Keadilan Ekologis

374

HIDUPKATOLIK.com – Sehari setelah pelantikan kardinal baru di Basilika Santo Petrus, Sabtu, 5 Oktober 2019, Paus Fransiskus membuka secara resmi Sidang Istimewa Sinode Para Uskup Pan-Amazonia. Sinode ini akan berlangsung dari hari Minggu, 6/10, hingga Minggu, 27 Oktober 2019. Sinode yang biasanya digelar pada bulan November ini dipercepat karena keprihatinan Paus terhadap kondisi lingkungan hidup (ekologi) dunia yang kian rusak (baca: terdegradasi) akibat ulah manusia sendiri.

Seperti kita tahu, Amazonia adalah kawasan terbesar dan terluas (sekitar 5,3 juta hektar) dunia yang disebut-sebut sebagai paru-paru dunia mengalami perusakan yang parah. Padahal kawasan ini merupakan sumber air, udara (oksigen), dan anekaragam hayati yang amat dibutuhkan manusia di muka bumi ini dan pemilik generasi mendatang. Jikalau kawasan ini semakin terganggu atau tereksploitir karena kerakusan dan kepetingan kaum teknologis dan kapitalis, kehidupan manusia dan mahkluk hidup lain pun akan terancam. Pemanasan global (global warming), pencemaran atau polusi udara yang makin akut, krisis air berkualitas yang dirasakan belakangan ini merupakan dampak langsung dari krisis ekologis yang membuat bumi yang kita diami ini semakin menderita. Ditambah lagi, kesadaran manusia zaman modern ini akan pentingnya memelihara dan merawat bumi makin berkurang.

Paus Fransiskus sesungguhnya telah menyuarakan kembali urgensitas manusia zaman ini untuk bersama-sama menaruh perhatian serius pada bumi sebagai rumah kita bersama ini. Hal tersebut dituangkan Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si’ yang dideklarasikan pada pertengahan tahun 2015 lalu. Bahwasanya bumi kita ini pun perlu (harus) kita perlakukan secara adil, merawatnya dengan tanggungjawab, tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek, tapi untuk kehidupan generasi mendatang dan makhluk hidup lainnya.

Paus menyoroti secara tajam kecenderungan manusia dengan teknologi yang ditujukan terutama untuk kepentingan ekonomi atau keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkannya. Perkembangan teknologi bukannya membuat bumi ini makin bermartabat. Sebaliknya, perkembangan teknologi makin mendegradasi bumi (tumpukan sampah), manusia, dan makhluk hidup lainnya.

Di dalam negeri, sebagai salah satu contoh, belakangan ini kita merasakan dampak konkret dari kebakaran (baca: pembakaran) hutan yang tak bertanggungjawab di kawasan Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Kabut dan polusi udara tak hanya menimpa penduduk di dua pulau besar tersebut tapi juga mengganggu negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bukan hanya manusia yang tersiksa, tetapi juga mahkluk lain seperti orang utan.

Mengambil inspirasi dari Santo Fransiskus Assisi, Paus Fransiskus, sebagaimana ia serukan melalui Laudato Si, tampaknya ingin mendorong kerja sama semua pihak untuk bersama-sama melakukan restorasi atas ketidakadilan ekologis ini. Kita berharap, Sinode Amazon ini tidak hanya menghasilkan dokumen-dokumen tetapi juga ada langkah-langkah konkret (lilin-lilin kecil) yang dapat kita lakukan (nyalakan) di lingkungan kita masing-masing.

HIDUP NO.41 2019. 13 Oktober 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini