Komunitas Putri Sion : Tetap Merasul bagi Masyarakat

774
Rekreasi bersama murid-murid TK dan Bimbel Kancil.
[Dok Komunitas Putri Sion]

HIDUPKATOLIK.com – Status single bukanlah penghambat dalam pelayanan dan berkomunitas. Komunitas ini terus mencari makna agar tetap setia di lingkungan masyarakat.

Memasuki usia yang matang, tidak sedikit wanita yang mendapat desakan untuk segera menikah. Desakan ini tentu berasal dari pihak keluarga maupun lingkungan. Sementara, perihal menikah bukan hanya semata tentang mau atau tidak mau, melainkan siap atau belum siap, yakin atau belum yakin. Monica Maria Meifung salah satu yang paham atas fenomena tersebut. “Tidak sedikit para wanita lajang merasa mendapat panggilan dalam hidupnya. Namun, mereka merasa belum mampu, jika harus masuk dalam biara,” ujar Meifung.

Dari kegelisahan inilah yang kemudian membuat Pastor Lambertus Sugiri Van Den Heuvel, SJ membentuk Komunitas Putri Sion pada tanggal 20 Juli 1990. Meifung sendiri adalah co-founder sejak pertama komunitas ini berdiri. Sedangkan nama “Putri Sion” sendiri diambil dari sebutan untuk “Bangsa Israel”, bangsa yang merupakan pilihan dan kesayangan Allah. “Jadi, para anggota selalu diingatkan, meski dalam kerapuhan dan dosa, mereka tetap dicintai oleh Allah,” terang Meifung.

Kerasulan Sosial
Awalnya, Putri Sion fokus dalam kegiatan persekutuan doa yang melibatkan wanita-wanita lajang. Mereka ini memiliki cita-cita membangun kerasulan. Dari waktu ke waktu, komunitas ini berkembang dan mulai melakukan kegiatan-kegiatan sosial di samping terus setia dalam kegiatan rohani.

Putri Sion menjalankan kerasulannya dengan memberi fokus dan perhatiannya untuk melayani anak-anak dalam bidang pendidikan dan kerohanian. Meifung mengatakan, sejak tahun 1993, dalam kerasulan di bidang rohani, Putri Sion rutin menyelenggarakan kursus-kursus seperti pembedaan roh dan retret panggilan. Lalu tahun 2013, komunitas ini semakin memperbanyak variasi kegiatannya dengan mengadakan kursus-kursus latihan doa dan hidup rohani. Kegiatan-kegiatan ini berbasis pada spiritualitas Ignasian yang disebut “Schooled by The Spirit (SBS)”.

Sementara untuk kerasulan sosial, pada tahun 1998, Putri Sion mendirikan Kelompok Anak Cinta Belajar (Kancil). Kancil merupakan Taman Kanak-kanak (TK) dan tempat Bimbingan Belajar (bimbel) gratis. Lokasi Kancil berada di tengah-tengah rumah warga dan terbuka lebar untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, yakni keluarga pemulung, buruh cuci, satpam, pedagang sayur, dan lainnya di daerah Kramat Kwitang, Kramat Sentiong, Kalipasar di Jakarta Pusat. “ Ini merupakan sebuah peranan nyata dalam kehidupan bermasyarakat,” ungkap Meifung.

Seperti TK pada umumnya, TK Kancil terbagi menjadi dua kelas, yakni TK kecil dan TK besar. Anak-anak akan belajar selama dua tahun, tiap hari Senin sampai Jumat. Saat ini, TK Kancil memiliki 40 siswa. TK ini juga mewajibkan para orangtua untuk piket dan melihat bagaimana proses belajar mengajar berlangsung. Selain itu, para orangtua juga diwajibkan untuk menabung di koperasi sebesar 50 ribu rupiah setiap bulan. Tujuan tabungan ini agar setelah anak mereka lulus dari TK, mereka memiliki biaya untuk masuk ke Sekolah Dasar.

Di samping itu, Bimbel Kancil juga beroperasi setiap hari Minggu, yang dibagi dalam dua gelombang dan masing-masing berdurasi satu jam setengah. “Biasanya yang datang ke Bimbel sekitar 60 anak dari jenjang TK sampai tingkat SMA,” ujar Meifung.

Tidak hanya belajar, setelah selesai dari proses belajar mengajar, anak-anak akan mendengarkan cerita yang mengandung pesan moral. Setelah itu, Bimbel diakhiri dengan makan bersama. Meifung menambahkan, setiap bulan Ramadhan, pembelajaran akan diakhiri dengan buka puasa bersama. Sementara di minggu terakhir sebelum Idul Fitri, anak-anak akan mendapat bingkisan baju Lebaran.

Setahun sekali, Putri Sion juga mengadakan wisata untuk anak TK dan Bimbel Kancil. Kegiatan ini biasanya diadakan saat libur sekolah. Meifung menjelaskan, kegiatan ini diadakan agar anak-anak dapat berekreasi bersamasama.

Butuh Komitmen
Seperti peribahasa, “Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang menerpa”. Berjalannya Kancil tidak selalu berjalan mulus. Meifung merasakan kurangnya kesadaran orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak. Ia mencontohkan, orangtua yang tidak disiplin dan membiarkan anak-anaknya bolos sekolah. Ada juga orangtua yang kurang mendampingi anak-anaknya untuk belajar di rumah. Lagi, faktor lingkungan sekitar turut mempengaruhi. Pernah ada orangtua yang kurang setuju jika anaknya belajar di tempat Katolik.

Saat ini, menurut Meifung, Putri Sion menghadapi hambatan terbatasnya jumlah anggota komunitas. Masih sulit untuk mendapatkan komitmen dari wanita-wanita single, yang mau menyediakan waktunya dihari Minggu untuk melayani anak-anak miskin. “Biasanya jika hari libur, dipakai untuk me time atau menghabiskan waktu bersama keluarga,” ujarnya.

Menjadi anggota Putri Sion dibutuhkan komitmen, setiap anggota wajib menyediakan waktu seminggu sekali selama lima jam untuk melayani yakni dari jam dua belas siang sampai lima sore. Kemudian, anggota yang ingin melayani di Kancil tidak boleh berusia lebih dari 40 tahun. “Dalam pelayanan, kami tetap harus memiliki semangat kerja, punya disiplin dan mampu bekerjasama. Tentu, kami tidak mendapat honor, bahkan harus rela berkorban,” terang Meifung.

Sementara, bila dirasa belum siap betul untuk melayani, calon anggota bisa menjadi relawan untuk Kancil. Relawan dapat menyediakan waktu sebulan sekali pada hari Minggu untuk menemani anakanak belajar.

Meifung mensyukuri kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama ini tidak pernah menjadi penghalang untuk terus melayani. Terlihat dari kualitas pelayanan yang diberikan dalam Kancil, pendampingan anak dapat berjalan dan berkembangan dengan baik. Hubungan antara anak-anak dan keluarga yang dilayani pun semakin intens dan mendalam. Jenis pelayanan pun menjadi lebih beraneka ragam

Berusaha Setia
Komunitas Putri Sion terus melebarkan sayapnya seiring perkembangan zaman untuk membantu pendidikan anak-anak. Melihat anak-anak yang sering mengalami kesulitan belajar, komunitas ini berencana untuk mendampingi anak-anak untuk terampil memanfaatkan komputer. Memang, Meifung menuturkan, anak-anak biasanya pergi ke warnet. Tanpa pendampingan orangtua, mereka memanfaatkan internet untuk bermain game, dan bukan untuk belajar.

“Komunitas juga berencana membuka perpustakaan yang dapat dikunjungi setiap hari untuk membaca, belajar, membuat PR dalam suasana tenang. Karena di rumah kurang memadai untuk belajar dengan tenang. Walaupun kami belum mempunyai banyak waktu dan tenaga ke arah itu,” ungkapnya.

Bagi Meifung, harapan yang dimiliki komunitas ini tidak muluk-muluk. Komunitas Putri Sion tetap berusaha setia menjadi bagian dari Gereja yang hadir di dunia bersama dan untuk orang=orang miskin, serta tetap mengalami perjumpaan dengan Allah sebagai sumber kekuatan untuk siapapun yang dilayani.

Yola Salvia

HIDUP NO.47 2019, 24 November 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini