Janganlah Menindas tapi Bersolidaritas

121
Azas Tigor Nainggolan (tengah) dan Fakta menggelar konferensi pers di depan PTSP PN Jakarta Pusat. (5/8)
(Dok. HIDUP/Karina Chrisyantia)

HIDUPKATOLIK.com – Kehadiran Allah nyata tampak dari aksi kita yang nyata untuk sesama yang mengalami ketidakadilan dalam segala bidang kehidupan.

Tahun 2020 merupakan tahun kelima Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) merenungkan Pancasila dengan tema “Amalkan Pancasila, Kita Adil, Rakyat Sejahtera”. Tema ini sejatinya menjadi penuntun dalam kehidupan berbangsa mewujudkan keadilan di negeri tercinta. Berikut petikan wawancara dengan Azas Tigor Nainggolan terkait dengan tema tersebut:

Apa sesungguhnya konsep keadilan menurut Anda?

Keadilan itu adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan prinsip-prinsip kehidupan manusia. Setiap manusia pasti minta dan berharap diperlakukan adil. Artinya diperlakukan sama, tidak boleh ada perbedaan sesama manusia. Itu hakikat,
semua manusia diperlakukan, diposisikan secara adil. Entah itu jenis kelamin, agama, suku apapun, tidak boleh ada yang membedakan. Tapi samanya di sini bukan berarti sama mutlak.

Menurut Anda, bagaimana kondisi keadilan di negara kita sekarang?

Itu menjadi soal, saat ini misalnya sejumlah karyawan Trans Jakarta diperlakukan tidak adil oleh manajemen. Mereka bekerja lembur tapi tidak dikasih upah lembur tapi sebagai manusia bisa
berkembang lebih baik. Artinya ia bekerja baik, hidup lebih baik, bisa mendapat penghasilan yang baik. Sebaiknya upah lembur harus dikasih. Maka sekarang perhatikan, rasa keadilan di Indonesia itu
masih jauh dari harapan.

Coba lihat ada orang yang mau berdoa dilarang, rumah ibadah dibakar, orang mau menuntut haknya marah-marah. Itu belum ada keadilan. Keadilan itu sila kelima. Sila pertama sampai dengan keempat itu merupakan indikatornya adalah sila kelima, terwujud keadilan. Kita bicara ketuhanan orientasinya adalah membangun keadilan, kita membangun sila kedua muaranya
untuk keadilan, persatuan sila ketiga maupun kerakyatan dalam sila keempat itu adalah untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Adanya ketidakadilan misalnya di bidang politik, ekonomi juga di sektor lainnya, menurut Anda apa yang paling memprihatinkan?

Korupsi. Jadi fenomena korupsi ini perbuatan yang paling menghancurkan. Maraknya korupsi itu menghancurkan semua kehidupan masyarakat, yang seharusnya menjadi hak rakyat kecil itu dikorupsi. Aparat dalam pekerjaannya misalnya bisa dibeli, dalam banyak kasus sehingga keadilan itu tidak terwujud. Kenapa? Aparat yang seharusnya bekerja baik bekerja dalam sistem yang disusun untuk membangun kesejahteraan, itu
tidak jalan, justru membangun kekuasaan sendiri, kekayaan. Itu yang menjadi persoalan keadilan tidak terwujud.

Melihat kondisi itu, menurut Anda, apa peran umat Katolik?

Ada dua peluang yakni memberikan bantuan secara langsung ketika melihat orang menderita tersingkir. Kita bisa langsung, kita lihat dia tidak punya baju. Tapi di samping itu juga penting, yakni
karitatif, terciptanya kesamaan kesempatan. Misalnya makan layak, memiliki sesuatu yang layak saat itu, selebihnya adalah membangun sistem agar bekerja dengan baik. Agar semua orang bisa menikmati hidup yang baik. Jadi sebagai orang Katolik memastikan semua berjalan dengan baik.

Apa kerja advokasi, kerja untuk mendorong serta memastikan pemerintah bekerja baik untuk membangun keadilan dan kesejahteraan. Jadi memastikan pemerintah bekerja menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, pangan, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Tapi saya melihat kerja di solidaritas karitatif, belum banyak yang bekerja masuk pada arena advokasi untuk membangun keadilan. Misalnya
membela hak-hak karyawan. Selain juga memberikan contoh yang baik, misalnya kalau pengusaha jangan main PHK seperti ini, harus memberikan upah yang benar. Kalau jadi pengurus yayasan sekolah Katolik, jadilah yang baik juga, jangan PHK guru, atau jadi pengurus yayasan, gajilah karyawan yang pantas, sesuai aturan.

Atas kondisi keadilan yang masih jauh dari harapan, apa saran Anda?

Konsep ArDas KAJ yang dibuat sudah bagus, mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan bernegara, dalam gerak hidup bersama. Bagaimana selanjutnya kita sebagai Gereja melakukannya. Peran solidaritas, memberikan bantuan langsung kariatif dan advokatif, membangun lewat kerja-kerja pembelaan, jangan lagi harapkan uskup, romo, ini kerja bersama, kita seluruh umat. Jadi yang mengeksekusi kita. Janganlah menindas tapi bersolidaritas. Semua kita berperan, kita umat Katolik, jangan minus aksi.
Uskup dan pastor sudah memberikan arahan jelas dalam arah dasar keuskupan sekarang tinggal kita sebagai umat Katolik melakukannya, mengimplemntasikan.

Maka tahun 2020 kita mesti mewujudkan semangat keadilan tadi. Yang itu indikator semuanya, dengan mengatakan terwujudnya keadilan. Kenyataan di lapangan bahwa masih ada
pelarangan melakukan ibadah, sebagai umat Katolik mari kita perjuangkan hal itu. Yang saya amati toleransi misalnya tidak cukup seorang suster berfoto dengan seorang ibu berjilbab. Di media sosial kadang ada foto lalu ada komentar
baiknya toleransi tapi melakukan hal lain dengan dialog yang lebih sering dilakukan, mengadvokasi dan sebagainya. Foto seorang pastor dengan kiai itu baik juga tapi yang lebih penting bagaimana berperan di masyarakat. Itu juga boleh-boleh saja tapi jangan sekadar menghibur diri. Itu banyak sekali, ustad ketemu dengan pastor, itu belum cukup, tapi bagaimana kita berlaku adil di masyarakat, kita perjuangkan sehingga pemerintah ikut melindungi setiap pemeluk agama. Semua manusia harus diperlakukan secara beradab, semua kebijakan pemerintah harus membangun
persatuan. Negara ini dan pemerintahnya harus membangun demokrasi, semuanya untuk keadilan. Makanya tahun 2020 sejauh mana kita mengimplementasikan bahwa sebagai umat Katolik Indonesia adalah 100 persen orang Indonesia. Jangan cuma slogan, tapi berjuang bersama, lebih konkret. Dalam rumusan doa misalnya mendoakan umat yang miskin dan tersingkir, jangan berhenti di doa saja tapi  melakukan sesuatu.

Apa yang diharapkan dalam tahun
keadilan yang konkret bisa dilakukan?

Konkretnya seperti tadi misalnya kalau sembarangan memecat guru, sekarang kembalikan, perlakukan guru dengan baik. Kalau haknya dia yang ia tuntut, berilah haknya itu, kalau punya pegawai, kasih gaji yang benar. Bangun keadilan secara nyata. Ini adalah wujud melakukan nilai-nilai Pancasila itu, jangan cuma slogan. Sampai ke pengadilan, nah kalau tidak mau seperti itu jangan buka sekolah. Nah, kalau memaksa diri untuk tetap membuka sekolah perlu memperhatikan hak-hak guru dan karyawannya.

Saya kadang merasa miris, ketemu pengusaha Katolik main PHK karyawan. Saya mau konkret, doa yang nyata adalah aksi. Kehadiran Allah nyata adalah aksi kita nyata untuk sesama. Di situlah kita
mau bersama dengan umat beriman lainnya merasakan betapa indah dan baiknya Tuhan. Apa? Bangun keadilan di masyarakat. Jangan cuma doa di gereja. Doa itu penting tapi implemetasikan itu
dalam kehidupan nyata, karena aksi nyata itu sekali lagi doa yang paling hebat.

Konradus R. Mangu

HIDUP NO.01 2020, 5 Januari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini