Bernard Gunawan Hadipoespito : Fondasi Perjuangan Binus Hingga Bertaraf Internasional

1822
Bernard Gunawan Hadipoespito.

HIDUPKATOLIK.com – Menyiapkan diri sebagai kampus bertaraf internasional adalah cita-cita pendiri Binus. Semangat cinta kasih dan nilai-nilai Kekatolikan menjadi fondasi perjuangan Binus.

Di atas panggung megah, Bernard Gunawan Hadipoespito termenung. Matanya terpejam. Ia, mengatupkan tangannya di dada. Dalam hatinya berdoa, “Terima kasih Tuhan atas anugerah ini”. Ucapan syukur ini terucap dari mulut kelahiran Malang, 23 Juni 1952 ini ketika Universitas Bina Nusantara (Binus) dinobatkan sebagai salah satu Best Companies to Work for in Asia 2017 oleh Asia Award. Binus terpilih sebagai perusahaan terbaik dan para praktisi terbaik dengan setiap elemen pekerjanya dinilai unggul dan istimewa. Binus mampu merealisasikan suasana kerja yang kondusif dan kontributif bagi para karyawannya sesuai semangat, Foster and Empower the society in building and serving the nation.

Penghargaan ini diterima langsung oleh Bernard selaku Chief Executive Officer (CEO) Binus, Jumat, 19/5/2017. “Di era sekarang ini, talenta individu dalam bekerja menjadi komoditi paling berharga. Karena itu, adalah hal vital bagi perusahaan untuk tidak hanya terlihat sebagai perusahaan yang maju, tapi juga harus mampu menjadi industri terbaik,” kata Bernard.

Baginya, peningkatan standar ekspektasi dan kinerja setiap tahun adalah sebuah keharusan bagi perusahaan. Dalam hal ini, Binus tetap berkomitmen untuk mencapai visinya ke depan dengan meningkatkan situasi kerja yang lebih bermutu dan mendorong keterlibatan yang lebih besar dengan berusaha menjadi institut pendidikan kelas dunia. “Maka itu, inovasi, nilai-nilai kewirausahaan, universitas riset berskala internasional adalah tekad kami,” jelas Bernard.

Berawal dari Kursus
Penghargaan Best Companies to Work for in Asia 2017 ini adalah satu dari sekian penghargaan yang pernah diterima Binus. Memaknai penghargaan ini, Bernard mengatakan, semua pencapaian ini karena proses yang sulit. Tidak mudah menyadari bahwa Binus yang dulu sebuah lembaga pendidikan komputer jangka pendek kini menjadi universitas terkemuka dengan branding bertaraf internasional.

Menurut Bernard, Binus berdiri sebagai lembaga pendidikan komputer tanggal 21 Oktober 1974 dengan nama Moderen Computer Course. Berkat landasan yang kuat, visi yang jelas, dedikasi tinggi yang berkesinambungan, lembaga kursus ini terus berkembang. Hal ini terbukti dengan banyaknya peminat, sehingga lembaga kursus ini berubah menjadi Akademi Teknik Komputer (ATK) dengan jurusan Manajemen Informatika dan Teknologi Informasi. Tiga tahun kemudian, tepatnya tanggal 13 Juli 1984, ATK mendapat status terdaftar dan berubah menjadi Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) Jakarta. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1985, dibuka jurusan Komputerisasi Akuntansi, dan pada tanggal 21 September 1985, AMIK Jakarta berganti nama menjadi AMIK Bina Nusantara.

Dalam usia mudanya, sebuah prestasi emas ditoreh AMIK Bina Nusantara dengan terpilih sebagai Akademi Komputer Terbaik oleh Depdikbud melalui Kopertis Wilayah III Jakarta pada tanggal 17 Maret 1986. Proses ini berlanjut dengan perubahan nama dari AMIK menjadi Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Binus pada 1 Juli 1986 dengan program Strata Satu Jurusan Manajemen Informatika dan Teknik Informatika. Bersamaan dengan itu juga dibuka program Strata Satu Jurusan Teknik Komputer.

Proses selanjutnya terjadi tanggal 10 Mei 1993, saat dibukanya Program Magister Manajemen Sistem Informasi, salah satu program Pascasarjana pertama di Indonesia di bidang tersebut. Kemudian pada 8 Agustus 1996, berdirilah Universitas Binus dan secara sah diakui oleh pemerintah. STMIK Binus kemudian melebur ke dalam universitas itu tanggal 20 Desember 1998, dengan beberapa fakultas yaitu Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik, Fakultas Sastra, Fakultas MIPA, dan Program Pascasarjana.

Bagi Bernard, proses ini tidak mudah karena tidak dibayangkan lembaga kursus yang selalu berpindah-pindah tempat kini terlibat secara langsung membantu pemerintah mencerdaskan anak-anak bangsa. “Salah satu nilai yang saya petik dari orangtua adalah kerja keras. Bapak saya, Joseph, perintis Binus, selalu mengajarkan satu nilai bahwa bekerjalah sampai tuntas, dan Tuhan akan menyempurnakannya,” kisah Bernard.

Siap Bekerja
Bernard dan seluruh stakeholder Binus bertekad untuk terus mencoba membangun inovasi-inovasi baru guna meningkatkan perkembangan dan kemajuan ke arah yang lebih baik. Hal ini terlihat dengan berbagai program pengembangan seperti tahun 1997, Binus membuat kerja sama dengan Universitas Curtin Australia dan universitas asing lainnya. Keberhasilan ini juga karena peran Binusian (lulusan Binus). Salah satu branding yang selalu digaungkan para Binusian adalah Binus sebagai universitas swasta terdepan dalam bidang teknologi dan informasi menyediakan fasilitas moderen.

Branding Binus kini mendunia. Hal ini bisa dilihat dari fokus perhatian Binus menjaga jalinan kerja sama strategis dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri tekonologi komunikasi dan informasi, seperti CISCO, Microsoft, SAP, ORACLE, IBM, Lotus Development Indonesia, Computer Associates, ASUS, ACER, DELL dan lain sebagainya. “Mereka membantu Binus dalam menciptakan dan mengembangkan suasana perkuliahan yang bernuansa teknologi dan ilmiah dengan didukung riset dan penelitian terapan,” sebut Bernard.

Tidak saja itu, sebagai CEO Binus, Bernard bertekad agar setiap Binusian harus siap memasuki dunia kerja global atau menjadi seorang wiraswasta. Bernard menjelaskan bahwa Binus sangat peduli terhadap masa depan para lulusannya dengan menghubungkan mereka dengan perusahaan-perusahaan yang sedang mencari tenaga kerja. “Di sini, Binus career menyediakan berbagai layakan dalam mencari pekerjaan,” katanya.

Data QS World University Rankings pernah merilis peringkat universitas mana saja yang menghasilkan lulusan paling mudah dipekerjakan dalam QS Graduate Employability Rankings 2020. Lembaga pemeringkatan bereputasi internasional ini menilai meski banyak universitas terbaik dunia menghasilkan lulusan berprestasi setiap tahun, kalangan dunia usaha atau industri sering menyatakan keprihatinan institusi akademik belum cukup mempersiapkan lulusan untuk dunia kerja.

Bernard mengakui, soal soft skill, khususnya, sering disebutkan berulang kali sebagai gap atau pokok soal “kesenjangan keterampilan” yang menonjol di beberapa industri, terutama teknik dan teknologi. Di Indonesia sendiri, Binus menempati posisi kedua setelah Institut Teknologi Bandung. Sedangkan di dunia, Binus menduduki peringkat 301-500 dari semua universitas didunia.

Dalam konteks ini, Bernard mengatakan, QS Graduate Employability mengukur semua pencapaian ini dari lima indikator penting. Pertama, ada penilaian dunia usaha dengan menampilkan lulusan yang paling kompeten, inovatif, dan efektif. Kedua, hasil lulusan universitas yang menghargai karier lulusan. Ketiga, link and match yaitu universitas yang paling berhasil berkolaborasi dengan perusahaan global untuk menghasilkan penelitian transformatif dan kemitraan soal penempatan kerja. Keempat, praktisi industri kampus yaitu jumlah pengusaha yang terlibat aktif di kampus. Kelima, tingkat perolehan pekerjaan yaitu Binusian tidak lebih dari 12 bulan setelah lulus langsung mendapat pekerjaan.

Nilai Kekatolikan
Kini Binus terus mengudara dengan sejumlah inovasi-inovasi yang ada. Selain berdirinya Binus Career tahun 2002, setahun sebelumnya berkembang The Joseph Wibowo Center for Advanced Learning (JWC) yang merupakan kampus terbaru paling moderen dengan program Binus Business School, Binus International, dan Executive Development Program. Bila Universitas Binus fokus pendidikan berbasis teknologi informasi, JWC fokus pada program pelatihan dan pengembangan eksekutif, juga layanan konsultatif di bidang manajemen dan bisnis.

Bernard mengatakan kendati Binus sangat fokus pada pengembangan pengetahuan dan teknologi, namun selalu dilandaskan pada nilai-nilai Kekatolikan. Bernard meyakini bahwa kehadiran Binus tak lepas dari perjuangan keluarganya yang sejak kecil sudah diperkenalkan pada nilai-nilai Kekatolikan. Salah satu nilai yang sangat ditekankan adalah cinta kasih. “Inilah kenapa Binus sangat terbuka kepada para pastor atau suster dari keuskupan-keuskupan di Indonesia Timur atau keuskupan lain yang mau melanjutkan studi di Binus. Kami sangat terbuka dan menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, termasuk tempat tinggal,” ungkap Bernard.

Baru-baru ini, kata Bernard, Binus bekerjasama dengan Keuskupan Agung Jakarta untuk mengembangkan aplikasi Basis Integrasi Data Umat Keuskupan (BIDUK). “Meski kerja sama ini adalah kerja sama profesional, tetapi Binus tak akan ingin ambil untung dari Gereja. Bagi Bernard, profesionalitas boleh tetapi harus dilandasi semangat kasih. Semua ini saya buat karena keluarga saya merasa apa yang kami dapat saat ini berkat Tuhan,” demikian Bernard.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.50 2019, 15 Desember 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini