Pustaka Rohani Metropolitan

674
Kasir melayani Pastor Adrianus Satu Manggo berbelanja di Obor, Rabu, 28/8.
[HIDUP/Hermina Wulohering]

HIDUPKATOLIK.com – Toko Obor sudah ada sejak 70 tahun silam. Kisah-kisah tak biasa di toko Obor ikut mewarnai perjalanan Obor.

Suatu sore di salah satu sudut rumahnya, Djulianto Susantio sedan membersihkan koleksi buku-bukunya. Ia pun membuka beberapa buku itu. Di beberapa halamannya, terselip kertas-kertas kecil.

Djulianto penasaran, ia tak mengira menemukan beberapa carik nota, kuitansi, dan bahkan kartu trem. Lagi ia kaget, saat melihat tulisan di salah satu bon kontan yang ia temukan. Di sana tertulis nomor seri 006124 dengan tanggal 26 Oktober 1959.

Ingatan Djulianto langsung saja meluncur ke puluhan tahun silam, saat ia membeli dua buah buku berbahasa Inggris seharga Rp 44. Di bagian kiri atas bon itu juga tercetak alamat : Gunung Sahari 91, Telp 373, Gbr. Masih ada lagi, logo nama toko “Obor” masih dapat ia lihat di bagian tengahnya. Begitulah kisah kedekatan Djulianto dengan Obor. Saat itu, usia Obor baru satu dekade.

Pustaka Rohani
Kini, Obor sudah berusia 70 tahun. Obor telah membuktikan kehadirannya benar-benar hadir untuk seluruh umat. Tak ada yang beda, baik imam, suster, bruder, frater, juga umat awam, semua menjadi pelanggan obor. Semua tidak ada perbedaan, setiap pelanggan datang ke Toko Obor untuk mendapatkan bacaan rohani yang mereka butuhkan.

Saat pertama kali datang ke Griya Obor, tidak ada yang bisa mengenali Pastor Adrianus Satu Manggo. Ketika tiba di Toko Obor dengan pakaian biasa, semua mengira, ia adalah pengunjung pada umumnya. Karyawan pun tetap melayaninya dengan sopan, layaknya pelanggan pada umumnya.

Meski toko cukup ramai, Pastor Adrianus dan para karyawan toko sempat mengobrol dan bercanda hangat. Ia bahkan menghibur karyawan di meja kasir dengan permainan sulap. Keakraban ini hampir tidak pernah dijumpai di tempat serupa lainnya. Karyawan pun tak mengenali, kalau ia sebenarnya imam dari Keuskupan Tanjung Karang.

Kedatangan Pastor Adrianus hari itu untuk mencari literasi terkait Bunda Maria. Pencariannya berhenti saat ia menemukan tujuh judul buku tentan Maria. Ia mengakui, Obor menjadi pilihannya saat berburu buku-buku rohani. Ia mengaku tak begitu mengenal Jakarta, namun ia yakin, tidak ada toko buku rohani lain yang lebih lengkap menyediakan bacaan rohani Katolik. Buku terkait iman, baik pengenalan awal maupun proses yang lebih mendalam, pengenalan santo-santa dan tokoh-tokoh Gereja, karakteristik Kitab Suci yang tak ada di toko buku lain, ia yakin tersedia di Obor.

“Saya coba tengok di beberapa mal, toko buku lain, memang ada buku-buku Kristianitas, tetapi kalau saya cari soal Bunda Maria tentu tidak akan sedetail seperti yang saya dapatkan di Obor,” ungkap Pastor Adrianus saat dijumpai di lantai satu Griya Obor, Jakarta Pusat, Rabu, 21/8.

Baginya tak ada pilihan lain. Sebagai penerbit milik Gereja, ia meyakini semua kebutuhan bacaan rohani sudah disiapkan di Obor untuk seluruh umat. Keberadaan Obor sangat membantu orang Katolik dan siapa saja yang ingin mencari pengetahuan tentang iman dan ajaran-ajaran Gereja Katolik yang benar.

One Stop Shopping
Cerita karyawan tidak mengenal pastor ini bukan kejadian luar biasa di toko Obor. Sebab tak sedikit imam yang keluar masuk toko ini. Apalagi tidak ada tanda tertentu yang menununjukkan identitas pastor mereka. Jangankan imam, bahkan uskup pun pernah tak dikenali. Sebagai lembaga milik Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), para uskup juga sering mengunjungi Obor.

Griya Obor yang diresmikan 28 tahun silam. Bangunan ini terdiri atas lima lantai. Tiga lantai pertama diperuntukkan sebagai toko. Di toko ini, Obor tak hanya menjual buku terbitannya. Berbagai barang rohani dan peralatan liturgi juga dijual di toko yang berdiri sejak 1949 ini.

Tak berselang lama setelah Pastor Adrianus berbelanja, seorang perempuan memasuki toko dan dengan pasti langsung menyasar rak di mana deretan majalah dipajang. Karyawati Keuskupan Agung Jakarta ini mengatakan, biasanya ia membeli buku rohani di Toko Buku Kanisius Katedral. Namun, karena stok majalah yang ia cari sudah habis terjual, ia langsung mendatangi Obor. “Kebetulan Majalah HIDUP edisi (Alm.) Pak Cosmas Batubara yang saya cari, habis di Kanisius. Jadi saya ke sini,” ujar perempuan yang akrab disapa Ariesta ini.

Di lantai dua, tempat menjual benda-benda rohani, suasana sedikit lebih ramai. Beberapa di antara pengunjungnya adalah anak muda. Sepasang remaja berseragam sekolah motif kotak-kotak asyik memilih salib meja. Sementara, di bagian suvenir, seorang pemuda sedang mencari gelang rosario untuk dijadikan oleh-oleh untuk temannya di Palembang, Sumatera Selatan. Mega Putra Budiman sedang berlibur di Jakarta. Toko Obor pun menjadi tujuannya berburu cenderamata rohani. “Tempat belanja aksesoris rohani di Jakarta yang saya tahu hanya di sini,” kata mahasiswa Universitas Katolik Musi Charitas Palembang ini.

Obor memang lebih dari sekadar toko buku. Menyesuaikan kebutuhan umat, Obor mengusung konsep “one stop shopping”. Karena alasan itu, Obor menjual cenderamata dan pernak-pernik rohani. Barang liturgi yang dijual selain diproduksi sendiri, umumnya diimpor dari Italia dan Tiongkok.

Telah lama, Obor menjual barang-barang rohani, mulai dari lilin, patung, Rosario, salib, hingga perlengkapan liturgi seperti kemeja collar, hosti, pakaian liturgi, peralatan Misa dan ibadat. Beberapa tahun silam, Obor bahkan pernah menjual dompet, sisir, dan pena seperti yang biasa dijumpai di pedagang kaki lima. Ini terjadi ketika KWI mengambil alih pengelolaan Obor dari tangan empat kongregasi imam di Indonesia tahun 1979.

Dalam perjalanan sebelumnya, Obor juga tak hanya menerbitkat buku rohani. Tahun 1995, mereka pernah menerbitkan buku-buku mengenai Chairil Anwar, undang-undang penerbangan, sampai pragmatisme Amerika.

Hermina Wulohering

HIDUP NO.36 2019, 8 September 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini