Tahun 2019 : Menuju Persaudaraan Global

224

HIDUPKATOLIK.com – Penandatanganan Dokumen Abu Dhabi pada tanggal 4 Februari 2019 disebut-sebut sebagai salah satu ‘monumen’ bersejarah peradaban manusia ke depan yang mewarnai kalender 2019 yang segera berakhir. Saat itu Paus Fransiskus berkunjung ke Semenanjung Arab setelah sekian ratus tahun Vatikan tak berkunjung ke wilayah ini. Salah satu agenda penting Paus selama di Abu Dhabi adalah bertemu dengan Imam Agung Al-Azhar, Ahmed At-Tayyeb.

Di akhir pertemuan, kedua pemimpin sepakat menandatangani “Dokumen Persaudaraan untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan”. Pertemuan bersejarah ini mengingatkan dunia kembali akan pertemuan dua tokoh besar, Sultan Malik Al-Kamil dan Fransiskus Assisi di Tepi Sungai Nil sekitar delapan ratus tahun yang lalu ketika situasi dunia sedang dilanda perang atas nama agama. Situasi dunia juga saat ini tengah diwarnai eskalasi intoleransi dan radikalisme. Kedua pemimpin sepakat untuk berjalan, melangkah bersama, merajut tali persaudaraan dalam pluralitas, keanekaragaman, saling menghormati, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, kemanusiaan dan keadilan tanpa pandang buluh.

Penandatanganan Dokumen Abu Dhabi ini menjadi perbincangan di pelbagai kesempatan penting. Termasuk dalam Sinode Amazon yang digelar di Vatikan sehari setelah pelantikan 13 kardinal baru pada tanggal 5 Oktober 2019. Sinode Amazon juga membawa dampak besar tak hanya untuk menjaga dan menyelamatkan hutan Amazonia dari kerusakan dan kehancuran tapi juga pastoral dalam Gereja Katolik. Kita tahu, hutan Amazonia adalah paru-paru utama dunia (planet ini). Lagi-lagi, Paus Fransiskus melakukan terobosan, dalam sinode ini, membuka pintu bagi kemungkinan tahbisan imamat bagi pria berkeluarga khusus untuk wilayah pastoral Amazon.

Sementara di dalam negeri, pertemuan Abu Dhabi menjadi inspirasi bagi banyak kalangan untuk melakukan hal yang sama di tengah menguatnya politik indentitas menjelang pileg dan pilpres lalu. Polarisasi dua kubu yang berbeda pilihan politik sempat mengkhawatirkan. Platform media sosial turut mempengaruhi memanasnya situasi. Namun, kita bersyukur, bangsa ini bisa melewati masa-masa krusial tersebut. Secara alamiah terjadi rekonsiliasi dan kehidupan sosial kembali ke titik normal walaupun tidak mudah.

Tahun 2019 memang membawa warna tersendiri dalam perjalanan bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan penduduk mayoritas Muslim, Indonesia dipandang sebagai salah satu kiblat dunia, bagaimana menumbuhkembangkan semangat toleransi dalam keberagaman agama, suku, ras, dan golongan. Bukan berarti bahwa kita telah selesai dengan masalah ini. Tidak. Situasi belakangan ini malah agak memburuk dalam hal intolerasi dan radikalisme. Bom bunuh diri dan tindakan kekerasan terhadap pihak yang berbeda pendapat kerapkali terjadi. Memprihatinkan. Namun, mayoritas umat Muslim di negeri menghendaki Indonesia yang toleran, inklusif dan terbuka pada modernitas dengan mengedepankan indentitas keindonesiaan yang beragam suku, agama, dan budaya.

Di penguhujung tahun ini, kita berharap, implementasi Dokumen Abu Dhabi akan semakin menggema ke kalangan masyarakat bawah. Indonesia bisa menjadi salah satu contoh bagi negara-negara lain dalam upaya kita menciptakan persaudaraan global yang inklusif.

HIDUP NO.52 2019, 29 Desember 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini