Perhimpunan Warakawuri Katolik Santa Monica : Teman Senasib dan Seperjuangan

1309
Serah terima laporan kerja dari Kepengurusan Koordinasi Cabang Keuskupan Agung Palembang. [Dok.PWK]

HIDUPKATOLIK.com – Ditinggal seorang suami tidak mengurangi arti kehidupan seorang wanita. Warakawuri mengingatkan para janda agar tidak hanya merenung tetapi juga saling menguatkan.

Semasa hidupnya Angela Maria Rena Karim sering berpikir tentang kondisi janda-janda di Indonesia. Dalam keyakinannya, seorang janda pasti kerap merasa kesepian, setelah kehilangan teman hidupnya. Lagi, anak-anak mereka boleh jadi mempunyai urusan di dalam keluarga masing-masing.

Dari sini, Karim tergugah untuk membuat wadah untuk para janda. Mimpi ini terwujud setelah ia mendirikan Perhimpunan Warakawuri Katolik (PWK) Santa Monica pada tanggal 12 Juli 1982. Karim pun dipercaya menjadi pemimpin kelompok ini. Saat itu, PWK St. Monica pertama kali dimulai di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).

Mengembangkan Sayap
Ketua PWK St. Monica Pusat Maria Chatarina Susanti Syamsuddin, yang akrab disapa Susan, mengatakan, kelompok ini akhirnya berkembang dan mempunyai cabang sekitar 40 di seluruh KAJ. Seiring berjalannya waktu, PWK St. Monica mengembangkan sayap sampai ke luar KAJ. Saat ini, sudah ada 24 cabang di seluruh Indonesia.

Di masa awal, Susan menuturkan, tidak mudah mengelola semua cabang PWK St. Monica. Untuk itu, PWK membentuk koordinator untuk setiap cabang di setiap keuskupan. Dengan adanya koordinator ini, kepengurusan pusat membawahi cabang-cabang PWK St Monica di seluruh keuskupan yang ada di Indonesia.

Bulan lalu, PWK St. Monica pusat melantik kepengurusan cabang di Keuskupan Agung Palembang dan Keuskupan Agung Pontianak. Sejauh ini, Susan mengakui, setiap koordinator cabang berbeda-beda kondisinya. Harus diakui, beberapa cabang masih butuh peningkatan kepengurusan. Ia maklum, dengan anggota yang sebagian besar berusia lanjut, sulit untuk menuntut mereka aktif seperti saat mereka masih muda. “Ada yang bagus, menyebar cabang banyak di paroki-paroki. Ada juga yang biasa saja, sudah banyak yang sepuh. Kalau banyak yang muda, mereka bisa mengembangkan sayapnya ke kota-kota lain,” tutur Susan.

Ia mencontohkan, di Keuskupan Agung Semarang, PWK St. Monica memiliki cabang yang cukup banyak. Di keuskupan ini, aktivitas mereka berjalan dengan baik. Terdapat sekitar 20-an cabang PWK St. Monica di KAS yang meliputi wilayah Yogyakarta, Surakarta, Magelang, Jepara, dan wilayah-wilayah sekitarnya. “Kalau ada rapat, mereka bisa gantian ke kota-kota lain. Mereka bisa datang kumpul semua, dan mereka cukup antusias,” ungkap Susan.

Teladan Monica
Warakawuri adalah istilah umum yang berarti janda. Sebagai pelindung, kelompok ini memilih Santa Monica, yang juga seorang janda sekaligus ibu yang tekun dalam doa. Dalam sejarah hidupnya, St. Monica mengalami tekanan hidup yang cukup berat dikarenakan sang suami, Patrisius dan anaknya Agustinus. Tetapi karena setia pada hidup doanya, Patrisius akhirnya bertobat di akhir hayatnya. Demikian Agustinus, di kemudian hari bertobat dan menjadi salah satu pemikir Gereja. “Selain berkegiatan, kami meneladani hidup Santa Monica yakni, berdoa dengan setia. Berdoa untuk anak cucu kita, kerabat, pengurus Gereja, juga para imam dan pelayan Gereja, supaya setia dalam panggilan dan menjadi gembala yang baik,” ungkap Susan.

PWK St. Monica hadir agar para janda dapat saling menguatkan dan memiliki kegiatan bersama. Bagi Susan, kegiatan PWK St. Monica ini bukan sekadar mengumpulkan kawan warakawuri. Mereka mengajak untuk saling berbagi. “Kami mau menegaskan kembali, seorang janda tetap mempunyai arti dalam hidup mereka, jangan karena sendiri lalu hanya merenung saja. Tetapi mereka perlu disadarkan bahwa masih punya teman senasib dan seperjuangan,” ujar Susan.

Selama ini, kegiatan PWK St. Monica di antaranya mengadakan pertemuan, contohnya, retret, acara Natal dan tahun baru. Kegiatan perkumpulan lainnya diserahkan kepada masing-masing cabang. “Kegiatan akan dikembalikan per cabang di ruang lingkup yang lebih kecil. Di situ kegiatan bermacam-macam bisa dilakukan. Mungkin yang mau curhat soal mantu, jalan-jalan, sebagainya bisa di situ,” ungkap Susan.

Saat ini, PWK St. Monica berada di bawah Komisi Kerasulan Keluarga Konferensi Waligereja Indonesia. Sepengetahuan Susan, kegiatan di cabang-cabang juga melebur ke dalam kegiatan paroki. Misalnya paroki ada kegiatan Natal atau Naskah, mereka selalu dilibatkan. Dalam banyak kesempatan mereka juga bekerjasama dengan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI).

Jual Kupon
Walaupun sudah berdiri sejak lama, tidak semua janda bergabung di PWK. Salah satunya, di Paroki Tanjung Priok yang umatnya berjumlah 5000 orang, terdapat sekitar 100-an janda, namun yang masuk di PWK hanya 30 orang. PWK memang mayoritas anggotanya 60 tahun ke atas dan harapannya yang muda-muda juga turut bergabung.

Untuk menggalang dana bagi kegiatan mereka, PWK St. Monica Pusat menjual kupon setahun sekali. Susan mengakui, tanpa dana yang cukup, kegiatan PWK St. Monica tidak dapat dijalankan. Kalau kita mau rekoleksi kan harus bayar konsumsi dan gedung untuk rekoleksi, ini kami lakukan juga supaya tiap paroki bisa bertambah jumlah anggota PWK,” ungkap Susan.

Kepengurusan PWK St. Monica Pusat yang lokasinya di Jakarta, dari waktu ke waktu juga harus menghadiri pelantikan pengurus di setiap cabang. Untuk ini, terkadang pengurus-pengurus pusat harus mengeluarkan kocek pribadi. “Cara cari uang di pusat juga dengan menjual atribut, seragam, pin, dan buku. Dari situ kami bisa dapat uang untuk ke daerah. Paling sisanya ya merogoh kantong sendiri,” ujar Susan.

Kendati dengan kondisi seperti itu, Susan berusaha untuk selalu mengutus dua orang dari pengurus. Susan menyadari jika lebih dari dua orang tidak ada dananya. “Orang yang dipilih pun, tambah Susan, yang sekiranya mampu membayar separuh jalan,” tutur Susan.

Dalam beberapa kesempatan, beberapa cabang ada yang memberi pengganti uang transportasi setiap kali ada anggota kepengurusan pusat yang datang. Susan menjelaskan, dalam hal ini uang tersebut akan masuk kas dan digunakan untuk kegiatan PWK. “Kami berusaha melayani seluruh anggota, apa yang mereka butuhkan, kami berusaha ada,” ungkap Susan.

Setelah selama 37 tahun berkiprah, PWK St. Monica tidak pernah berhenti berusaha menjaga eksistensi dan tetap menjadi wadah untuk para janda. Hambatan tentu bukan soal dana saja, tetapi juga berelasi dengan pengurus. Susan menuturkan bahwa anggota pengurus terdiri dari beberapa paroki dan lokasinya berjauhan. Beda paroki, beda pula karakter. Kerap kali adanya perbedaan pendapat. Banyak kepala, makin banyak pula pendapat berbeda. “Itulah yang menjadi tantangan kami. Kami belajar memahami masing-masing individu. Menghilangkan ego dan bersama memajukan PWK St. Monica,” pungkasnya.

Yola Salvia/Karina Chrisyantia

HIDUP NO.46 2019, 17 November 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini