Beato Fulton John Sheen (1895-1979) : Sang Bintang Televisi dan Radio

1034
Beato Fulton John Sheen.
[karsh.org]

HIDUPKATOLIK.com – Kehadirannya di layar kaca selalu dinanti. Khotbahnya yang menggebu pun ditunggu. Ia mendulang banyak pemirsa dan diminati ribuan pendengar. Ia menjadi tokoh berpengaruh di Negeri Abang Sam.

“Prang…!” Bocah pelayan altar itu menjatuhkan ampul. Wadah berisi anggur itu jatuh dan pecah. Anggur Misa pun berceceran di panti imam. Bocah delapan tahun itu gemetar ketakutan. Apalagi yang memimpin Ekaristi Uskup Peoria, Illinois, Amerika Serikat Mgr John Lancaster Spalding.

Nyatanya, Sang Uskup tak marah. Si bocah pun lega bukan kepalang. Uskup justru mendekati si bocah dan berkata, “Kelak kau akan belajar sampai Belgia dan akan menjadi seperti aku.”

Bocah bernama lengkap Fulton John Sheen belum mengerti yang diucapkan Mgr John Spalding. Padahal itulah “nubuat” yang mesti ia jalani sampai menggapai kekudusan.

Sang Pembelajar
Sheen, anak tertua dari empat bersaudara. Ia lahir dari rahim Delia dan Newt Sheen, seorang petani keturunan Irlandia, di El Paso, Illinois, 8 Mei 1895. Sheen dididik dalam keluarga Katolik yang taat. Ia amat rajin menjadi putra altar di Katedral St Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa di Peoria, Illinois. Di situlah benih panggilan sebagai imam mulai tersemai.

Ia mulai menjalani masa pendidikan di sekolah milik paroki setempat, Spalding Institute. Lalu, Sheen melanjutkan ke St Viator College di Bourbonnais, Illinois. Ia memutuskan masuk Seminari St Paulus di Minnesota.

Setelah menjalani aneka pendidikan calon imam, Sheen ditahbiskan sebagai imam Keuskupan Peoria pada 20 September 1919. Usianya kala itu masih terbilang muda, 24 tahun.

Sheen seorang pembelajar. Ia melanjutkan studi Hukum Kanon di Catholic University of America di Washington pada 1920. Tiga tahun berselang, ia benar-benar terbang ke Belgia; seperti mau menggenapi “nubuat” Mgr John Spalding. Ia meraih gelar Doktor Filsafat di Catholic University of Leuven. Ia juga tercatat sebagai Doktor Teologi dari Pontifical University of St Thomas Aquinas, Roma, Italia.

Sembari menuntut ilmu, Pastor Sheen sempat membantu melayani umat di London, Inggris selama satu tahun. Pada 1926, ia pulang kampung, dan berkarya di sebuah paroki. Tapi itu tak berlangsung lama. Dengan ilmu segudang, Januari 1927, Pastor Sheen ditarik menjadi pengajar di Catholic University of America di Washington, almamaternya. Ia berkarya sebagai dosen hingga 1950.

Hampir setiap hari, ia menggelar ceramah di kamar 112 di McMahon Hall yang diikuti ratusan mahasiswa. Setiap hari pula, ia berdoa di Caldwell Chapel. Dan ia membaca di Perpustakaan Mullen. The Tower, surat kabar mahasiswa Catholic University of America, menerbitkan lebih dari 180 artikel tentang Pastor Sheen.

Sang Pengkhotbah
Sebagai dosen, Pastor Sheen tak hanya pandai mengajar di kelas. Ia juga dikenal sebagai orator ulung. Kala itu, radio amat digemari masyarakat Amerika. Pastor Sheen memanfaatkan teknologi radio untuk menyebarkan kabar gembira. Ia mulai berpartisipasi dalam program radio bertajuk “The Catholic Hour”. Dengan piawai, Pastor Sheen memikat para pendengar. Dalam waktu singkat, program itu diminati sekira empat juta pendengar di seantero Amerika.

“Nubuat” Mgr John Spalding benar-benar tergenapi. Pada 28 Mei 1951, Paus Pius XII (1876-1958) memilih Pastor Sheen sebagai Uskup Auksilier New York. Ia menerima tahbisan episkopal pada 11 Juni 1951 dan mendapat gelar Uskup Tituler Caesariana. Ia memilih moto penggembalaan, Da Per Matrem Me Venire.

Mgr Sheen justru kian gencar mewartakan Injil. Kali ini, ia menyasar televisi yang juga sedang booming di Amerika. Mgr Sheen tampil sebagai pembawa acara televisi, Life is Worth Living, selama tujuh tahun. Saban minggu, acara itu disaksikan lebih dari 30 juta pemirsa. Dalam acara tersebut, ia kerap tampil tanpa teks, dan selalu menggunakan papan tulis untuk menjelaskan ulasannya. Ia membahas hal-hal praktis tentang iman dan kehidupan sosial, bahkan ia pernah mengkritik dengan amat tajam paham komunisme.

Sebagai “bintang” televisi, Mgr Sheen pernah menyabet Penghargaan Emmy kategori Tokoh Televisi Paling Berprestasi. Ia pun menjadi sampul Majalah Time, serta menjadi tokoh Gereja yang berpengaruh di Amerika.

Pada 21 Oktober 1966, Paus Paulus VI (1897-1978) mengangkat Mgr Sheen sebagai Uskup Rochester. Meski demikian, ia tak meninggalkan televisi. Bahkan sejak 1961, ia memiliki program acara sendiri, The Bishop Fulton Sheen Show, di sebuah stasiun televisi di Amerika.

Satu tema yang kerap diungkap Mgr Sheen adalah ajakan untuk umat Katolik agar memiliki waktu untuk berdoa di hadapan Sakramen Maha Kudus. Ajakan ini bukan hanya sebatas nasihat. Mgr Sheen, setiap hari, mempraktikkan hal itu. Meskipun didera aneka kesibukan, Mgr Sheen senantiasa berdoa di hadapan Sakramen Maha Kudus.

Selain piawai berbicara, Mgr Sheen juga menulis. Ia menulis ratusan artikel di surat kabar. Ia juga menulis buku, seperti Communism and the Conscience of the West (1948), Way to Inner Peace (1955), dan The Power of Love (1965).

Pada 6 Oktober 1969, Mgr Sheen pensiun sebagai Uskup Rochester. Namun bukan berarti karyanya berakhir. Bapa Konsili Vatikan II ini mendapat gelar dari Paus Paulus VI, Uskup Agung Tituler Neoportus, dan ditarik ke Vatikan. Ia membantu upaya-upaya Gereja menyebarkan Injil ke seluruh penjuru dunia.

Sejak 1976, Mgr Sheen melayani secara langsung Paus Paulus VI sebagai Asisten Takhta Kepausan. Posisi ini membuat Mgr Sheen selalu berdiri di dekat Paus Paulus VI dalam upacara-upacara resmi. Operasi jantung, membuat Mgr Sheen membatasi semua kegiatannya, hingga ia wafat pada 9 Desember 1979 pada usia 84 tahun.

Sang Beato
Penyelidikan atas kekudusan Mgr Sheen telah dimulai pada 2002. Pada 28 Juni 2012, Paus Benediktus XVI telah mengumumkan bahwa Kongregasi Penggelaran Kudus mengakui kehidupan Mgr Sheen merupakan “kebajikan heroik”, dan menyatakannya sebagai “Venerabilis Fulton John Sheen”.

Pada medio September 2010, ketika Bonnie dan Travis Engstrom dari Goodfield, di wilayah Peoria dikarunia seorang putra, James Engstrom. Tapi nahas, sang bayi tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan sama sekali. Tim medis telah berusaha keras agar si bayi hidup. Namun upaya itu selalu berbuah nihil.

Spontan, Bonnie dan Travis berdoa dengan perantaraan Mgr Sheen. Tak disangka, putra mereka berangsur pulih dan bisa bernapas kembali. Mereka pun menyematkan nama “Fulton” di tengah nama sang putra.

Penyelidikan atas kasus penyembuhan itu dimulai. Alhasil, penyembuhan itu merupakan mukjizat, alias tak bisa dijelaskan secara medis. Mukjizat itu kian membuka tabir kekudusan Mgr Sheen.

Rencana, Mgr Sheen akan dibeatifikasi pada 2014. Namun, rencana itu tertunda lantaran terjadi polemik di antara Keuskupan Agung New York dengan Keuskupan Peoria. Polemik itu usai, setelah pada 27 Juni lalu, jenazah Mgr Sheen dipindah dari Katedral St Patrick New York ke Katedral St Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa di Peoria.

Sebulan kemudian, awal Juli lalu, Paus Fransiskus mengumumkan beatifikasi Mgr Sheen. Selangkah lagi, sang bintang televisi dan radio itu akan menjadi seorang santo.

Y. Prayogo

HIDUP NO.36 2019, 8 September 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini