Pesan Solider Imlek

153

HIDUPKATOLIK.com – Baru saja sebagian besar umat manusia di seluruh dunia menyambut pergantian Tahun Baru Masehi, dari 2019 ke 2020. Beragam cara dilakukan oleh setiap bangsa dan masyarakat merayakannya. Pada akhir bulan ini, tepatnya tanggal 25 Januari 2020, milyaran warga Tionghoa di seluruh dunia akan menyambut pergantian tahun baru, yang kita sebut sebagai Tahun Baru Imlek. Tentu saja, termasuk warga negara Indonesia, keturunan Tionghoa yang tidak sedikit jumlahnya dan tersebar di seluruh penjuru Nusantara.

Gereja Katolik sendiri di banyak paroki/keuskupan menyambut Imlek dengan perayaan, Ekaristi bernuansa inkulturasi Tionghoa. Imlek diberi makna rohani. Imlek, selain menjadi momen sukacita, juga momen kebersamaan dan kesempatan berbagi berkat kepada sesama, terutama sasama yang paling membutuhkan. Hal itu ditandai dengan pemberkatan buah (jeruk) yang dibagikan dan pemberian angpau kepada orang yang lebih kecil, yang membutuhkan; saling mengucapkan salam dengan mengatupkan tangan sebagai tanda damai dan cinta kasih kepada sesama.

Pada Misa Imlek, hal ini biasanya disimbolkan, salah satunya dengan pohon Mei Hwa. Pohon ini berakar dalam sebagai simbol keimanan, batangnya sebagai penopang kasih kepada keluarga dan sesama, dahan-dahannya sebagai tanda pengharapan, pertumbuhan, sedangkan daun-daunnya sebagai wujud kesabaran keuleten, bunga-bunganya sebagai simbol kegembiraan dan sukacita, serta damai sejahtera (keadilan) pada buah-buahnya.

Dengan kata lain, Imlek ‘mewartakan’ pesan yang sangat mendalam. Jikalau pesan ini kita aktualisasikan dengan situasi keindonesiaan kita saat ini, Imlek akan memberi warna baru atau dampak tersendiri. Imlek selain sebagai perayaan “ke dalam”, internal masyarakat Tinghoa di seluruh dunia, tapi juga mengarah ke yang lain, eksternal (sasama). Imlek dapat menjadi medium yang menguatkan kebersamaan kita dalam keberagaman; mendorong semua pihak untuk semakin mempererat tadi persaudaraan antar sesama yang berbeda suku, ras, dan golongan; mengajak setiap orang yang merayakannya untuk tidak berpuas untuk kesejahteran sendiri, tapi mau berbuat sesuatu untuk mengupayakan kesejahteraan (kemakmuran) orang lain, kaum miskin dan terpinggirkan.

Indonesia lahir dari perjuangan banyak pihak yang berbeda-beda, temasuk kalangan Tionghoa. Ada banyak tokoh Tionghoa yang mendarmabaktikan hidupnya secara total untuk negeri tercinta ini sejak sebelum Sumpah Pemuda, masa kemerdekaan, dan masa sekarang. Kendati pernah mengalami masa-masa yang sulit selama puluhan tahun, pengakuan akan eksistensi saudari-saudara kaum Tinghoa mencapai puncaknya ketika Presiden K.H. Adurrahman Wahid memberi angin kebebasan bagi warga Tionghoa untuk merayakan Imlek yang dilarang selama Orde Baru. Tokoh pluralis bangsa ini memberikan hari libur nasional pada hari Imlek.

Karenanya, sukacita yang dihembuskan perayaan Imlek akan semakin berdampak nyata jika perayaan ini tak berhenti pada perayaan kultural eksklusif semata, perayaan budaya inkulturatif yang dibawa ke dalam altar gereja, tapi harus membawa warna bagi sesama anak bangsa. Kita berharap, pesan sosial Imlek tahun ini akan jauh lebih menonjol mengingat di sana-sini, saat-saat ini, masih banyak saudari-saudara kita masih mengalami bencana banjir dan tanah longsor.

HIDUP NO.04 2020, 26 Januari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini