Beata Maria Candida OCD ( 1884-1949) : Karmelit Ratu Ekaristi

612

HIDUPKATOLIK.com – Panggilan menjadi biarawati sempat ditentang keluarga besarnya. Kendati begitu, kecintaan kepada Kristus dalam Sakramen Ekaristi, membuatnya menjadi pribadi yang  saleh.

Selama 30 tahun, keluarga menolaknya. Mereka tak ingin, Maria Candida menghabiskan waktu dalam doa dan mati raga. Masih banyak pekerjaan lain yang harus dikerjakan. Disiplin hidup biara hanyalah rutunitas biasa dan membosankan. Orangtua Maria, Pietro Barba dan Giovanna Flora meyakini, apabila putrinya masuk biara, hal ini sebagai keputusan konyol. Hanya orang yang putus asa yang memilih jalan hidup ini.

Pietro dan Giovanna sebenarnya memberi kebebasan kepada anak-anak untuk memilih cita-cita mereka. Namun, tidak untuk menjadi biarawati.

Tetapi peraturan keluarga ini dilanggar Maria. Karena kecintaannya kepada Ekaristi, anak kesepuluh dari 12 bersaudara ini memilih bergabung dalam Ordo Carmelitarum Discalceatorum (OCD). Pilihan yang menjadikan kesehariannya hidup dalam doa.

Keputusan ini tentu mendatangkan perlawanan dari keluarga. Alhasil, namanya pun dicoret sebagai anggota keluarga. Selama menjalani hidup di biara, keluarga tak pernah mengunjunginya. Ia
tidak pernah bertemu sang ayah hingga tutup usia. “Saya dilupakan orangtua. Kadang saya bertanya apa salahnya memilih Kristus daripada jalan duniawi?” tulis Maria kepada sang ibu.

Transformasi Iman
Dalam tembok biara, Maria mengasah kecintaannya kepada Kristus lewat Ekaristi. Kelahiran Catanzaro, Italia, 16 Januari 1884 ini setiap hari menghabiskan waktunya sebuah gereja kecil di pinggiran Kota Catanzaro. Di sana, Maria merasakan cinta yang erat dengan Kristus. Tak heran, ia pun juga jatuh cinta pada misteri salib
Kristus.

Jauh sebelumnya, saat usianya lima tahun, Maria sebenarnya pernah mengungkapkan keinginannya menjadi biarawati. Ketika itu, keinginan ini ditolak mentah-mentah Pietro. Pietro menginginkan anak-anaknya menempuh studi hukum, sehingga kelak bisa menjadi hakim seperti dirinya. Itu jugalah yang
terjadi terhadap kelima saudara Maria, mereka bekerja sebagai hakim saat mereka dewasa.

Tentu, Pietro juga pernah mengutarakan impiannya ini kepada Maria. Tetapi, gadis cantik ini menolaknya. Maria lebih rajin ke gereja untuk berdoa. Ia juga terlibat membantu para biarawati Karmelit di Ragusa. Maria menemukan kebahagiaannya dalam setiap keterlibatannya ini.

Rasa cinta ini semakin sempurna tatkala Maria menerima komuni pertama pada 3 April 1894. Sejak itu, ia mendedikasikan hidupnya dalam panggilan untuk Ekaristi. Ia sebenarnya terbuka mencintai setiap anggota keluarganya, namun, hubungan ini kurang harmonis, mengingat cita-cita
Maria yang tidak selaras dengan keinginan keluarga.

Semakin dilarang, cinta Maria kepada Kristus tak terbendung. Tahun 1899, ia menyadari panggilan untuk menjadi biarawati semakin kuat. Baginya, inilah saat untuk memutuskan memilih Kristus atau mengikuti keinginan orangtua. Cintanya kepada Kristus membuat Maria terdesak untuk segera memutuskan. Di hadapan patung Hati Kudus Yesus, Maria secara gamblang memilih menjadi biarawati.

Tidak sulit bagi Maria untuk menentukan tarekat atau ordo yang ditujunya. Sejak awal, ia terlanjur
mencintai karisma dan spiritualitas Karmelit. Hal ini semakin diperkuat berkat kecintaannya kepada Santa Theresa dari Lisieux. Sehingga, keinginannya masuk OCD tidak terbendung lagi.

Bertemu Rasul Ekaristi
Ibarat tembok yang keras dan susah ditembusi, begitu pun kecintaan Maria kepada Kristus. Pietro dan Giovanna terus menentang cita-cita ini. Maria tentu sedih mendapati nihilnya dukungan dari kedua orangtua yang ia cintai ini. Namun, ia terus bersabar. Dukungan ini justru baru didapatkan Maria menjelang saat kematian sang ayah pada 21 Juni 1904. Peristiwa kesedihan ini menjadi titik balik bagi sang ibu. Giovanna dengan kebesaran hati mengiklaskan Maria menjadi biarawati.

Peristiwa lain yang membuat Maria bahagia adalah diberi kesempatan untuk berziarah ke Vatikan dan berjumpa dengan Paus Pius X. Perjumpaan dengan Paus bernama asli Giuseppe Melchiorre Sarto, samakin membuat Maria yakin akan cita-
citanya. Perjumpaan ini bukan perjumpaan biasa, karena saat itu, Paus Pius X dikenal sangat memberi perhatian pada Ekaristi.

Sekembalinya dari Roma, Maria memiliki satu moto yaitu “menerima komuni suci adalah jalan terpendek dan teraman masuk surga”. Sejak itu juga, Maria memutuskan menjadi biarawati Karmelit. Dukungan ini juga datang dari Kardinal Alessandro Lualdi (1858-1927), Uskup Agung Palermo.

Pada 25 September 1919, Maria tercatat sebagai anggota biara Karmelit Ragusa. Ia menjalani kehidupan biara dengan serius dalam semangat doa, puasa, dan tobat. Relasi dengan Sakramen Mahakudus membuatnya semakin dekat dengan
Kristus yang tersalib. Ia adalah wanita yang setia pada panggilan sekaligus jujur dalam perilaku.

Di biara, Maria ia mengambil nama Sr. Maria Candida dari Ekaristi. Ia mengucapkan kaul perdananya pada 17 April 1921. Displin hidup rohani yang keras, dengan ragam kesalehan membuatnya menjadi seorang biarawati yang pantas diteladani. Ia adalah biarawati yang tak lalai bertemu Kristus dalam Ekaristi.

Semangat kesalehan dan kedewasaan iman yang menakjubkan membuatnya terpilih sebagai pemimpin biara pada 10 November 1924. Selama lima periode, Sr. Maria menjabat posisi ini. Selama ini juga, para suster yunior mengalami situasi biara
yang penuh kehangatan, cinta, dan penuh kesalehan hidup.

Tidak hanya itu, dalam keheningan biara, Sr. Maria terpanggil untuk menuliskan ragam pengalaman
perjumpaan dengan Allah dalam Ekaristi. Tercatat ada dua catatan harian yang dihasilkannya yang kemudian menjadi dua buah buku Langkah Pertama Bertemu Tuhan dan Keindahan Gunung Tuhan.

Ekaristi Abadi
Pada bagian buku pertamanya, Sr. Maria menulis, bahwa pesona Kristus dalam Ekaristi, tak bisa digantikan oleh jutaan pesona manusia. Agar bisa melihat dan merasakan pesona Kristus, setiap orang dipanggil untuk terlibat dalam Ekaristi. Hanya lewat jalan ini, Kristus bisa dirasakan.

Di bagian lain bukunya, Sr. Maria menceritakan pengalaman “dilupakan” oleh saudara-saudarinya. Selama menjalani hidup di biara, ia tak pernah
berkumpul bersama saudara-saudarinya. Kerinduan ini ia sampaikan dalam sebuah gambaran Kitab Suci saat Yesus di tolak di tempat asalnya. “Seperti Kristus ditolak di tempat asal-Nya, saya percaya saudara-saudariku telah mengalami jalan penuh sukacita,” ujarnya.

Sr Maria menjadi pemimpin biara hingga tahun 1947. Saat itu, ia didiagnosa menderita tumor ganas. Penyakit ini membuatnya hidup dalam perjuangan. Meski sakit, semangat hidup selalu
ditunjukannya dengan cinta mesra kepada Tuhan dan sesama. Sr. Maria wafat pada 12 Juni 1949. Ia tutup usia karena penyakit yang dideritanya. Jenazahnya di makamkan di Regusa pada 14 Juni 1949.

Proses beatifikasi Sr. Maria dibuka oleh Keuskupan Regusa yang saat itu dipimpin Mgr. Francesco Pennisi. Pada 15 Oktober 1981, ia mendapat gelar venerabilis. Paus Yohanes Paulus II kemudian menyetujui dekrit kekudusan Sr. Maria pada pada 18 Desember 2000. Sr. Maria dibeatifikasi di hadapan delapan ribu umat yang hadir memadati Lapangan St. Petrus Vatikan pada 21 Maret 2004.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.04 2020, 26 Januari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini