HIDUPKATOLIK.com – Dalam bacaan Injil Lukas 10:38-42, diterjemahkan bahwa Martha telah memanggil Yesus sebagai Tuhan. Apakah ini terjemahan yang benar? Bila ya, mengapa para murid bisa memanggil Yesus dengan sebutan Tuhan, sedangkan saat itu Yesus masih “manusia”?
Rianto Hidajat, Jakarta
Tidak ada yang salah dengan terjemahan tersebut. Dalam Kitab Suci bahasa Latin pun dipakai kata “Dominus”, yang artinya Tuhan. Dalam di dalam Kitab Suci kita bisa menemukan para murid menyebut Yesus sebagai Tuhan. Tidak ada yang salah pula dengan sebutan atau panggilan tersebut. Malahan dengan menyebut atau memanggil Yesus sebagai Tuhan, para murid, dan jemaat perdana, mereka mengungkapkan iman mereka, dan Gereja, akan Pribadi Yesus Kristus, yang adalah Tuhan.
Diawal, Markus pun sudah menyebut Injilnya sebagai Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah (lih Mrk 1:1). Demikian pula Yohanes, pada bagian akhir Injilnya menuliskan maksud penulisan Injil tersebut, “..supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh 20:31).
Injil tersebut oleh Paulus disebut sebagai “Injil Allah”, karena mengisahkan tentang Yesus Kristus yang adalah Tuhan (lih Rom 1:1-6). Maka Paulus pun menyatakan, “Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat” (Gal 4:4). Hal tersebut merupakan tindak pengosongan diri Allah, sampai merendahkan diri di kayu Salib, agar segala lidah mengakui “Yesus Kristus adalah Tuhan” (lih Fil 2:5-11). Hal tersebut sudah dinyatakan secara jelas dan tegas dalam khotbahnya saat Pentakosta (Kis 2:17-36).
Kristus Yesus tersebut dikatakan sebagai gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung dan yang lebih utama dari segala yang diciptakan (lih Kol 1:15), segala sesuatu diciptakan melalui dan dalam Dia, dan tanpa Dia tiada sesuatu pun yang dijadikan (lih Yoh 1:3. 10; 1 Kor 8:6; Kol 1:16; Ibr 1:2). Malahan oleh Petrus disebut jelas bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup (lih Mat 16:16).
Persoalan muncul kalau menganggap, bahwa saat Yesus masih hidup di dunia, Dia masih sebagai “manusia”, belum Tuhan. Kalau anggapan ini diterima maka disangkal prinsip inkarnasi, Allah yang menjadi manusia atau Sabda yang menjadi daging (lih Yoh 1:1-18). Bahwa Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia telah ada dan nyata sejak Maria menjawab “Ya” atas kabar gembira yang disampaikan malaikat.
Malaikat pun mengatakan kepada Maria bahwa Anak yang akan dikandungnya akan disebut sebagai Anak Allah yang Maha Tinggi (lih Luk 1:32.35). Dia adalah Immanuel, demikian diingatkan oleh Malaikat kepada Yusuf, tunangan Maria, yakni Allah yang beserta kita (lih Mat 1:23).
Diakui bahwa sejak di awal abad Kristiani perdebatan tentang Keallahan Yesus sudah sering terjadi. Tentu tidak mudah memahami bahwa Yesus adalah Tuhan di tengah kenyataan iman akan ketunggalan Allah. Ada yang menempatkan Yesus sebagai Tuhan yang lebih rendah daripada Allah, sehingga tidak ada kesetaraan dengan Allah; atau menanggap bahwa kesatuan antara Keilahian dan keinsanian dalam diri Yesus tidaklah utuh.
Gereja sejak awal telah mengimani bahwa Yesus, manusia yang hidup dan ada dalam sejarah, adalah sungguh Allah; “Aku dan Bapa adalah satu.. Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yoh 10:30.38). Tidaklah tepat memandang bahwa ketika masih di dunia Yesus masih “manusia”, dan baru “menjadi Allah” setelah bangkit dari mati dan naik ke Surga. Pandangan ini tidak sesuai dengan iman Kristiani akan inkarnasi: Allah yang menjelma menjadi manusia dan karenanya dalam diri Yesus ada kesehakekatan dengan Allah, sehingga Dia memiliki dua kodrat: sungguh Allah dan sungguh manusia.
Dengan mengimani ini maka tindakan pengorbanan diri Yesus di kayu Salib adalah sungguh menjadi tindakan kurban keselamatan Allah. Oleh karena itu, benarlah pernyataan Yesus adalah Tuhan. Karenanya kita pun mengingat pengajaran Paulus, “Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, … maka kamu akan diselamatkan” (Rom 10:9).
Pastor T. Krispurwana Cahyadi SJ
HIDUP NO.32 2019, 11 Agustus 2019