Vatikan Memohon Perlindungan Anak di PBB

151
Konflik bersenjata mengambil korban besar pada kehidupan anak-anak.
[Dok.AFP]

HIDUPKATOLIK.com – Gereja Katolik terus berupaya melakukan pembebasan anak dari kekerasan, pelecehan hak dan konflik bersenjata.

Gempuran senjata dan ledakan mortir acak telah meluluh lantahkan banyak gedung publik. Tidak hanya sarana dan prasanara yang hancur, tetapi kedamaian hati anak-anak yang berada di area konflik hilang. Pada tahun 1996 ‘United Nations Children’s Fund’ (UNICEF) mencatat bahkan jika anakanak belum pernah melihat senjata, jutaan anak menderita perang akibat sumber daya yang bisa diinvestasikan dalam pembangunan dialihkan kepada persenjataan.

Hal yang paling menyedihkan adalah sebagian besar perang terjadi di negara-negara yang paling tidak mampu membeli persenjataan. Tercatat, lebih dari 1 dari 10 anak-anak di seluruh dunia terkena dampak konflik bersenjata. Tindakan ini langsung memberi efek langsung kepada anak-anak seperti kematian dan kecacatan permanen. Selain itu ada efek jangka panjang tidak langsung yang harus ditanggung oleh mereka akibat perubahan situasi politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang kompleks.

Konflik bersenjata yang merampas banyak kegembiraan anak-anak serta merampok kesempatan mereka untuk menuntut ilmu dengan bebas masih banyak terjadi di Afrika. Dampak kerusakan terhadap emosi, psikologis, dan sosial anak sangat dirasakan. Di beberapa bagian Afrika, anak–anak terpaksa dan dipaksa untuk bergabung dalam perang agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Kekerasan dan pelecahan hak yang dialami oleh anak–anak di Afrika ini seakan memberikan pukulan tersendiri bagi kehidupan gerejawi. Konflik bersenjata yang terjadi di Afrika ini juga secara khusus mencuri perhatian selaku Pengamat Tetap Takhta Suci untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Uskup Agung Bernardito Auza.

Dalam sebuah debat terbuka di Dewan Keamanan pada Jumat, 2/8, uskup agung asal Filipina ini, membuat sebuah permohonan untuk membahas mengenai anak-anak dan konflik bersenjata seperti dilansir www.vaticannews.va. Posisi Takhta Suci adalah menolak dengan keras sebuah tindakan pelecehan hak dan kekerasan yang harus dialami oleh anak-anak dalam situasi konflik apapun. Takhta Suci juga hendak mendorong masyarakat internasional untuk bersama-sama mencari jalan keluar untuk melepaskan anak-anak dari tugas ketentaraannya. “Pendidikan untuk perdamaian di keluarga dan di sekolah-sekolah serta peran penting perempuan sebagai ‘guru perdamaian, sangat diperlukan untuk menghadapi akar penyebab ini.” tutur Uskup Agung Bernardito.

Uskup Agung Bernardito juga menjelaskan bahwa penargetan terhadap sekolah, pusat kesehatan, dan tempat berlindung saat konflik bersenjata harus dihentikan karena berlawanan dengan hukum internasional dan hukum humaniter internasional. Dalam debat terbuka Dewan Keamanan PBB juga kembali diingatkan tentang kepedulian Paus Fransiskus terhadap anak-anak di Suriah yang terjebak dalam kondisi pemboman. Di samping itu, ia juga memuji usaha Operasi Penjagaan Perdamaian PBB dan negara anggotanya terhadap perlindungan anak, terutama dalam konflik bersenjata. Ia
menganjurkan adanya tindak peningkatan usaha pembebasan anak-anak dari tugas ketentaraannya, serta pemberian dukungan kepada anak-anak korban pelanggaran perang berat untuk reintegrasi.

Uskup Agung Bernardito juga mengatakan bahwa dukungan itu juga harus diberikan kepada anak-anak yang dikandung dan dilahirkan sebagai akibat dari kekerasan seksual. “Anak-anak dalam keadaan itu memiliki martabat yang tidak kalah dan juga harus dilindungi dari kekerasan dan kematian,” ucapnya mantap menantang seluruh perwakilan negara yang ada di dalam ruangan Dewan Keamanan PBB.

Yola Salvia

HIDUP NO.33 2019, 18 Agustus 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini