Marian Centre Indonesia : Bersama Maria Mengarungi Zaman

815

HIDUPKATOLIK.com – Tidak hanya sebatas melakukan rutinas doa yang ditujukan melalui Maria tetapi mengimani teladan Maria lewat masalah-masalah yang dihadapi.

Cerita bermula ketika sekitar tahun 1990-an Rubijanto A. Hamidjojo mengikuti seminar kesaksian yang dibawakan Victor Wee dan isterinya Viviene. Keduanya adalah pembicara dari Marian Centre Singapura. Dalam seminar itu, Victor berbicara Maria, Ratu Perdamaian dari Medjugorje. Seminar itu menunjukan satu per-satu pesan penampakan Maria di Medjugorje.

Kesan yang didapat Rubijanto begitu mendalam. Hingga, ia pun tertarik mengundang keduanya untuk mengadakan seminar di Indonesia. Gayung bersambut, keduanya setuju. Untuk mewujudkan ide ini, Rubijanto belakangan dibantu juga oleh Murcuanto Diwanto, Sioe Hadinata, Naniek Hadiwibowo, Edie Wangsa, Setiadhi Lukman, dan Ira Lukman.

Dari kelompok inilah, kemudian tercetus cita-cita untuk mendirikan suatu wadah untuk menyatukan pencinta atau devosan Maria di Indonesia. Tak lama kemudian, mereka menjumpai Uskup Agung Jakarta ketika itu, Mgr Leo Sukoto SJ, untuk menyampaikan gagasan mendirikan Marian Centre Indonesia (MCI). Saat itu juga, sang uskup setuju, Mgr Leo hanya berpesan, agar wadah ini tak hanya menjadi pusat informasi tapi juga wadah kerjasama bagi semua pribadi dan kelompok yang berdevosi kepada Bunda Maria. Setelah itu, MCI pun berdiri dan dibuat Akte Pendirian Yayasan Marian Centre – Ave Maria yang terdaftar di Dinas Sosial Pemda DKI Jakarta No: 243, tanggal 28 Oktober 1991.

Rumah Doa
Koordinator Bidang Iman MCI, Teddy Wijanarko mengisahkan, salah satu kegiatan awal MCI yang cukup dikenal di masa-masa awal kelahirannya adalah seminar yang menghadirkan pembicara Pastor Slavko Barbaric OFM. Imam Fransiskan kelahiran Bosnia-Herzegovina ini juga dikenal atas Devosinya kepada Bunda Maria Medjugorje. Seminar ini mampu menarik umat sejumlah 6000 orang di Paroki St Paskalis Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Pada masa-masa awal ini, kegiatan MCI tidak hanya berpusat di satu tempat. Hingga pada awal tahun 1997 semua kegiatan Marian Centre Indonesia pindah ke sebuah rumah di Jalan KS. Tubun IIC/2, Petamburan, Jakarta Barat.

Suatu hari, Teddy menerima telepon dari orang tidak dikenal. Ia masih mengingat, suara orang yang menelepon itu mengaku dari salah satu ormas radikal. Saat itu, sang penelepon memberitahu rencana mereka untuk “mendatangi” pusat MCI di Petamburan. Tanpa pikir panjang, Teddy dan staf lainnya langsung membereskan barang-barang untuk dipindahkan. Apa yang terjadi setelah peristiwa itu di MCI lumayan tegang. Teddy mengatakan, semenjak teror itu juga ada dari TNI dan Polisi yang berjaga.

Mempertimbangkan keamanan MCI, Sioe berniat memindahkan kegiatan MCI di tempat lain. Ruko tiga lantai di daerah Permata Hijau menjadi salah satu pilihan.

Teddy mengakui, bahwa peran Sioe dan keluarga sangat besar. Sioe menghibahkan salah satu rumahnya di Jalan Karmel II, Kebon Jeruk tahun 2010. Sejak saat itu, MCI tidak pernah berpindah lagi.

MCI mempunyai struktur seperti kantor pada umumnya tetapi konsep dasar adalah house of prayer ‘rumah doa bersama’. Koordinator Bidang Pelayanan Marian Centre Indonesia, Damianus Gading, atau disapa Dami menyampaikan, dari awal, MCI selalu memanfaatkan sebuah rumah. Untuk itu, Dami menyadari, spiritual MCI sebenarnya tidak pernah jauh dari “keluarga”. “Dari dulu tempat yang dipakai selalu rumah, saya pribadi merefleksikan bahwa spiritualitas yang mau diangkat adalah keluarga yang hidup dalam sebuah rumah dengan menghidupi dimanika yang terjadi,” tutur Dami.

Di pusat MCI yang baru ini, tersedia ruang doa atau kapel kecil, untuk berbagai pelayanan doa. Di samping menerbitkan Majalah Ave Maria, MCI mempunyai toko yang menjual aneka benda rohani dari dalam dan luar negeri serta bacaan rohani baik yang diterbitkan oleh MCI maupun dari penerbit lain.

Lambat laun, penyebaran devosi tidak hanya melalui majalah atau benda rohani, MCI mulai membentuk komunitas doa. Hingga akhirnya sekarang berjumlah ada sekitar 11 komunitas doa yang dibawah binaan MCI.

Sosok Ibu Penolong
Melewati masa ke masa, MCI tetap ada. Namun tidak dapat diasumsikan bahwa MCI “adem ayem”. Segala macam tantangan mulai dari harus mencari tempat yang kondusif, hingga tidak mempunyai romo moderator selama lima tahun harus dirasakan oleh Teddy dan Dami. “Sempat merasakan mau gajian juga susah karena uangnya kurang,” ujar Dami.

Belum lagi, Dami menambahkan, dinamika relasi dalam melayani umat juga menjadi tantangan. Ia menuturkan, dalam hal berlangganan Majalah Ave Maria terkadang juga ada kesalahpahaman dengan agen-agen dan komunitas doa yang dibina. Bagi Dami, kemampuan untuk selalu menyimpan perkara dalam hati seperti Bunda Maria, itu adalah berkat yang paling besar. “Menghadapi goncangan pun, saya akan kembali kepada sosok Maria yang percaya bahwa Tuhan punya skenario terbaik,” ujarnya.

Teddy mempunyai keyakinan bahwa Bunda Maria adalah seorang ibu yang pasti menolong. Seperti kehidupan sehari-hari, seorang ibu tidak terlalu diingat saat anaknya sedang senang. Tetapi jika anaknya dalam kesulitan, ia akan berteriak minta tolong kepada ibunya. Teddy menyadari, meski ia dalam banyak kesempatan juga masih lalai, namun ia terus ditolong oleh Bunda Maria. “Selama ini kami selalu dibantu oleh invisible hand. Jika ada masalah, ada saja cara penyelesaiannya,” jelasnya.

Berupaya Berubah
Sejauh ini, biaya operasional MCI di dapat dari penjualan buku dan penerbitan majalah. Terkadang pula, yayasan membantu menutupi biaya bulanan. Dunia pun semakin berubah dengan perkembangan zamannya. Hal ini membuat Wakil Direktur Marian Centre Indonesia Suhadi Santoso mengupayakan perubahan. Perubahan ini bertujuan memperbanyak Devosi Maria tetapi dengan berbagai macam cara. “Dulu hanya melalu bacaan lalu merambah dengan adanya kelompok doa, nah sekarang teknologi berkembang kami juga harus berubah,”ujarnya

Perlu terobosan dan inovasi yang mengikuti perkembangan zaman serta mencari orang-orang muda. Salah satu yang sudah dimulai adalah mengadakan Marian Youth Camp dan Sayembara Karya Tulis Maria bagi Kaum Muda. Di samping itu, Hadi berharap, kehadiran MCI selalu bermanfaat bagi orang lain.

Karina Chrisyantia

HIDUP NO.43 2019, 27 Oktober 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini