‘Wajah-wajah Allah’ di Tahun Keadilan

170

HIDUPKATOLIK.com – Seperti Yesus yang mengambil rupa “hamba”dalam pelayanan-Nya di tengah umat manusia dan rela “menjadi miskin”, demikian juga Gereja diharapkan mampu dan berani menjadi pelayan, menjadi miskin dalam menunaikan misi penyelamatan.

Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (ArDas KAJ) 2016-2020 menyatakan secara khusus dan eksplisit bahwa pengamalan Pancasila merupakan bagian integral Gereja.

Rumusan yang digunakan dalam ArDas lima tahun ini adalah: “Gereja Keuskupan Agung Jakarta sebagai persekutuan dan gerakan umat Allah bercita-cita menjadi pembawa sukacita Injili dalam
mewujudkan Kerajaan Allah yang Maha Rahim dengan mengamalkan Pancasila demi keselamatan manusia dan keutuhan ciptaan.”

Selanjutnya, “Atas dorongan Roh Kudus, berlandaskan spiritualitas inkarnasi Yesus Kristus, serta semangat Gembala Baik dan Murah Hati, umat KAJ berupaya menyelenggarakan tata pelayanan pastoral evangelisasi agar semakin tangguh dalam iman, terlibat dalam persaudaraan inklusif, dan berbela rasa terhadap sesama dan
lingkungan hidup.”

Melalui tata pelayanan pastoral-evangelisasi yang sinergis, dialogis, partisipatif dan transformatif, seluruh umat KAJ berkomitmen untuk pertama,
mengembangkan pastoral keluarga yang utuh dan terpadu. Kedua, meningkatkan kualitas pelayan pastoral dan kader awam. Ketiga, meningkatkan katekese dan liturgi yang hidup dan memerdekakan. Keempat, meningkatkan bela rasa melalui dialog dan kerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik untuk mewujudkan masyarakat yang adil, toleran dan manusiawi, khususnya untuk mereka yang miskin, menderita, dan tersisih. Kelima, meningkatkan keterlibatan umat dalam menjaga lingkungan hidup di wilayah KAJ.

Wajah Ketidakadilan
Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dipandang oleh Gereja Katolik Indonesia sebagai wadah kesatuan dan persatuan nasional.
Pancasila adalah landasan yang sungguh-
sungguh dapat menjadi wadah pemersatu pelbagai golongan di dalam masyarakat
Indonesia. Sehingga Gereja Katolik Indonesia berpendapat bahwa Pancasila perlu dan harus terus-menerus didialogkan dan diamalkan serta diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia sebagai landasan pemersatu. Mengacu
kepada pandangan Gereja Katolik Indonesia ini, maka Gereja KAJ memasukkan pengamalan Pancasila sebagai bagian integral dari visi ArDas KAJ 2016-2020.

Francisia S.S.E. Seda, Tim Ahli Penyusun ArDas KAJ 2016-2020 mengatakan, Gereja KAJ perlu mengamalkan Pancasila, karena Pancasila adalah ungkapan nilai-nilai dasar hidup bernegara, yang berakar di dalam budaya dan sejarah suku-suku bangsa kita. “Pancasila, baik secara keseluruhan
maupun sila demi sila, mencanangkan nilai-nilai dasar hidup manusiawi, sejalan dengan nilai yang dikemukakan ajaran dan pandangan Gereja Katolik,” ujarnya.

Namun sangat disadari dan diketahui bahwa di dalam realita kehidupan bermasyarakat Indonesia sejak awal Kemerdekaan RI hingga sekarang ini, Pancasila belumlah secara sungguh-sungguh diamalkan. Kerap terjadi berbagai konflik dan kekerasan yang tumbuh dan berkembang akibat
belum diterimanya secara utuh dan belum diamalkan, diterapkannya Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia.

Francisia menambahkan, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengamalkan Pancasila. Misalnya menjalin dialog dan kerjasama yang kongkret lintas kelompok beriman; bergotong-royong lintas kelompok etnis, ras, beriman, lapisan sosial demi kepentingan bersama; memberikan pelayanan sosial, kesehatan, pendidikan kepada masyarakat umum tanpa membeda-bedakan.

Terkait tahun kelima ini, katanya, Gereja bisa memperjuangkan kesejahteraan masyarakat umum dan keadilan sosial melalui gerakan sosial dan aktivisme sosial yang kongkret. Mengusahakan terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan berlandaskan hak asasi manusia dengan berbela rasa dan bertindak nyata membela kelompok-kelompok marjinal yang mengalami proses eksklusi dan eksploitasi, seperti kelompok
miskin kota, kelompok buruh, kelompok perempuan miskin, kelompok narapidana, kelompok penderita HIV/AIDS, dan lain-lain. Turut aktif dalam kehidupan berdemokrasi secara nyata seperti sebagai pengurus RT/RW, kecamatan, kelurahan, kota madya, propinsi, maupun nasional.

Aktor Keadilan
Sejalan dengan pemikiran ini, Vikaris Jenderal KAJ, Pastor Samuel Pangestu saat menghadiri hari studi Tim Karya dan Komisi-komisi KAJ 15 Agustus 2015, mengatakan Pancasila sendiri bukan sesuatu yang asing dalam iman Katolik.
Gereja menyadari bahwa nilai-nilai Pancasila tidak bertentangan dengan iman Katolik. Lima Sila Pancasila sebenarnya menjelaskan tentang wujud konkret iman kekatolikan.

Panggilan untuk mewujudukan keadilan sosial adalah tugas perutusan setiap orang beriman untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini menjadi semakin nyata. Panggilan ini memiliki sejarah panjang dalam pergulatan hidup manusia,
termasuk di dalam Gereja sendiri. Gereja memiliki sumber-sumber yang sangat kaya untuk merefleksikan pengalaman ketidakadilan sosial dan pergulatan menuntut keadilan.

Mengutip perikop dalam Matius 25:31-46, Pastor Samuel mengatakan, Yesus dengan sangat keras mengingatkan dan memerintahkan para murid akan tugas berat yang mereka hadapi. Melakukan perbuatan benar kepada mereka yang hina dina, mereka yang haus dan lapar, mereka yang telanjang, mereka yang asing, dan mereka yang di penjara. Yesus tidak saja mengatakan sesuatu yang benar, melainkan juga apa yang harus dilakukan oleh para murid ketika bertemu orang-orang yang berkekurangan.

Dalam konteks ini, Koordinator Tahun Keadilan, Pastor Antonius Suyadi menambahkan Yesus dalam setiap pengajaran-Nya selalu mengingatkan para murid bahwa orang-orang yang berkekurangan dan hina-dina adalah “wajah-wajah Allah” yang terluka oleh ketidakadilan, penindasan,
kemiskinan yang dialami. Untuk menjelaskan tentang apa itu keadilan, Yesus mengajar dengan perumpamaan tentang pengampunan terhadap orang yang berhutang (Mat. 18:21-35).

Injil ini mau menunjukkan bahwa untuk mewujudkan keadilan itu berarti harus memerangi ketidakadilan dan penyebab-penyebabnya. “Yesus sendiri telah mewujudkan hal ini dengan membongkar sekat-sekat sosial di masyarakat Yahudi; antara orang miskin dan orang kaya; pemimpin agama dan umat biasa; orang Yahudi dan orang asing; laki-laki dan perempuan, dan
sebagainya,” jelas Pastor Suyadi.

Maka itu, lanjut Pastor Rekan Paroki St Yakobus Kelapa Gading, Jakarta Utara ini, ArDas KAJ tahun kelima ini hendaknya menampilkan wajah Gereja yang peduli, penggerak keadilan, berbagi, menghadirkan aksih Allah, berbela rasa, memediasi, dinamis, murah hati, bersahabat, ugahari, damai, inklusif, berdialog, transparan,
bertindak, transformatif, responsif dan memberdayakan.

Wujud Keadilan
Pastor Suyadi melanjutkan, pastoral evangelisasi 2020 ini dinamakan Tahun Keadilan Sosial. Dengan mengangkat sub tema, “Amalkan Pancasila: Kita Adil, Bangsa Sejahtera.” Sila kelima Pancasila ini menegaskan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus tercipta keseimbangan yang sesuai antara hak dan kewajiban. Sebagai anggota masyarakat sebangsa dan setanah air, kita harus
menghormati hak-hak yang dimiliki orang lain, bersikap adil, dan suka menolong sesama jika diperlukan.

Maka itu, Gereja KAJ, dalam rangka tahun kelima ini menampilkan beberapa nilai-nilai pokok yang terkandung dalam sila kelima Pancasila. Gereja berharap agar ada wujud konkret ArDas Tahun Keadilan ini dengan: pertama, mengembangkan
sikap adil terhadap sesama. Kedua, menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Ketiga, menghormati hak orang lain. Keempat, suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat bediri sendiri. Kelima, tidak menggunakan hak milik usaha-usaha yang bersifat pemerasan
kepada orang lain dan hidup dengan pemborosan dan gaya hidup mewah. Keenam, suka menghargai karya orang lain yang bermanfaat bagi masyarakat. Ketujuh, semua manusia memiliki derajat yang sama di hadapan hukum dan tidak membeda-
bedakan berdasarkan derajat dan golongan.

Lewat gerakan Keadilan Sosial ini, Gereja baik sebagai pribadi maupun komunitas, dipanggil sebagai prototypedan duta Kerajaan Allah yang akan datang. Diri kita pribadi sebagai Gereja dan warga Kerajaan Allah haruslah menunjukkan sikap kasih dan adil terhadap semua orang. Satu domba yang tersesat akan dicari walaupun harus meninggalkan yang sembilan puluh sembilan (Lukas 15:4). Hal tersebut bukan karena domba yang tersesat lebih berharga dari yang lain, tetapi
justru karena semua domba tersebut sama-sama berharga di mata Allah.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.01 2020, 5 Januari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini