita saya dalam karier. Saya berharap, semua anak Indonesia, termasuk anak perempuan, akan memiliki kesempatan yang adil untuk menjadi siapa pun yang mereka inginkan. Untuk mewujudkan ini, kita harus mempraktikkan ajaran inti dari YP II yang terhebat: Pengajaran Solidaritas.
Beata Stoczyńska Duta Besar Polandia untuk Indonesia
HIDUP NO.23, 7 Juni 2020