Beragam Reaksi terhadap “Querida Amazonia”

152

HIDUPKATOLIK.com – Surat Apostolik Paus Fransiskus Pasca Sinode Amazon menuai beragam tanggapan pro dan kontra.

Surat apostolik pasca sinode yang diterbitkan oleh Paus Fransiskus pada 12 Februari 2020 menghasilkan reaksi beragam dari keuskupan di Brasil. Sementara beberapa mengharapkan transformasi yang lebih radikal, para uskup lainnya percaya dokumen itu menegaskan kembali jalan
untuk perubahan melalui Sinode Pan-Amazon pada Oktober 2019 lalu.

Surat Apostolik Querida Amazonia ‘Amazon Terkasih’ berkaitan dengan transformasi sosial, budaya, ekologi, dan gerejawi – disajikan sebagai
“mimpi” untuk Amazon – yang menurut Paus harus
dilaksanakan untuk menjawab tantangan Gereja dan masyarakat saat ini. Namun, dokumen ini tidak membahas mengenai kemungkinan penahbisan pria yang menikah – yang disebut viri probati – dan pembentukan diakon perempuan.

“Apa yang kami harapkan pada saat pertama adalah semacam desentralisasi dan wewenang yang lebih besar bagi para uskup untuk menata kembali struktur lokal – tentu saja dengan segala hormat terhadap hukum kanonik. Para uskup bertanggung jawab atas kehidupan Gereja di keuskupan, tetapi ketika kami ingin bertindak ada begitu banyak penghalang,” ungkap Uskup Humaitá, Amazon, Brasil, Mgr. Meinrad Francisco Merkel, seperti yang diberitakan Cruxnow, Sabtu (15/2/2020).

Menurut Mgr. Meinrad, permintaan seperti memberikan izin kepada beberapa individu yang telah diakui sebagai diakon permanen yang luar biasa untuk merayakan Ekaristi harus menjadi “masalah sederhana”. Mgr. Meinrad mengakui kerja keras Bapa Suci, tetapi ia berharap ada kebijakan lebih. “Kami bukan orang yang impulsif. Saya berumur 75 tahun, dengan kehidupan imam yang hampir 50 tahun. Mengapa kita tidak bisa memiliki kolaborator untuk memimpin Evangelisasi?,” tanyanya.

Uskup Agung Porto Velho, Mgr. Roque Paloschi
mengatakan, dokumen kepausan “tidak menutup
pintu apa pun”, sehubungan dengan perdebatan sinode. Dokumen ini mengkonfirmasi jalan Gereja menuju komitmen untuk hidup, kepada orang miskin dan membela rumah kita bersama. Ia menekankan, bahwa Querida Amazonia tidak bisa menjadi pengulangan dokumen akhir sinode, sehingga Paus memilih untuk membawa pandangannya sendiri, tetapi tanpa mengesampingkan semangat debat. “Gereja tidak memiliki solusi ajaib. Ini selalu masalah kesinambungan. Paus tidak menghindari masalah yang lebih mendesak, tetapi berjuang untuk persatuan,” ungkapnya.

Bagi Uskup São Félix do Araguaia, di Negara Bagian Amazon Mato Grosso, Mgr. Adriano Ciocca Vasino, pengaduan tentang kehancuran sosial dan ekologi di Amazon yang ditulis Querida Amazonia
merupakan langkah lebih jauh bagi Gereja dalam perjuangan untuk model kehidupan baru. “Gereja berada di garis depan dari upaya semacam itu, mengingat persepsinya tentang realitas dan strateginya,” imbuh Mgr. Vasino.

Tetapi tampaknya ada, tambahnya, ketidaksesuaian di sisi kelembagaan. Tambahan ini mengenai kapasitas Gereja untuk mengambil peran ini secara konkret melalui kekuatan dan tindakan para tenaga pastoralnya. Bagi Mgr. Vasino, bukanlah tugas Paus untuk memprovokasi perpecahan dan transformasi drastis di Gereja. “Ini adalah pengalaman hidup dari orang-orang Gereja yang mengarah pada perspektif baru dan mengubah kenyataan. Paus melakukan bagiannya,” katanya.

Sedangkan Uskup Cruzeiro do Sul, Amazon Acre, Mgr. Flávio Giovenale mengatakan, ia membaca nasihat kerasulan dengan antusiasme yang besar
dan tidak frustrasi dengan tidak adanya jawaban konkret untuk poin-poin penting dari debat sinode. “Dokumen Paus Fransiskus adalah refleksi berdasarkan saran dan diskusi sinode. Ini bukan dokumen yuridis, ini nasihat. Perubahan konkret tentu akan dilakukan melalui dokumen masa depan, dalam bentuk motu proprio, misalnya, dan tindakan administratif,” imbuhnya.

Mgr. Giovenale mengatakan, bagian dari nasihat yang berhubungan dengan pelayanan Gereja – khususnya pada bab Komunitas Penuh dengan
Kehidupan – menunjukkan “revolusi Copernicus” yang nyata. “Paus Fransiskus menegaskan Gereja Amazon – dan semua Gereja – harus secara radikal dibaringkan. Dia menganjurkan budaya gerejawi awam yang khas. Dalam hal ini, para imam harus bekerja hanya dengan kegiatan-kegiatan yang penting. Dia benar-benar mengatakan bahwa mereka harus meninggalkan tugas administrasi dan berbagi kekuasaan, “ jelasnya.

Mgr. Giovenale mengatakan, ini jauh lebih penting daripada kemungkinan penahbisan pria yang sudah menikah. “Viri probati bukan satu-satunya solusi untuk masalah kita. Kami membutuhkan campuran solusi. Dan itu benar-benar revolusioner untuk menyarankan sebuah gereja yang berpusat pada orang awam dan bukan pada imam, ” katanya.

Bagi Uskup Agung Feira de Santana, di Negara Bagian Bahia, Mgr. Zanoni Demettino Castro, “Querida Amazonia” mewakili puncak dari proses debat kolektif yang sangat penting dengan mendengarkan suara umat, yang dapat menunjukkan kepada Gereja Katolik di wilayah lain
pentingnya mencari akar. Di keuskupan agungnya, yang berada di pantai utara Brasil – sangat jauh dari kenyataan Amazon – banyak orang memiliki akar Afrika, yang katanya tidak selalu dianggap benar oleh tradisi Katolik. “Di Gereja kami, kami selalu mempertanyakan bagaimana kami harus mengumumkan Kerajaan Allah dengan cara yang memadai untuk orang-orang keturunan Afrika,”
ucapnya.

Tanggapan Paus
Pada saat rombongan Konferensi Waligereja Amerika Serikat mengunjungi Vatikan dalam rangka ad limina, Senin, 10/2/2020, salah satu uskup menanyakan dalam pertemuan itu, meminta tiga atau empat poin kepada Paus Fransiskus apa yang bisa mereka bagikan kepada umatnya dari Querida Amazonia. Peristiwa ini terjadi sehari sebelum dipublikasikan.

Uskup Auksilier Atlanta, Mgr. Joel Konzen seperti
dilansir CNS, (12/2/2020), mengatakan pesan terpenting Paus dalam dokumen itu adalah merawat planet ini sebab kerusakan lingkungan adalah masalah serius.

Pertemuan sinode ini untuk berbicara tentang masalah-masalah Gereja di Amazon. Bapa Suci mengatakan kepada para uskup bahwa mereka,
dan para imam mereka, harus mengajar dan berkhotbah tentang kepedulian terhadap lingkungan. Uskup Pensacola, Mgr. William Wack, CSC mengatakan, fokus pesan Paus adalah mendorong setiap uskup untuk selalu mewartakan Kitab Suci dalam setiap karyanya. “Kita harus memberitakan Injil, dan ini adalah bagian dari Injil.”

Uskup Agung Miami, Mgr. Thomas Wenski, mengatakan bahwa Paus juga berbicara tentang apa yang ia maksudkan dengan “sinodalitas” dan
anggota Gereja yang saling mendengarkan, berdoa tentang berbagai masalah dan mencoba untuk mencari jalan ke depan bersama. Sinode, ujar Paus, bukanlah sebuah parlemen di mana orang-orang mengambil suara mayoritas pada sejumlah besar masalah.

Di antara reaksi mengenai desakan yang menarik
perhatian Paus Fransiskus ada komentar yang mengatakan Paus tidak memiliki keberanian tentang masalah penahbisan pria yang sudah menikah. Mgr. Thomas mengutip Paus saat memberi tahu mereka, sinode adalah tentang tindakan Roh Kudus dan penegasan Roh Kudus. Jika tidak ada Roh Kudus, tidak ada kebijaksanaan.
“Sinode itu bukan tentang keberanian Paus atau
kurangnya keberanian Paus,” imbuh Mgr. Thomas.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.08 2020, 23 Februari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini