Ada Apa dengan Dirjen Bimas?

208

HIDUPKATOLIK.com – Isu Plt. Dirjen Bimas Katolik trending topic. Penunjukan M. Nurkholis Setyawan, Sekjen Kementerian Agama (Kemenag) menjadi Plt. Dirjen Bimas Katolik menggantikan Plt. Dirjen Bimas Katolik sebelumnya, Muhammadyah Amin (Dirjen Bimas Islam) yang sedang sakit menuai kritik dari kalangan luas. Tanggapan yang muncul luar biasa dan viral, seakan–akan ada anggapan bahwa yang beragama lain kurang cakap dan tidak bisa jadi Plt. Dirjen Bimas Katolik. Padahal menurut aturan, diperbolehkan dan lazim. Menurut pengamatan, Plt. sebelumnya baru beberapa bulan jadi Plt. sudah menunjukkan kinerja baik dalam menyelesaikan persoalan anggaran di Bimas Katolik.

Pertanyaannya: mengapa jabatan Dirjen Bimas Katolik dipegang oleh orang beragama lain? Apakah tidak ada umat Katolik yang layak? Mengapa sampai 8 bulan posisi tersebut kosong? Ini menandakan regenerasi dan reformasi birokrasi tidak berjalan di Kemenag! (Umar Bashor, Anggota DPR RI Komisi 8 dari Fraksi PDI-P, saat dengar pendapat dengan Menteri Agama,10/2/2020).

Pengangkatan Plt. bukan dari dalam Bimas Katolik bukan tanpa alasan yang kuat baik dari sisi manajerial maupun aspek legalitas. Namun demikian dengan berbesar hati, M. Nurcholis Setiawan mengaku kilaf bahwa sesuai Surat Edaran BKN Nomor 2/SEA/1/2019 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian dapat membolehkan pejabat Eselon II sebagai Plt. Pejabat Eselon I, sehingga Menteri Agama mengangkat Aloma Sarumaha, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik menjadi Plt. Dirjen Bimas Katolik pertanggal 11 Februari 2020 sesuai janji Menteri Agama bahwa akan mengangkat pejabat Eselon II dari internal Unit Kerja Ditjen Bimas Katolik sebagai Plt.

Selama ini keberadaan Ditjen Bimas Katolik sejak Keputusan Presiden RI Nomor 170 Tahun 1966
meningkatkan Biro Urusan Agama Katolik menjadi
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik
salah satu Unit Eselon I di Kementerian Agama dianggap biasa-biasa saja. Kehadirannya belum begitu dirasakan umat Katolik mungkin para pegawai dan pejabatnya kurang kreatif mendesain program sesuai dengan kebutuhan umat Katolik dan perkembangan Gereja.

Hal yang menarik, baru kurang lebih 7 tahun terakhir dengan hadirnya program Bimas Katolik yang bergerak dalam bidang pengembangan lembaga pendidikan, memperkuat posisi Gereja sebagai lembaga badan hukum, mendorong partisipasi aktif umat dalam menggereja melalui Pesparani dan mengagas pembentukan Badan Amal Katolik membuat kehadiran negara semakin dirasakan umat Katolik melalui Ditjen Bimas Katolik. Peran Bimas Katolik ternyata semakin penting dan dapat berperan besar dan dapat juga menjadi kerdil, ketika para pejabatnya tidak mampu menghadirkan peran strategis untuk menjawab kebutuhan umat.

Kehadiran Bimas Katolik tidak terlepas dari pengakuan negara terhadap eksistensi Gereja di Indonesia. Maka agar Ditjen Bimas Katolik dapat berperan lebih strategis untuk menjawab kebutuhan umat, perlu keterbukaan Gereja. Sangat
dibutuhkan kehadiran seorang sosok pemimpin yakni Dirjen yang akan dipilih nanti melalui pengumuman lelang jabatan yang akan dibuka oleh Kementerian Agama harus benar-benar bermutu; memiliki keunggulan bukan saja leadership yang kuat, berintegritas, kompeten, dan memiliki semangat melayani. Sosok yang sangat dibutuhkan adalah mampu membangun komunikasi dengan hierarki Gereja, membangun mitra kerja, menjadi jembatan pemerintah dengan Gereja, mampu berdialog dengan seluruh mitra kerjasama pemerintah, dan lembaga-lembaga keagamaan non Katolik.

Viralnya pro kontra media sosial kemarin kiranya
dapat membangun kesadaran baru warga Katolik,
Gereja, dan Bimas Katolik yang belum berhasil me-
nyiapkan SDM yang berkualitas. Ada yang melihat
pengisian jabatan kali ini sangat menentukan arah
dan kiprah Bimas Katolik ke depan. Gereja perlu
mendorong putra-putri terbaiknya ikut bertarung
mengikuti lelang jabatan secara terbuka.

Salman Habeahan

HIDUP NO.08 2020, 23 Februari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini