HIDUPKATOLIK.com – Orang muda bukan hanya masa depan tetapi masa kini Gereja.
Mural para tokoh bangsa di dinding Gedung Tempo, Jakarta Barat, menyambut kedatangan anak muda Katolik yang tersebar di area Jabodetabek. Tak hanya berbekal sukacita, mereka juga membawa kegundahan masing-masing akan tantangan dan peluang yang dihadapi kaumnya. Sebagai orang muda yang didaulat sebagai pemeran utama oleh Paus Fransiskus dalam surat cintanya Christus Vivit (Kristus Hidup), mereka secara jujur merasa masih belum diberikan peran sebagai aktor utama dalam Gereja secara optimal.
Beberapa keluh kesah yang disampaikan oleh mereka dalam Seminar Christus Vivit garapan Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep KWI) pada hari Sabtu, 1/2/2020 ini yakni:mempertanyakan mengapa Surat Apostolik Christus Vivit (CV) gaungnya belum sampai ke paroki? Bagaimana menemukan komunitas anak muda Katolik di Ibu Kota sebagai anak rantau? Bagaimana cara mengampuni mereka yang telah melukai hati? Mengapa anak muda kerap diberi label sebagai seksi perlengkapan, tukang jaga kemanan dan parkir semata dalam ruang pelayanan Gereja? Serta segudang pertanyaan lain.
Uneg-uneg mereka pun dijawab dalam kacamata CV oleh Ketua Komkep KWI, Mgr. Pius Riana Prapdi yang diolah bersama dengan pengalaman hidup anak muda inspiratif, peneliti muda CSIS, Dominique Nicky Fahrizal dan Wartawan Muda Bisnis Indonesia, Gloria Fransisca Katarina Lawi. Suasana itu pun semakin cair dengan Komika, Priska Baru Segu sebagai moderator.
Gereja pada hakikatnya semakin sadar, bahwa orang muda bukan hanya masa depan tetapi masa kini Gereja. Uskup Ketapang ini membeberkan betapa Gereja sedang melalui proses pertobatan bersama di mana Sinode Orang Muda pada Oktober 2018 mengakui, Gereja tidak selalu memiliki sikap Yesus. Alih-alih mendengarkan orang muda dengan penuh perhatian, ada kecenderungan untuk menyediakan jawaban yang sudah jadi tanpa membiarkan munculnya kebaruan dari benak mereka (CV 65). “Kadang para imam belum siap untuk membuat pastoral orang muda yang populer. Saya sendiri pun harus berperang dengan para imam saya tentang ini,” akunya.
Walau demikian, harap Mgr. Riana, orang muda jangan patah arang dan terus menunjukkan pesonanya sebab para orangtua masih membutuhkan orang muda untuk membangun Gereja bersama menuju pelabuhan cinta. “Paus dengan sangat jelas mengatakan kita orang tua ini terkadang suka malu untuk menangis, maka orang
muda ajarilah kami untuk menangis. Marilah kita jalan bersama. Pererat budaya perjumpaan,” ujarnya.
Sebagai masukan, Nicky juga menyampaikan sudah saatnya Gereja masuk ke dalam suasana kebatinan dan budaya populer, anak muda seperti gelora konsumerisme dan kompetisi tidak sehat yang dibungkus dalam gemerlap dunia media sosial. “Di sana ada sisi gelap anak muda dan mereka belum siap mengelola itu, sehingga banyak yang jatuh di tempat itu. Gereja harus hadir mendampingi mereka di sana. Bagi orang muda, CV sebenarnya penunjuk arah bagi kalian untuk menikmati masa muda dengan maksimal. Gunakanlah harta karun ini!,” ucapnya.
Tak kalah penting, Gloria juga mendorong orang muda untuk masuk ke dalam keheningan batin.
“Keheningan perlu untuk menemukan dirimu yang
otentik. Tanpa itu, kamu tidak akan pernah mengerti panggilanmu seutuhnya!” ujarnya.
Bersamaan dengan ini sembari melihat kebutuhan
zaman dengan lingkungan digital sebagai ciri dunia kontemporer, Komkep KWI pun meluncurkan e-learning OMK. Sekretaris Eksekutif Komkep KWI, Romo Antonius Haryanto menjelaskan, “14 topik mengenai orang muda akan disajikan dalam modul sebagai bentuk pendampingan yang menerabas jarak dan waktu. Gunakanlah laman ini untuk menemukan diri sebagai orang muda pemeran utama.”
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.07 2020, 16 Februari 2020