HIDUPKATOLIK.COM Berawal dari pengalaman kecelakaan pada kakinya, ia mengembangkan sebuah ramuan yang kini dikenal banyak orang. Ia bermimpi, ramuannya makin memberikan manfaat bagi makin banyak orang.
ALKISAH tahun 2011, Servasius Bambang Pranoto tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa pada kakinya usai mengalami sebuah kecelakaan. Ketika melewati sebidang jalan, ia terperosok. Pasca kejadian itu, ia tak dapat mengontrol kedua kakinya. Beberapa metode pengobatan telah ia tempuh namun kesembuhan nampaknya tak kunjung datang.
Bambang sempat mendatangi seorang tukang pijat namun kakinya masih saja tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Dihantui bermacam pikiran tentang kakinya yang tak kunjung sembuh itu, ia justru memutuskan untuk menyendiri.
Dari kesendirian itu, ia mendapat ide membuat ramuan minyak untuk menyembuhkan kakinya. “Untuk bisa sembuh saya harus bikin minyak,” tekadnya dalam hati saat itu.
Meracik Minyak
Ia mulai mengingat-ingat beberapa jenis tanaman. Sebagian bahan pembuatan ramuan minyak ini ia dapat dari dapur dan pekarangan rumahnya di Kabupaten Gianyar, Bali. Sejauh ingatannya, ia lalu mencocokkan tanaman-tanaman itu dengan penelitian yang sudah dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Minyak buatannya terbuat dari campuran 49 macam rempah.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ternyata tanaman-tanaman itu semuanya berguna bagi penyembuhan. Sebelumnya, ia pernah memanfaatkan tanaman-tanaman tradisional saat menyembuhkan istrinya. Maka, ia pun memutuskan membuat ramuan minyak. Ia lantas mengaplikasikan minyak racikannya itu untuk kakinya sendiri dahulu.
Setelah mencoba dengan pengobatan ini, keluhan di kakinya perlahan menunjukkan tanda-tanda berkurang, bahkan hilang sama sekali. “Puji Tuhan, kaki saya sembuh,” ujarnya girang.
“Sebenarnya, bukan minyak ini yang menyembuhkan. Seperti dasar pembuatannya yang terinspirasi dari pohon kehidupan yang aliran dari akar lancar, minyak ini sesunguhnya untuk melancarkan energi dari dalam tubuh kita,” paparnya kemudian.
Dari Pengalaman
Dari pengalaman ke pangalaman, Bambang kemudian memiliki ide memproduksi ramuan minyak dan menjualnya. Ia mulai memproduksi ramuan sebanyak 500 botol dengan kemasan 250 ml. Saat memasarkan, ternyata sambutan masyarakat tidak begitu bagus. Tidak laku!
Bambang kemudian mengubah kemasan menjadi lebih kecil yaitu 100 ml. Hasilnya, di luar dugaan. Ternyata hanya dengan mengubah kemasannya, minyak ini menjadi laku keras. Sejak itu, ia menunjuk seorang distributor untuk memasarkan. Saat itu, ia menamai produknya “Kutus-Kutus”. Untuk memasarkan produknya ke dunia lebih luas, ia memanfaatkan platform media sosial.
Karena sudah ada yang megang marketing, Bambang kemudian fokus menangani bidang produksi. Pada tahun 2013, minyak sudah terjual 100 botol dengan sistem reseller. Tahun berikutnya meningkat menjadi 5.000 botol per bulan.
Namun, emas tidak akan murni apabila tidak ada tanur yang menjadi memurnikannya. Demikian juga usaha Bambang. Suatu kali, minyak dioplos oleh salah seorang rekan bisnisnya. Kejadian ini sangat memukul Bambang. Namun, ia berpikir, pada saat inilah ia harus menata kembali usahanya. Ia fokus memperbaiki jaringan distribusi dan menangani langsung penjualan.
Sejak itu, angka penjualan kembali naik. Hingga tahun lalu, total penjualan yang diraih perusahaannya mencapai 5,7 juta botol. Ini dapat dicapai berkat 3.000 tenaga reseller. Bambang menerapkan strategi pemasaran yang tidak konfensional. Perusahaannya hanya memiliki sekitar 20-an distributor. Setiap distributor membawahi ratusan reseller lain.
Ia menjanjikan marjin penjualan yang lumayan besar untuk setiap reseller, yakni keuntungan 20 persen dari setiap botol minyak yang terjual. Semakin banyak minyak yang diproduksi, keuntungan yang mereka peroleh akan semakin banyak pula.
Melancarkan Energi
Kini, merek minyak produksi Bambang sudah dikenal luas di masyarakat. Meski begitu, ia menjelaskan, produk buatannya ini bukanlah “obat”. Ia menuturkan, fungsi sebenarnya minyak adalah melancarkan energi dalam tubuh. “Seperti dasar pembuatannya yang terinspirasi pohon kehidupan yang aliran dari akar lancar, minyak ini juga untuk melancarkan energi dari dalam tubuh,” jelasnya.
Ia menyarankan, penggunaan minyak ini dapat dioleskan atau dibalurkan pada punggung. Menurutnya, dengan cara demikian, minyak akan membuka “jalan tol” bagi energi di dalam tubuh manusia. “Kutus-Kutus membantu melancarkan energi, membangkitkan kekuatan tubuh untuk menyembuhkan dirinya. Jadi kesembuhannya bukan dari Kutus-Kutus,” katanya.
Menurut Bambang, karena energi terdapat dalam tubuh manusia maka akan muncul keluhan seperti pegal dan masuk angin. Minyak ciptaannya ini membantu melancarkan energi ini di dalam tubuh. Untuk itu, manusia menyelaraskan dirinya dengan alam. “Minyak ini bisa membantu mengatasi keluhan akibat energi tak lancar, kecuali kalau penyakitnya berasal dari luar tubuh, seperti infeksi virus atau bakteri,” ujarnya.
Sebagian besar produksi Kutus-Kutus dikerjakan dengan tangan manusia. Hanya saja, seiring semakin berkembang usahanya, Bambang menggunakan mesin untuk menumbuk bahan herbal. Namun, tetap saja tidak menggantikan tenaga manusia sepenuhnya.
Bambang bermimpi, usahanya ini makin memberikan manfaat untuk makin banyak orang. Ia mencontohkan, misalnya untuk menyediakan makanan bagi pegawai, petani juga diuntungkan. “Saya ingin ramuan ini membongkar segala paradigma terhadap yang tua, yang tradisional. Justru yang tradisional itu solusi terbaik,” ujarnya.
Produknya sempat mendapat kritikan karena tidak mendapat izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) karena produksinya masih menggunakan cara-cara tradisional dan tidak ada penjelasan ilmiah tentang obat buatannya ini. Berhadapan dengan kritikan ini, Bambang mengganggap, konsep pemikiran yang terlalu bergantung pada sesuatu yang ilmiah ini terjadi justru karena masyarakat telah meninggalkan akar kebudayaan nenek moyang. Namun, tahun 2017 BPOM memberikan izin.
Menurut Bambang, penyembuhan terutama dapat diperoleh dari dalam diri manusia. Yang perlu diusahakan adalah keharmonisan dengan lingkungan sekitar. “Makanya, kok yang sakit disuruh berdoa. Kan tidak masuk akal. Tapi karena berdoa itu harmonis.” Bambang mensyukuri berkat keberhasilan yang ia dapatkan hingga saat ini. Salah satu bentuk syukur ini terlihat dari peran serta perusahaannya dalam pembangunan Gereja St. Maria Ratu Rosari Gianyar.
Servasius Bambang Pranoto
TTL : Klaten, Solo, 13 Mei 1955
Istri : Lilies Susanti.H
Pendidikan: SMA Kolese De Britto, Yogyakarta
Sarjana Teknik Elektro dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Antonius E. Sugiyanto
HIDUP NO.22, 31 Mei 2020