PERJALANAN PANJANG MENJADI PASTOR

3210
Fr. Petrus Galih Sunusmo Galih Widodo menerima kitab suci dari Uskup Bogor Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM./A. Bobby, Pr

HIDUPKATOLIK.COM– LEBIH dari 50 imam berjalan perlahan-lahan masuk ke dalam Kapel Seminari Menengah Stella Maris Bogor, Telaga Kahuripan, Parung, Jawa Barat, Senin (24/3).

Tiga pasang suami istri menyusul di belakang prosesi itu. Kemudian tiga calon diakon, RD Nikasius Jatmiko (Rektor Seminari Tinggi Keuskupan Bogor), dan RD Jeremias Uskono (Rektor Seminari Menengah Keuskupan Bogor). Uskup Bogor Mgr. Paskalis Syukur Bruno OFM paling akhir menutup barisan.

Ratusan umat telah memadati dalam kapel. Sebagian lagi terpaksa duduk hingga pelataran luar kapel. Mereka hadir ingin menjadi saksi tiga frater yang memberanikan diri utk masuk ke tahapan sebelum menjadi imam.

Lebih dari 50 imam ikut dalam tahbisan diakonat di Seminari Menengah Stella Maris Bogor./A.Bobby, Pr

Ketiga frater yang akan menjadi diakon Keuskupan Bogor itu adalah Fr. Petrus Sunusmo Galih Widodo, Fr. Yohanes Rafael Anggi Witono Hadi, dan Fr. Fransiskus Joko Umbaran.

Dialog singkat menjadi pembuka perayaan ekaristi. Mgr. Paskalis menanyakan kelayakan para calon diakon untuk ditahbiskan. Pastor Jatmiko menyatakan bahwa mereka layak karena sudah dilakukan penyelidikan dengan seksama.

Dalam kotbah, Mgr. Paskalis menjelaskan betapa pentingnya dialog singkat tentang kelayakan para calon diakon. “Saya senang tidak ada yang protes. Artinya mereka layak untuk ditahbiskan setelah melalui proses panjang menjawab panggilan Tuhan dari seminari kecil hingga sekarang,” ujar Ketua Komisi Kateketik KWI ini.

Mgr. Paskalis mengungkapkan kebahagiaannya atas pilihan ketiga pemuda yang ingin menginkardinasikan dirinya ke dalam Keuskupan Bogor. “Gereka Keuskupan Bogor gembira diberikan Allah tiga orang muda yang tampaknya sehat jasmani dan rohani,” tambah Mgr. Paskalis.

Kegembiraan itu, masih Mgr. Paskalis, dirasakan umat dan para pastor yang hadir di tempat ini. Mereka ingin hadir sebagai saksi ketiga frater untuk menjadi pelayan Gereja sebelum nantinya menerima tahbisan presbyter (imamat).

Tahbisan diakon adalah satu tahapan dalam hirarki Gereja Katolik sebelum menerima tahbisan imamat. Bila para diakon ini dianggap layak maka nantinya akan menerima tahbisan imamat.

Diakon bukanlah sebuah hak istimewa dihadapan umat tetapi menjadi pelayan sabda, pelayan liturgi, dan pelayan karya-karya karitatif. “Mereka kini telah mengarahkan hidupnya sebagai pelayan Tuhan. Mari kita dukung mereka agar bahagia menjalani panggilan ini.”

Dalam sambutannya Romo Jatmiko mengingatkan bahwa dengan tahbisan ini para diakon akan menjadi bagian klerus di Keuskupan Bogor. “Seperti yang disampaikan Bapak Uskup tadi, semoga dengan menjadi klerus para diakon berbahagia dengan panggilannya. Kalau tidak bahagia berarti kleru,” ujarnya yang disambut dengan tawa dari semua yang hadir. Kleru yang dimaksudkan adalah keliru.

Perjalanan Panjang

Ketiga calon diakon telah menyusuri panggilan sejak tahun 2008 dengan menjadi seminaris di Seminari Menengah Stella Maris. Setelah tuntas di seminari menengah, mereka menjalani tahun orientasi rohani, studi filsafat, tahun orientasi pastoral, studi teologi, dan tahun pastoral.

Sekarang ini dalam meniti perjalanan panjang panjang sebelum menjadi imam, mereka sedang melakukan tugas pastoral. Karya yang mereka jalani ini nantinya menjadi bekal dalam mendampingi umat.

Fr. Galih membantu di Percetakan Grafika Mardiyuana Bogor. Fr. Anggi berkarya di Paroki St. Matheus Depok Tengah. Dan, Fr. Joko membantu di Paroki St. Yakobus Rasul Megamendung sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Bogor.

Sebenarnya mereka satu angkatan ada empat orang. Seorang lagi, Fr. Yosep Kristinus Guntur, belum dapat ditahbiskan menjadi diakon karena sedang menjalani studi magister kitab suci di Università Pontificia Urbaniana (Universitas Pontifikal Urbaniana), Licenza di Teologia Biblica (Lisensiat Teologi Biblis).

Fr. Diakon Galih mengunkapkan kebahagiaannya usai perayaan ekaristi. Dia menuturkan, keinginan menjadi imam telah muncul sejak masih di sekolah dasar.

Waktu itu dia terkagum-kagum melihat sosok imam. “Kekaguman dan keinginan menjadi imam ini dikuatkan dengan beragam pengalaman yang menguatkan,” aku putra pasangan Aloysius Murtijan dan ValentinanSuhartinah ini.

A. Bobby Pr. (Bogor)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini