Natal, Bela Rasa

224
[HIDUP/Hasiholan Siagian]

HIDUPKATOLIK.com – Setiap kali kita akan merayakan Natal, kita senantiasa diingatkan akan kasih Allah yang begitu besar kepada umat manusia sehingga Ia mengutus Putra-Nya yang tunggal untuk menebus dosa-dosa kita. Allah begitu mencintai umat manusia, kita. Cinta Allah itu terlaksana (inkarnasi) dalam diri Yesus Kristus yang menjadi manusia, dikandung dan dilahirkan oleh Bunda Maria di sebuah tempat yang jauh dari kemewahan, tempat yang amat sederhana di kota Daud, Betlehem. Sukacita kasih Allah itu pertama-tama disambut oleh para gembala yang tengah berjaga menemani domba-domba mereka di tengah malam nan dingin dan sunyi.

Sukacita kasih Allah itu pula yang ingin selalu kita rayakan tatkala masa Natal tiba. Untuk menyambut Natal, Gereja mempersiapkan umatnya selama empat minggu masa Adven. Masa menantikan, masa mempersiapkan hati dan jiwa agar layak dan pantas merayakan hari peringatan kelahiran Tuhan itu. Dalam rangka itu, Paus Fransiskus mengingatkan umat Katolik di seluruh dunia agar berhati-hati terhadap gaya atau godaan hidup konsumeris-materialistis menjelang dan pada perayaan Natal. Peringatan Paus ini memang pantas menjadi perhatian semua pihak. Karena nuansa Natal dengan “cahaya duniawi” bermewah-mewah, berfoya-foya bukan lagi fenomana baru. Esensi Natal kerapkali ditutupi oleh hingar-bingar “heboh” belanja di pusat-pusat perbelanjaan dengan segala aksesorisnya ketika Desember tiba.

“Marilah kita bertanya pada diri kita, apakah saya membutuhkan semua materi dan segala yang rumit untuk hidup? Dapatkan saya menjalani kehidupan yang lebih sederhana tanpa sesuatu tambahan yang tidak perlu? Bagi banyak orang, makna hidup ditemukan dalam kondisi berlebihan materi. Keserakahan dan nafsu yang tidak terpuaskan tertanam hampir dalam semua diri manusia. Bahkan, hari ini sebagian orang makan dengan mewah saat beberapa lainnya sulit mendapatkan makanan untuk dapat bertahan hidup,” pesan Paus pada pesan Natal 2018, dan pesan itu masih sangat relevan dan signifikan saat ini. Dengan kata lain, esensi sejati Natal menjadi teramat jauh jaraknya dari kesederhanaan, kesahajaan, bela rasa, solidaritas dengan sesama yang membutuhkan.

Baru-baru ini, lagi-lagi Paus Fransiskus setelah kembali dari Thailand dan Jepang akhir November lalu, mendorong kita untuk kembali menghidupkan tradisi kandang Natal yang dipelopori oleh Santo Fransiskus Assisi di rumah atau lembaga masing-masing. Tak lain, Paus ingin mengajak kita merayakan Natal dalam semangat kesederhanaan yang dihadirkan oleh para gembala di Betlehem.

Dalam konteks bangsa kita, masih terdapat jutaan suadara-saudari kita yang jauh dari hidup sejahtera, para pengangguran, gelandangan, pengungsi, dan lain-lain. Untuk itu, marilah kita merayakan Natal 2019 ini dalam semangat berbela rasa dengan saudara-saudari kita tersebut. Caranya, bisa bermacam-macam. Tergantung pada situasi dan kondisi kita masin-masing. Memang Gereja sudah membuat aksi Adven. Di luar itu, masih banyak hal yang bisa dilakukan baik secara perorangan, kelompok, kategorial, komunitas, organisasi, dan lain-lain. Selamat Hari Raya Natal!

HIDUP NO.51 2019, 22 Desember 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini