HIDUPKATOLIK.com – Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menutup Sidang Tahunan 2019 dengan mengeluarkan sebuah pesan Persaudaraan Insani untuk Indonesia Damai. “Persoalan yang memprihatinkan dan menjadi tantangan berat bagi bangsa Indonesia saat ini adalah semakin berkembangnya paham ekstremisme yang sering berujung pada tindakan terorisme. Penyebab utama lahirnya ekstremisme adalah lemahnya pemahaman ideologi berbangsa dan bernegara yang berkorelasi dengan persoalan sosial, ekonomi, politik, dan kebencian kepada pihak-pihak lain yang dianggap menghalagi penyebaran ideologi tersebut.”
Begitu antara lain isi hasil Sidang KWI di Bandung, Jawa Barat, 4-14 November 2019 yang lalu. Apa yang disinyalir KWI ini, tak terbantahkan. Aksi bom bunuh diri terjadi di sebuah kantor kepolisian di Kota Medan, Sumatera Utara, Rabu, 13/11/2019. Aksi seperti ini sudah kerap kali terjadi di Indonesia belakangan ini.
Dengan kata lain, terorisme ada di depan mata. Datangnya tak terduga namun menciptakan ketakutan demi ketakutan di tengah masyarakat. Tidak hanya di tengah bangsa kita, tapi juga bangsa-bangsa lain di dunia. Ancaman terorisme makin menghantui terus. Terorisme, juga radikalisme dan intoleransi, telah menghancurkan harkat dan martabat manusia; bom bunuh diri menelan korban yang terkadang tidak sedikit jumlahnya.
Dunia tak mau menyerah. Secara bersama-sama, para pemimpin dunia bergandengan tangan mengatakan “tidak” pada terorisme. Pertemuan bersejarah Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Ahmed Al-Tayyeb tanggal 4 Feburari 2019 yang kemudian melahirkan Dokumen tentang Pesaudaraan Manusia, untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama atau dikenal dengna Dokumen Abu Dhabi menjadi salah satu upaya bersama pemimpin dunia lintas agama untuk menciptakan perdamaian dunia. Momen pertemuan kedua pemimpin itu dipandang sabagai salah satu peristiwa historis terbesar abad ini dalam rangka merajut kembali persaudaraan insani.
KWI, dalam kesatuan dengan Paus Fransiskus, ingin ambil bagian dalam upaya menciptakan tatanan dunia yang lebih damai tersebut pada tingkat lokal, Indonesia. Hal itu ditegaskan Ketua Presidium KWI, Kardinal Ignatius Suharyo pada pembukaan Sidang Tahunan 2019. “Agar Konferensi ini ‘mengakarrumputkan’ Dokumen Abu Dhabi, dan diharapkan dengan pembelajaran yang ada dapat memberikan inspirasi untuk melakukan sesuatu yang bermuara pada transformasi kehidupan,” kata Kardinal Suharyo.
Para uskup Indonesia tampaknya akan mengambil langkah-langkah konkret bagaimana membumikan butir-butir penting Dokumen Abu Dhabi agar tidak lagi sekadar kata-kata manis namun dapat dipraktikkan di tengah masyarakat yang pluralis ini. Tentu saja langkah-langkah itu tidak dimulai dari nol lagi. Sudah banyak upaya yang selama ini digalang dalam membangun persaudaraan insani. Namun, kini makin disadari, karena
situasi yang mendesak belakangan ini, hierarki ingin agar gerakan ini menjadi prioritas bersama. Bentuknya bisa bermacam-macam, sesuai dengan situasi umat dan masyarakat setempat. Bukan berwacana lagi.
HIDUP NO.47 2019, 24 November 2019