Berkat Penutup Misa

3395

HIDUPKATOLIK.com – Beberapa waktu yang lalu, kami mengikuti Misa perdana dengan empat romo diosesan di paroki kami. Misa berlangsung lama satu jam daripada biasanya karena homili diisi sharing keempat romo baru dan pada bagian sebelum penutup ada penampilan tim koor anak-anak paroki yang akan dikirim ke seleksi Pesparani, foto bersama, sambutan-sambutan, dan perayaan ulang tahun imamat romo paroki. Banyak umat yang kemudian pulang sebelum berkat penutup. Kemudian, saat berkat penutup, romo paroki mengatakan bahwa umat yang pulang sebelum berkat penutup sama saja belum misa. Apakah benar demikian? Terima kasih.

FX. Catur Supatmono, Kalasan

Betul tidaknya: “Seorang undur diri, sebelum Ekaristi selesai, maka dia disebut tidak Ekaristi” tidak bisa dijawab tanpa mengerti dahulu Ekaristi.

Pertama, “Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hirarkis” (PUMR 16). Ekaristi merupakan “sumber dan puncak hidup Gereja”. Ekaristi merupakan hal yang utama bagi umat beriman kristiani karena di sanalah setiap orang Katolik menyambut Tubuh Kristus yang memberikan kekuatan baru dan menyatukan dengan Kristus. Pengertian ini mencerminkan bahwa Ekaristi sesuatu yang utama dan hendaknya tidak dilewatkan bagi setiap orang Katolik.

Kedua, perayaan Ekaristi bukan perayaan milik para uskup, romo dan diakon saja tetapi perayaan seluruh umat beriman. Pedoman Umum Misa Romawi (PUMR) telah menyatakan bahwa “Kehadiran dan partisipasi aktif umat beriman mengungkapkan dengan lebih jelas bahwa pada hakikatnya perayaan Ekaristi adalah perayaan umat” (PUMR 19). Maka, Perayaan Ekaristi sesungguhnya perayaan milik bersama Gereja, terutama umat Allah.

Hal yang perlu disadari adalah Ekaristi itu merupakan“Liturgi”. Untuk itu, sebagai perayaan milik Gereja ini, Ekaristi sebagai sebuah liturgi menjadi tanggung jawab semua umat. Hal ini ditegaskan oleh Konsili Vatikan II bahwa “Bunda Gereja sangat menginginkan, supaya semua orang beriman dibimbing ke arah keikut-sertaan yang sepenuhnya, sadar dan aktif dalam perayaan-perayaan Liturgi”(SC 14).

Kemudian, hal lain yang perlu dipahami berkaitan dengan Ekaristi adalah bagian-bagian dalam Perayaan Ekaristi. Ekaristi secara pokok terdiri dari dua bagian, yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi yang adalah suatu kesatuan, berhubungan erat satu sama lain sehingga satu tindakan ibadat (Bdk. PUMR 28). Selain itu, PUMR secara jelas menyatakan ada dua ritus lain, yaitu “ritus pembuka dan ritus penutup”. Oleh sebab itu, Perayaan Ekaristi yang adalah milik bersama Gereja, dilaksanakan dengan kebersamaan dari awal hingga akhir.

Mentalitas umat yang seringkali masih merasa bahwa Ekaristi yang terpenting adalah penerimaan “Komuni” memang tidak betul. Contoh sederhana, umat terlambat ke Perayaan Ekaristi waktu bacaan Sabda adalah bukan persoalan karena belum Komuni Kudus.

Namun, pemahaman dan mentalitas macam ini tidak dapat dibenarkan karena Komuni dapat disambut ketika orang juga mendengarkan Sabda Allah yang membawa orang mempersiapkan menyambut Tubuh Kristus. Dengan kata lain, umat kurang paham atau memiliki pemahaman yang keliru tentang “Komuni”. Komuni Kudus seolah-olah yang paling utama dan yang lain tidak padahal Komuni Kudus hanya salah satu bagian saja, seperti yang disampaikan di atas, bahwa Ekaristi adalah kesatuan yang tak terpisahkan.

Ini juga berdampak pula ketika umat merasa setelah Komuni bisa undur diri dan pulang tanpa doa penutup maupun berkat. Tentu ini tidak benar dan tidak bisa dibenarkan. Maka, ungkapan “Pulang sebelum Ekaristi selesai, maka dia disebut tidak Ekaristi” bisa dimengerti dalam konteks pemahaman bahwa Ekaristi sebagai satu kesatuan.

Namun, satu hal yang lebih jauh penting adalah memikirkan Formasio Liturgi bagi umat. Formasio Liturgi ini bertujuan supaya umat belajar makna Ekaristi sehingga membantu mereka dapat makin menghayati imannya sebagai pengikut Kristus. Artinya, bila mana ada umat yang kemudian pulang terlebih dahulu dengan alasan misa terlalu lama atau cepat-cepat karena ada keperluan, setelah mendapatkan formasi liturgi, mereka tidak lagi melakukan hal itu. Untuk itu, para gembala jiwa, dalam hal ini para romo paroki, perlu “dengan tekun dan sabar mengusahkan pembinaan Liturgi kaum beriman” (SC 19).

Pastor Yohanes Benny Suwito

HIDUP NO.37 2019, 15 September 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini