Paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang, Keuskupan Agung Pontianak : Perhatian kepada Umat Tionghoa

846

HIDUPKATOLIK.com – Paroki ini memberi perhatian besar terhadap umat Katolik keturunan Tionghoa. Paroki berusaha mewujudkan keluarga Injili di tengah masyarakat yang beragam.

Semarak merah tua, kuning emas, dan pohon Mae Hwa berwarna merah muda menghiasi area Gereja
Katolik saat perayan Imlek di Singkawang,
Kalimantan Barat. Kota ini dikelilingi oleh pegunungan yang terdiri dari Gunung Pasi, Poteng, dan Sakok. Karena alasan inilah, kota ini diberi nama “Singkawang”. Kata ini berasal dari bahasa Hakka atau Khek ‘San kew jong’, – salah satu dialog
bahasa asli Tiongkok- yang berarti ‘di antara pegunungan’.

Sejak dahulu, Kota Singkawang memiliki penduduk multi etnis dengan Tionghoa, Dayak, dan Melayu
menempati posisi etnis terbesar. Melihat hal itu, Paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang juga memberi perhatian besar terhadap umat Katolik keturunan Tionghoa. Kepala Paroki Singkawang,
Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap menceritakan, ada sebagian umat Katolik Tionghoa yang tinggal di tengah Kota Singkawang tidak terlalu fasih dalam Bahasa Indonesia. Karenanya, mereka dilayani juga Misa dalam bahasa Mandarin. “Ada komunitas Bahasa Mandarin yang setiap hari Sabtu merayakan Ekaristi dengan nuansa Mandarin. Itulah salah satu kekhasan paroki ini,” tuturnya.

Imam Kapusin yang akrab disapa Pastor Gathot ini juga menjelaskan, untuk pastoral Bahasa Mandarin selama ini dipercayakan kepada Pastor Marius Tjhin, OFMCap yang memang fasih berbahasa
Mandarin.

Pastor Gathot menambahkan, walaupun ia tidak bisa berbahasa Mandarin, namun katekese kehadiran menjadi semangat pelayanannya kepada komunitas ini. “Saya hadir tapi tidak bisa bahasa Mandarin. Maka kalaupun melayani mereka, saya
tetap memakai Bahasa Indonesia,” akunya.

Selain itu kentalnya nuansa Tionghoa di daerah ini ditunjukkan pada tahun 2016. Saat itu, Paroki Singkawang ditunjuk sebagai sebagai salah satu
tempat peziarahan dalam rangka Tahun Kerahiman Ilahi. Guna menyemarakan peristiwa penting ini, panitia mencoba membangun satu tanda yakni sebuah gerbang sebagai tempat untuk masuk ke
dalam Gereja. Gerbang tersebut di desain dengan nuansa khas Tionghoa. Gereja pun dibanjiri umat yang tidak hanya datang dari kalangan keturunan Tionghoa. Mereka ingin melewati gerbang indah
yang banyak didominasi warna merah itu. Dalam tradisi Tionghoa warna merah merupakan lambang kemakmuran.

Tahun 2016 juga menjadi tahun istimewa bagi paroki ini. Pasalnya, tahun 2016 bertepatan dengan Perayaan 110 tahun Misi Kapusin di Kalimantan. Paroki pun banyak menyelenggarakan
kegiatan untuk menyemarakkan peristiwa penting itu. Salah satu agendanya adalah terlibat dalam kegiatan yang ada di Kota Singkawang. Ketika itu, paroki berpartisipasi mengikuti pawai lampion pada Festival Cap Go Meh. Umat dengan sukacita membuat replika kapal untuk memeriahkan pawai tersebut. Tak disangka, buah partisipasi ini berbuah manis dengan paroki menyabet juara ketiga dalam pawai.

Paroki yang terdiri dari dua bagian ini yakni Pemkot Singkawang dan Pemda Bengkayang memiliki variasi pemukiman umat. Ada umat yang tinggal di kota dengan sebagian besar tinggal di pedalaman. Di kawasan kota terdapat 14 lingkungan. Paroki juga melayani di 16 stasi yang ada di beberapa daerah. “Reksa pastoral di sini sangat unik karena
pelayanan di kota beda dengan yang di pedalaman. Di kampung-kampung kami masih melaksanakan turne dengan mengunjungi umat,” pungkas Romo
Gathot.

Paroki Singkawang, ungkap Pastor Gathot, ingin merealisasikan visi Keuskupan Agung Pontianak mewujudkan Keluarga Injili yang mengakar. L Dengan bimbingan Roh Kudus, umat berusaha
membuktikan keadilan, kedamaian, keutuhan ciptaan di tengah masyarakat yang beragam.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.04 2020, 26 Januari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini