MENJELANG Idul Fitri 1441H yang jatuh pada 24-25/5, Dewan Paroki Kristus Raja Pejompongan membagikan sembako kepada warga sekitar paroki. Demi menyesuaikan dengan protokol kesehatan, bantuan sembako dengan total jumlah 1000 paket ini tidak dibagikan sekaligus tetapi dilakukan secara bertahap pada jam-jam tertentu sehingga tidak menimbulkan keramaian di halaman gereja.
Pembagian sembako jelang lebaran sudah menjadi tradisi paroki ini. Namun kali ini, di tengah pandemi COVID-19, Kepala Paroki, Romo Jacobus Tarigan, mengakui paket yang dibagikan cukup berbeda dari tahun-tahun sebelumnya di mana paroki lebih banyak menggelontorkan dana untuk bantuan kali ini, tanpa menyebutkan jumlahnya.
Romo Jack, sapaannya, juga menambahkan, penerima bantuan sembako ini ada warga yang benar-benar membutuhkan. “Bingkisan ini kami bagikan kepada mereka yang paling membutuhkan, yang memang dalam keadaan susah agar bisa sedikit tersenyum merayakan lebaran tahun ini, di tengah krisis pandemi COVID-19 yang entah kapan berakhir,” katanya, Kamis, 21/5.
Tidak bergerak sendiri, aksi sosial ini juga dilakukan dengan menggandeng pihak RT/RW dan polsek setempat serta dilakukan dengan sistem penukaran kupon seperti tahun-tahun sebelumnya. Selain untuk menjalin persaudaraan, Romo Jack menyebutkan ini juga dilakukan agar tidak terlalu tampak sebagai aksi Gereja. “Yang penting adalah orang merasakan kehadiran Gereja,” ujanya. Pihak paroki, tambah Romo Jack, selalu menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan pihak RT/RW, bekerjasama dalam beberapa kegiatan, dan terlibat dalam pertemuan-pertemuan.
Pembagian sembako ini bukan merupakan kegiatan amal pertama yang dilakukan Paroki Kristus Raja Pejompongan dalam masa pandemi COVID-19 ini. Sebelumnya bantuan telah dimulai sejak COVID-19 mulai merebak di Jakarta, sekitar dua bulan lalu. Saat itu, paroki membagikan vitamin dan 5000 lembar masker kain kepada seluruh umat dan warga sekitar.
Romo Jack menyebutkan pelayanan pada umat yang membutuhkan adalah prioritas dalam paroki. “Jangan pernah ada di paroki ini keluarga yang kelaparan atau tidak dapat berobat karena biaya. Apapun caranya, kita harus tolong. Kalau perlu, dana pembangunan paroki untuk membantu mereka,” ujar pimpinan paroki dengan jumlah umat sekitar 1.200 orang ini.
Hermina Wulohering