Asa Menjemput Tahun Keadilan

98
Agatha Lydia Natania.
[Gloria Permata Hanggu]

HIDUPKATOLIK.com – Tahun 2020 sudah di depan mata. Tahun yang membawa harapan dan peluang bagi Gereja kita, meskipun tak akan luput dari tantangan. Berikut harapan dari beberapa warga Gereja untuk Tahun Keadilan Sosial yang akan kita songsong.

Agatha Lydia Natania
Anggota Badan Penasihat Orang Muda Internasional

“Harapan saya untuk tahun 2020 Gereja akan semakin membuka dirinya kepada perkembangan zaman. Bukan berarti Gereja harus berbenah atau mengubah tradisi, tetapi untuk membuka diri dalam hal melihat perkembangan teknologi dan informasi dan berbagai macam dinamika dalam dunia ini. Perkembangan ini bisa dimanfaatkan dan Gereja bisa membawa menjadi salah satu pendorong sekaligus pemersatu.

Terutama yang ingin saya sampaikan bagaimana Gereja dan umatnya harus bisa saling bekerjasama dan berkolaborasi. Untuk orang muda sendiri perlu adanya perangkulan dari Gereja dalam bentuk pendampingan dari orangtua terutama mereka yang bergerak di bidang pastoral seperti para imam, kaum religius, untuk merangkul orangtua memberi pendampingan dan memberi kepercayaan kepada orang muda.

Saya sendiri sudah bertemu dengan masing-masing perwakilan OMK dari beberapa keuskupan. Saya ingin mendorong OMK jika ingin membuat kegiatan jangan hanya buat kegiatan yang sifatnya pentas seni atau renungan rohani tetapi mencari pendampingan apa yang benar dibutuhkan kaum muda sebperti mencari kerja. Kita bisa membuat suatu kegiatan dengan komponen rohani dan sosial.”

Mikhail Gorbachev Dom
Politikus Muda

“Tahun keadilan merupakan peluang bagi seluruh umat Katolik untuk memikirkan kembali bagaimana peranan kita kepada sesama manusia, bahkan bagaimana kita yang selama ini ditopang oleh alam berperan bagi alam itu sendiri. Sejauh ini, saya memperjuangkan agar makanan berlebih bisa diselamatkan, sehingga energi dikeluarkan untuk membuat makanan tersebut tidak berakhir di tempat sampah. Ditambah selama ini tanpa kita sadari, makanan berlebih tersebut bisa menyelamatkan mereka yang menderita kurang gizi. Jadi, usaha saya ini bukan hanya bertujuan menyelamatkan lingkungan namun sebagai peluang berbagi kepada sesama manusia.

Generasi muda saat ini tidak bisa tidak, harus, memiliki kepedulian pada lingkungan hidup. Bagaimana tidak? Lingkungan hidup ini adalah warisan untuk kita hidupi sampai nanti. Untuk itu generasi muda harus melek lingkungan, Greta Thunberg mengingatkan banyak generasi tua untuk berubah, kita harus bersama-sama membantunya. Generasi muda dapat bersatu kita dapat mengubah dunia menjadi sesuatu yang lebih baik. Lingkungan hidup juga merupakan sarana kita untuk mengembangkan toleransi beragama di Indonesia.

Tahun 2020 adalah perayaan satu tahun Dokumen Abu Dhabi, yang merupakan dokumen terkini bagi toleransi dunia. Karena itu tahun 2020 adalah harapan baru bagi keadilan dunia. Dunia yang lebih toleran, lebih adil, dan lebih ramah lingkungan. Secara khusus Indonesia yang mendengar suara anak-anak muda, Indonesia yang dalam semangat muda lebih lincah dalam ekonomi, sosial, dan lingkungan.”

Sr. Caecilia Supriyati, RGS
Susteran Gembala Baik

“Dalam Surat Gembala KWI 2004 tentang Kesetaraan Perempuan dan Laki-Laki, ada kutipan seperti ini: ‘Kesadaran dan Perilaku Baru’. Refleksi ini membuat kita sadar bahwa kita merupakan bagian dari tradisi masyarakat dan Gereja yang telah ikut melukai kesetaraan martabat yang mendatangkan penderitaan bagi kaum perempuan. Kita semua, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kecenderungan untuk tidak mau melihat, bahwa ada masalah dalam relasi kita.

Kaum laki-laki antara lain perlu belajar untuk mau mendengarkan pengalaman perempuan dengan kesungguhan hati. Kami mengajak para perempuan untuk mau mengungkapkan secara terbuka pengalaman-pengalaman Anda, terlebih bila Anda mengalami diskriminasi, pelecehan, kekerasan.

Pada 22 Desember 2019, Surat Gembala para Bapa Gereja (KWI) ini sudah berusia 15 tahun. Tetapi yang tertulis dalam surat tersebut belum banyak diketahui umat dan para religiusnya. Keprihatinan-keprihatinan tentang situasi kaum perempuan yang ditulis dalam surat tersebut masih terus terjadi. Artinya surat yang isinya penuh semangat injili belum banyak dampaknya terhadap situasi ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Maka di tahun keadilan yang akan datang beberapa hari lagi, saya berharap surat gembala ini kita buka dan kita renungkan kembali. Saya juga berharap bahwa surat ini menumbuhkan kesadaran dan pertobatan, sehingga kita berani mengubah sikap dan tindakan kita untuk mewujudkan kehendak Allah yakni kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagain citra Allah.

Langkah pertama yang kita perlu lakukan adalah kaum laki-laki perlu belajar mau mendengarkan pengalaman perempuan dengan kesungguhan hati, dan para perempuan mau mengungkapkan secara terbuka pengalaman-pengalamannya, terlebih jika mengalami diskriminasi, pelecehan dan kekerasan. Saya berharap Majalah HIDUP juga bersedia menjadi fasilitator untuk terjadinya pertobatan dalam Gereja.

Pastor Antonius Eddy Kristianto, OFM
Guru Besar STF Driyarkara

“Dalam perjalanan ziarah bersama segenap ciptaan-Nya menuju kualitas hidup yang semakin bermakna dan berimbang, secara pribadi saya berharap agar – terutama – semua insan yang berhendak baik, bahu-membahu melepaskan diri dari kepentingan egoistik dan manipulatif, yang hanya untuk memperoleh keuntungan diri serta kelompoknya sendiri. Dengan demikian, kita secara bertahap dapat maju bersama, berkembang dalam mendayagunakan kekuatan-kekuatan positif kita, dan ikhlas membantu dengan sungguh-sungguh sesama yang mengalami kesumpekan, keletihan, kemiskinan, penderitaan, dan beban-berat dalam kehidupan ini.

Berkat karunia yang berasal dari Tuhan dan dipelihara oleh penyelenggaraan-Nya, kita bersama-sama berikhtiar menjadikan hidup bersama ini, bernilai sangat positif dan mempunyai makna yang mendalam dan jernih karena bertumpu pada kepercayaan, sekaligus harapan yang kokoh bahwa “sikap yang adil, baik, dan benar kepada sesama merupakan manifestasi yang terbatas dari yang ilahi, yang tak terbatas.

Inilah salah satu sudut penampakan dari praksis sila kelima Pancasila, yang tidak lain adalah belarasa yang tidak tertepi, yang perlu dialami secara konkret dan langsung terutama oleh sesama yang tidak berdaya, sakit, tua, survivor, cacat, dan difabel. Semoga sari pati harapan ini berwujud dan berubah menjadi kenyataan, karena kita menginginkannya dan mengusahakannya dengan hasrat yang pasti dan terutama dikehendaki-Nya. Sebab Ia ingin kita semua hidup dalam kelimpahan kebaikan-Nya.”

Hermina Wulohering/Gloria Permata Hanggu

HIDUP NO.52 2019, 29 Desember 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini